Prolog

2.1K 167 57
                                    

Aku percaya, Tuhan telah menggariskan takdir yang benar untuk setiap umatnya. Entah itu akan menyakitkan atau membuat senang, aku percaya Tuhan sudah merencanakan hal yang terbaik.

Namaku Elang. Banyak yang mengatakan aku memiliki nasib beruntung. Lahir di keluarga berkecukupan dan penuh kasih sayang. Punya teman-teman yang baik. Wajah rupawan aku anggap itu sebagai bonus dari Tuhan. Aku bersyukur dengan takdirku.

Sampai saat ini Tuhan sangat baik padaku. Hingga aku merasa  kalau orang paling bahagia di dunia adalah diriku.

Namun orang-orang selalu mengatakan, kalau hidup itu bagai biang lala. Saat berada di atas, kita akan menemukan keindahan di sana. Lampu kerlap-kerlip dibawahnya begitu menawan mata. Saat berada di atas, kita seolah dekat dengan langit, kita merasa tinggi.

Tetapi saat berada di bawah, kita telah tenggelam diantara keramaian. Terlupakan. Benarkah itu rasanya menyakitkan?

Banyak orang bilang, sudah terlalu banyak keberuntungan di hidupku. Akankah akhirnya Tuhan memberikan aku sesuatu yang mennyakitkan? Sebagai sentilan kalau aku bukanlah orang yang pantas untuk bersombong diri.

Entah, bagaimana aku ketika saat itu tiba. Namun bagiku yang saat ini, aku menjalani hidup dari hari ke hari. Apa yang akan aku dapat esoknya, bagiku adalah hadiah dari Tuhan. Tidak peduli apa yang akan terjadi ke depannya.

Elang Faresta
Kenete Pratama

***

Elang menghela napas. Cowok itu menutup buku bersampul hijau di depannya. Itu buku lama sebenarnya, karena dulunya adalah milik seseorang yang sampai sekarang belum pernah - dan tidak akan pernah - dia temui kapanpun dan dimanapun.

Elang punya alasan sendiri kenapa tidak membeli buku baru untuk menuliskan kisahnya dan malah melanjutkan lembar dari buku itu yang masih kosong. Elang ingin seseorang pemilik buku ini sebelumnya akan terus berada di ingatannya.

Cklek

Elang menoleh ke belakang, mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka. Senyum cowok itu melebar. Melihat anak kecil berumur 5 tahun masuk.

"Kak, makan. Mama bilang."

Elang memberesi meja belajarnya. Kemudian beranjak mendekati pintu. Elang menggendong adik perempuannya.

"Iya, adik kakak tersayang."

Elang mendusel-dusel leher adiknya. Anak kecil itu menggeliat. Minta diturunkan, takut jatuh sekaligus merasa geli.

Elang terkekeh kecil. Akhirnya dia menurunkan adiknya, membiarkan gadis kecil itu berjalan duluan menuju meja makan.

Bagi Elang, tidak ada yang lebih membahagiakan selain bersama dengan keluarga kecilnya.

***

Hai semuanya, apa kabar?

Apakah ada di antara kalian yang menunggu cerita ini dipublish?

Ada yang tahu nggak, Elang Faresta itu siapa? Ada yang bingung? Atau malah ada yang ngira Elang hidup lagi? Jadi sebenarnya, ada Elang lain selain Elang Delfano di cerita COMA lhoo. Ada yang tahu? Hehe

Jangan lupa vote dan komen. Kritik dan saran sangat dibutuhkan, ya.

Jenny Evelyn
25 Oktober 2018

Catatan ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang