Lembar #2

1.2K 160 13
                                    

Elang asyik mengerjakan tugas sambil menemani Asa bermain. Kean dan Rinjani sedang pergi, sehingga Elang kebagian menjaga adiknya malam ini. Bukan masalah bagi Elang asal adiknya itu tidak rewel.

Sesekali cowok itu menyahut saat Asa bertanya atau meminta perhatiannya. Jarak umur mereka yang terpaut jauh, membuat Elang sangat menyayangi Asa. Elang tidak pernah menginginkan Asa terluka dan menangis.

Elang melirik jam dinding di sudut ruangan. Katanya Elvan dan Saka mau datang untuk diajari matematika. Tapi sampai sekarang sahabatnya itu belum tiba juga.

Bunyi dering dari handphonenya mengalihkan perhatian Elang. Dia meletakkan bolpoin di tengah halaman buku paket. Kemudian mengambil telepon yang terletak di atas sofa.

Nama Saka yang terlihat membuat Elang tanpa ragu menggeser ikon berwarna hijau. Elang diam, menunggu Saka yang memulai. Seperti biasa, bukan suara Saka yang pertama kali dia dengar, tapi suara cempreng khas Elvan.

Elvan tidak pernah punya pulsa, anak itu selalu mengatakannya berlebihan yang terkadang malah membuat Elang geli. Katanya buat apaan sih pulsa kalau pacar saja dia tidak punya.

"Lo di rumah, kan? Kita udah on the way nih."

Dahi Elang mengernyit. Masalahnya siang tadi mereka bilang mau ke rumahnya bada Maghrib, tapi sudah hampir pukul setengah delapan malam mereka baru akan on the way. Kemana dulu mereka perginya?

"Kak, ayo bobo."

Elang merasa ujung kaosnya tertarik. Dia menoleh ke bawah, setelah mengatakan pada Asa untuk menunggu, Elang kembali fokus pada ponselnya.

"Yaudah, gue tunggu. Gue tutup dulu ya, Asa bilang udah ngantuk soalnya. Mama Papa gue lagi pergi."

Elvan menjawab oke, dan dengan itu Elang memutuskan sambungan. Elang merapikan mainan Asa yang tercecer, lantas memasukkannya ke dalam kardus yang terletak di bawah meja.

Elang menuntun Asa menuju kamarnya. Tidak mungkin Elang membiarkan Asa tidur sendiri di kamar orangtuanya. Memang siapa yang akan menjamin anak berumur 5 tahun aman tidur sendirian.

Elang membiarkan Asa menyamankan diri di tempat tidur. Sebelumnya dia sudah mengangkut boneka dan guling kesayangan milik Asa ke kamarnya. Kata Rinjani, Asa tidak bisa tidur lelap tanpa itu.

Selagi menunggu Asa benar-benar terlelap, Elang memainkan ponselnya. Tidak menunggu waktu lama sampai gadis kecil itu sudah tenggelam ke dalam mimpi. Saat dia turun ke bawah, bertepatan dengan Saka juga Elvan yang memasuki pintu depan.

Perhatian Elang teralih pada seseorang di belakang dua sahabatnya. Dia mengenal salah satunya, pacar Saka walaupun Saka selalu bilang kalau Lila hanyalah sebatas teman masa kecil, tapi Elang belum pernah melihat gadis lainnya.

Elvan melewati Elang yang baru saja tiba di ruang depan menuju dapur. Elang sudah tidak kaget lagi dengan kelakukan sahabatnya yang satu itu. Malahan Elang merasa terbantu karena Elvan yang selalu membuat minum dan cemilan untuk teman-temannya yang datang. 

"Enggak apa kan gue ajak Lila? Soalnya dia juga bilang belum ngerti sama materinya."

Elang mengangguk. Pandangannya tidak terlepas sama sekali dari gadis yang mengikuti kemana pun pergerakan Lila.

"Eh iya, Lang. Ini temen sekelas gue. Anak pindahan sih, makanya mungkin lo kayak asing. Kebetulan tadi dia lagi main ke rumah makanya gue ajak sekalian."

Lila mengeluarkan buku dan alat tulisnya, sambil memperkenalkan temannya itu.

"Namanya Annada, tapi panggil aja Nada."

Elang mengangguk lagi. Baru dia mau berucap untuk memperkenalkan diri, tapi urung saat Nada menyelanya. Elang melipat dahinya, melihat Nada yang malah tersenyum lebar. Aneh.

"Nama lo Elang Faresta Kenete Pratama. Anak kelas akselerasi 1. Umur 16 tahun, anak pertama dari dua bersaudara. Suka dengan matematika dengan segala hal berbau musik."

Nada menghela napas, tersenyum makin lebar yang justru membuat Elang tambah heran. Katanya Lila, si Nada ini anak pindahan, kan? Lalu darimana Nada bisa mengetahui dirinya sebanyak itu?

Nada benar, umurnya 16 tahun beberapa bulan yang lalu. Dia anak pertama juga benar. Dan dia adalah siswa kelas akselerasi. Kalau Nada sekelas dengan Lila, bukankah itu artinya gadis itu kelas ranking?

Sistem pembagian kelas di sekolahnya memang berbeda dari sekolah lain, hanya ada masing-masing 3 kelas olimpiade, akselerasi dan ranking di setiap angkatannya.

"Seperti yang lo tahu, nama gue Nada. Annada Kirana, kelas ranking 3. Mungkin lo enggak ingat, tapi kita pernah ketemu sebelumnya di olimpiade biologi tahun kemarin."

Elang menghela napas. Dia memang tidak ingat pernah bertemu dengan Nada sebelumnya, tapi dia sedikit ingat nama gadis itu berada di urutan ke-enam di bawahnya.

"Siapa yang enggak tahu sama lo.  Seluruh Indonesia juga mungkin tahu. Ditambah lo dari keluarga pebisnis yang sukses. Kakek lo, Fadly Alister Pratama, orang nomor satu di dunia perekonomian di Indonesia, lalu Om lo, Dave Sebastian Pratama, pendiri ED's School yang sukses dan Ayah lo sendiri. Bukan rahasia umum lagi kalau lo punya hubungan darah sama Elang Delfano Pratama. Seorang siswa 17 tahun yang menerima banyak penghargaan karena keikutsertaannya dalam olimpiade-olimpiade."

Lila dan Saka melongo mendengar penjelasan Nada yang tepat dan terperinci. Sedangkan Elang sendiri bertahan di ekspresi datarnya.

"Lo anak akselerasi yang lebih sering diikutkan olimpiade daripada anak olim sendiri."

Nada tersenyum puas mengakhiri penjelasannya.

"Oi guys, gue bikinin jus mangga nih."

Elvan datang tak lama kemudian membawa nampan berisi 5 gelas jus mangga dan stoples keripik. Cowok periang itu heran dengan keadaan yang hening. Elvan melihat Nada yang tersenyum pada Elang, serta Saka dan Lila melongo ke arah Nada. Sementara Elang hanya diam membalas tatapan Nada.

"Ada apaan, sih?"

"Enggak ada apa-apa. Gue ambil buku dulu."

Elang bangkit berdiri, menuju kamarnya. Nada tersenyum dari tempatnya menatap punggung Elang yang semakin mengecil.

Sejak pertama kali pindah ke sekolahnya yang baru, dia sudah tahu akan bertemu dengan Elang. Mungkin bisa saja mereka berpapasan di jalan. Namun ternyata perkiraannya salah, dia tidak mengira bisa berada di ruang yang sama dan berbicara secara langsung dengan cowok itu.

Nada tidak menyangka kalau teman sebangkunya berteman baik dengan Elang. Meski Nada tahu, Elang adalah orang yang ramah, lupakan sejenak tentang sifat pendiamnya, tapi Nada sadar kalau orang seperti Elang akan sulit untuk diraih.

T o  B e  C o n t i n u e

Selamat pagi, teman-teman yang baik. Ada yang kangen dengan Elang? Akhirnya aku bisa kembali di dunia watty. Jangan lupa vote dan komennye. Tahu nggak sih? Respon kalian yang baik adalah semangat buatku.

Jenny Evelyn
16 November 2018

Catatan ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang