Awal Mula

45 4 0
                                    

Suatu sore di bandara Ngayogya, seorang laki-laki sedang bersandar di pilar penyangga dengan headset yang bergelantung di lehernya. Tangannya yang sedang memegang 2 boarding tiket, sambil sesekali menguap tanda jenuh mulai hadir dalam penantian. Setiap beberapa menit ia menengok ke arah kiri untuk memastikan kapan orang yang ia tunggu datang untuk mentiadakan rasa bosan. Hingga tanpa sadar mata mulai melekat dan kesadarannya kini benar-benar lenyap.

"Nukie... Ayo keburu last call nih. Nama kita udah dipanggil." Tiba-tiba perempuan dengan suara sedikit tergesa-gesa hadir membangunkannnya dari tidur singkat. Sembari menarik lengan baju si laki-laki. Perempuan itu sedikit menyeret lelaki bernama Nukie itu masuk ke boarding pass dan langsung menuju ke pesawat.

Perempuan itu melihat seat number sambil mencari nomer kursinya. Setelah ketemu, perempuan itu langsung duduk sambil menghela nafas panjang. Nukie yang bersamanya kini duduk di sampingnya dan melanjutkan tidur yang tadi sempat terganggu. Perempuan itu kemudian menarik nafas dalam-dalam, lalu mencium kening Nukie sembari berkata "maaf membuatmu menunggu. Tadi jalanan macet, maaf juga koperku jadi kamu yang urus. Sekarang istirahatlah." diikuti senyum tipis Nukie. Kemudian keduanya terlelap dalam tidur karena rasa lelah.

Dalam tidur, Nukie tampaknya mendengar suara alarm. Namun karena rasa lelah yang lebih mendominasi. Nukie melanjutkan tidurnya, mengacuhkan suara alarm. Hingga selang beberapa menit. Terjadi guncangan yang cukup kuat dan membangunkan Nukie bersama perempuan disampingnya. Rasanya cukup berat membuka mata dan juga tubuhnya yang kini cukup berat untuk bangkit dari sandaran. Ketika mata sedikit terbuka, tampaknya suasana cukup gelap, serta Nukie merasakan ada sesuatu yang mengalir dari kepalanya. Kemudian Nukie mengusapnya dengan tangan kanan dan melihatnya. Tampak cairan merah agak kental. Seketika mata Nukie terbuka lebar-lebar dan mengamati kondisi sekitar.
Nukie tampak terkejut akan apa yang terjadi di sekitarnya. Dengan cepat, dia menoleh ke arah perempuan yang berada disampingnya, memanggil-manggil namanya dengan suara lirih.

Perempuan itu diam saja, dia memang telah terbangun, namun pikirannya menolak apa yang terlihat dimatanya. Nukie masih memanggil-manggil nama perempuan itu. Hingga akhirnya perempuan itu pun sadar, menoleh ke Nukie seraya berkata "Nukie, ini bukan mimpi bukan?"

"Lulu..." jawab Nukie pelan memanggil nama perempuan itu.

"Sayangnya, ini bukan mimpi" kata Nukie yang kemudian mengusap wajah Lulu yang teraliri darah dari kepalanya.

Syok adalah hal yang wajar dalam kejadian ini. Mereka berdua tertidur pulas karena lelah, berharap dibangunkan oleh sapaan ramah  pramugari, tapi malah dibangunkan oleh tragedi.

Nukie melepaskan seatbelt, mencoba untuk berdiri dan melihat keadaan sekitar. Keadaannya sangat mengerikan.

Dengan sedikit menyanggakan tangan kanannya. Nukie berhasil berdiri. Ia mengulurkan tangan kirinya untuk menarik Lulu yang sedang berusaha melepas seatbelt yang masih melingkar pada tubuhnya. Kini setelah terlepas, Lulu berusaha berdiri dengan meraih tangan kiri Nukie. Kemudian mereka berdua mencoba keluar dari cabin pesawat dan melihat dimana tempat mereka mendarat bebas.

Kini yang mereka berdua lihat hanyalah bangkai pesawat beserta mayat penumpang dan beberapa pohon menjulang tinggi. Nukie yang merasa cukup berpengalaman di alam bebas— dikarenakan seringnya dia mengikuti kegiatan pendakian dan penjelajahan bersama Perkumpulan Pecinta Alam. Pertama-tama ia menenangkan Lulu dan mengajaknya mengumpulkan benda yang berguna untuk bertahan hidup.

Mereka berdua mengitari bangkai pesawat, mengambil apa yang bisa mereka ambil untuk bertahan hidup. Makanan, obat-obatan, alat-alat yang sekiranya bisa digunakan untuk bertahan hidup. Kadang, mereka harus merogoh kantong tiap mayat yang terdiam tanpa daya. Selain mencari, mereka juga berharap ada yang masih bisa diselamatkan. Namun, hasilnya nihil. Semua yang ia temukan telah menjadi mayat.

Meskipun begitu Nukie berpikir bahwa masih ada yang hidup, karena ada beberapa mayat yang bajunya terlihat seperti sudah di geledah. Dan beberapa koper dalam kondisi terbuka. Tapi tetap saja hal-hal tersebut dapat terjadi akibat guncangan yang besar. Bangkai pesawat ini pun tidak utuh, layaknya terpotong. Entah dimana potongan itu, yang jelas mungkin saja di salah satu potongannya masih ada yang bertahan hidup.

Setelah menyusun dengan rapi barang-barang yang akan mereka bawa, mereka pun menyusuri hutan. Mayat penumpang yang mulai berbau membuat mereka tidak betah disana. Namun dikarenakan waktu menunjukkan sore menjelang malam. Kini usaha pertama mereka adalah mencari tempat teduh sekaligus tempat berlindungan, dari pulau antah-berantah ini. Dengan bekal secukupnya dan peralatan seadanya. Mereka mulai bergerak dengan tujuan menjauh dari hutan terlebih dahulu. Menuju pantai yang desiran ombaknya terdengar cukup keras dari dalam hutan yang menandakan bahwa pantai tak jauh dari tempat mereka berada.

Sekitar satu kilometer berjalan, mereka pun tiba di pantai. Pantai di pulau ini cukup luas, bahkan Lulu sampai terdiam kagum melihat keindahannya. Selain luas, pantai ini juga bersih seolah belum terjamah oleh manusia. Terdapat beberapa karang di tepi pantai, lumayan besar dan terlihat alami. Jika ini menjadi tempat pariwisata, pasti lumayan ramai. Lulu yang tampak senang kini berlari ke arah pantai, namun Nukie dengan cepat mengejarnya dan menghentikannya.

"Apa yang mau kau lakukan ?" Karena hari sudah sore, Nukie tidak ingin Lulu kedinginan setelah bermain air.

"Tenang saja, aku tidak akan sampai basah kuyup, hanya kaki dan tangan saja! Aku janji tidak akan kedinginan! Ya, yaaaa ?!!"
Melihat Lulu yang sangat ingin bermain, Nukie hanya bisa mengiyakan dan memberi peringatan untuk berhati-hati. Nukie memang lemah terhadap Lulu. Apalagi kalau sedang meminta sesuatu, wajahnya terlalu manis. Selain menuruti keingan Lulu, Nukie juga berharap Lulu bisa sedikit melupakan kejadian tadi, setidaknya untuk refreshing, menenangkan pikiran. Nukie melanjutkan pengamatannya di pesisir pantai, mencoba mencari spot yang enak untuk beristirahat.

Tak lama Nukie mencari, dia berhasil menemukannya. Tempatnya di belakang karang yang besar. Letaknya lumayan jauh dari pantai, sehingga sangat kecil kemungkinan terkena air laut. Dihampit oleh karang dan pepohonan membuat tempat itu lumayan hangat, tentu saja tidak sehangat kamar di rumah atau hotel. Nukie mengeluarkan barang-barang yang sekiranya diperlukan.

Nukie mencoba mencari kayu, dan membakarnya dengan korek untuk membuat Api. Kemudian menggunakan kain seadanya sebagai alas tidur, juga mengambil beberapa dedaunan besar untuk tambahan alas tidur.

Matahari yang mulai terbenam dan pasang air laut membuat Lulu segera menuju Nukie yang berhasil menyalakan Api. Mereka berdua duduk menghangatkan badan dengan Api tersebut. Nukie tampak lega melihat Lulu menepati janjinya untuk tidak basah kuyup. Seandainya ini api unggun yang dibuat karena acara perkemahan, mungkin Nukie merasa sangat senang karena bisa berdua dengan Lulu, hanya saja saat ini Nukie merasa bimbang begitu pula dengan Lulu. Mereka berdua hanya menatap Api di depan mata mereka, tanpa sepatah kata pun.

Setelah merasa cukup hangat Lulu membaringkan tubuh nya, melihat ke langit yang dihiasi bintang-bintang yang indah.

"Nukie."

"Ya ?"

"Apa kita bisa pulang ?"

Mendengar pertanyaan itu, Nukie menoleh ke arah Lulu yang tengah memandang langit. Kemudian Dia ikut merebahkan tubuhnya tepat disamping Lulu dan memandang langit.

"Pasti." Katanya dengan kesungguhan, untuk menghilangkan kekhawatiran Lulu.

Lulu tersenyum, kata-kata Nukie membuat Lulu merasa nyaman. Sejak dulu hingga sekarang, Lulu memang selalu merasa nyaman ketika didekat Nukie. Atau mungkin, Nukie yang selalu berhasil membuat Lulu merasa nyaman. Hawa dingin yang menusuk membuat mereka menggunakan baju-baju yang di dapatkan sebagai selimut. Menghabiskan malam berdua dengan disaksikan ribuan bintang. Untuk sebuah ujian, tidak buruk juga.

Nukie menoleh ke arah Lulu. Melihatnya telah tertidur, dia kembali memandang langit. Ujian sebenarnya akan dimulai besok, Nukie tahu akan hal itu. Mungkin, nasib mereka berdua akan ditentukan mulai hari esok.

GRAWRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang