Grawr

24 1 0
                                    

Malam yang cukup terang kini tiba, ditambah bebatuan tebing yang memancarkan cahaya bewarna kebiru-biruan. Tak beda dengan air terjun yang memancarkan warna biru terang karena efek batu tersebut. Nukie yang tadi terlelap tak sadar karena efek dari minuman yang diberikan oleh Den. Kini terbangun dikarenakan suara ramai yang berasal dari luar rumah Den. Nukie pun bergegas mengecek apa yang terjadi diluar melalui jendela. Sungguh berbeda dengan keadaan tadi siang, kini orang-orang berlalu-lalang bak aktifitas rutin di minggu pagi. Mereka melakukan perdagangan, bersenjata lengkap yang sepertinya akan berburu di luar tebing. Namun ada hal aneh lagi yang mengganjal pikiran Nukie, luka yang tadinya cukup dalam di pahanya, kini hilang tak membekas sedikitpun.

"Oh, kau sudah bangun ya."

Den yang membuka pintu menyapa Nukie yang tengah melihat keramaian diluar. Nukie menengok menuju Den. Den yang melihat raut wajah Nukie, langsung tahu apa yang dipikirkan Nukie saat ini. Dengan cepat, sebelum Nukie mulai bertanya, Den mengajak Nukie untuk pergi keluar. Den berjalan pelan menuju keluar, meninggalkan Nukie yang hendak bicara. Nukie yang tidak sempat bicara, langsung berlari keluar mengikuti Den.

Sesampainya diluar Nukie tidak berkata apapun, dia hanya mengikuti Den layaknya ekor. Mereka melewati kerumunan orang banyak, Nukie ingin sekali bertanya, banyak hal yang tidak dia mengerti.

"Kau ingin tahu tentang tempat ini bukan ?, ikut saja, nanti akan kuberitahu."

Nukie sedikit terkejut, dia sempat berpikir apa Den bisa membaca pikiran seseorang. Namun dengan cepat Nukie langsung membuang kemungkinan itu. Sebab jika benar, Den tidak perlu menusukkan belati itu padanya.

Semakin jauh mereka berjalan, semakin sedikit orang di sekitar, hingga akhirnya ke tempat yang lumayan sepi.

"Kau bilang kau salah satu yang selamat dari jatuhnya pesawat bukan ?" Den tiba-tiba bertanya, dia berhenti berjalan dan menghadap ke Nukie.

Nukie menjawab dengan anggukan pelan.

"Kalau begitu, mungkin kau harus bertemu dengan mereka, aku yakin mereka juga akan senang."

Nukie tampak bingung.

"Mereka itu siapa?"

"Mereka itu sama sepertimu, orang yang selamat dari kecelakaan itu." Den berkata dengan pelan namun jelas, Nukie tampak sedikit terkejut dengan jawaban Den.

Den kemudian membalik badan nya, melanjutkan berjalan.

"Kau lihat Bukit itu? Ada rumah kayu disana bukan?" Den menunjuk ke depan, kearah rumah kayu tersebut.

Nukie yang melihat rumah itu tampak antusias karena meski dari kejauhan, rumah kayu tersebut tampak bersinar terang. Nukie yakin ada banyak orang disana karena terangnya tempat itu.

Memikirkan soal korban selamat, Nukie jadi ingat dengan sebuah nama yaitu Lulu. Dia segera bertanya kepada Den mengenai nama tersebut, namun Den tidak tahu, tidak ada yang namanya Lulu disana. Tapi ada kemungkinan salah satu dari mereka yang selamat ada yang mengenal Lulu.

Setelah tiba di rumah yang cukup terang itu, ada hal aneh yang cukup mengganggu. Tampak suasana sepi menyelimuti. Den langsung masuk saja pada rumah itu tanpa mengucapkan salam ataupun permisi. Tapi memang sesuai dugaan Den. Tak ada orang didalam rumah itu. Kemudian Den melanjutkan perjalanannya menuju tebing.

Tanpa basa-basi, tibalah mereka berdua di tangga yang menjulang tinggi menuju ke atas tebing. Naiklah Den tanpa sepatah katapun ketangga itu, meski terlihat cukup menguras tenaga untuk menaiki tangga yang terbuat dari pahatan batu itu, dengan rasa was-was Nukie menaiki tangga yang terlihat seperti tak berujung. Hingga puluhan menit terlewati, sampailah mereka berdua ke atas tebing. Hal pertama yang membuat Nukie terfokus adalah luasnya hutan yang tersinari cahaya rembulan. Cukup nyaman untuk tempat bersantai sambil minum kopi, pikiran Nukie. Namun setelah dilihat-lihat, terdapat beberapa rombongan dengan obor tampaknya sedang berburu di gelapnya hutan yang cukup jelas dari atas tebing.

Ketika itu muncul lah pertanyaan yang muncul di benak Nukie, ketika melihat meriam-meriam yang terdapat disetiap sisi tebing, beserta terdapat senjata berserakan di bawah. "Bukankah tebing ini mustahil dipanjat oleh makhluk apapun? Mana mungkin hewan melata sejenis cicak membahayakan tempat ini?" Pikir aneh Nukie.

"Hoi, Den. Jadi ini anak yang kamu ceritakan tadi siang?" Tiba-tiba suara laki-laki terlontar dari salah satu orang dalam rombongan yang mengarah ke Den dan Nukie.

"Oh Rez, Disini kamu rupanya." sapa Den kepada laki-laki itu.

Terdapat 5 orang laki-laki dalam rombongan itu. Rez berperawakan besar dan tinggi, dari wajahnya sepertinya dia seumuran dengan Den. Selain Rez, ada 2 orang lagi yang seumuran dengan Den dan 2 orang sisanya seumuran dengan Nukie, sepertinya. Wajah memang bisa menipu, tapi setidaknya itulah asumsi awal Nukie.

Den memperkenalkan Nukie kepada Rez, mengatakan bahwa Nukie juga korban selamat dari pesawat yang jatuh kemarin. Kemudian Nukie bersalaman dengan Rez. Tidak lama bersalaman, Rez melepaskan tangannya dan memanggil seseorang dari salah satu rombongan itu.

"Nukie, perkenalkan, namanya Beta, dia sama sepertimu, juga salah satu yang selamat, sebenarnya masih ada 2 lagi, tapi mereka pergi ke tempat lain." kata Rez sesaat setelah memanggil Beta.

Beta berdiri disamping Rez, menghadap tepat di depan Nukie. Tubuhnya sama besarnya dengan Nukie, tingginya pun tidak beda jauh, Beta 3 cm lebih tinggi dari pada Nukie. Matanya menatap lurus ke arah Nukie. Mereka berkenalan satu sama lain.

"Ada yang ingin kutanyakan kepadamu." Nukie saat ini tidak ingin berbasa-basi, selagi ingat, dia ingin sesegera mungkin bertanya.

"Apa? Jika mengenai alasan pesawat jatuh, aku tidak mengetahuinya, aku duduk di bagian belakang, dan sepertinya kau ada dibagian depan bukan? Seperti yang kau lihat pesawat itu terbagi menjadi dua, berarti ada sesuatu dibagian tengah pesawat yang menyebabkan jatuh. Dan aku tidak mengetahuinya." jawab Beta.

Nukie agak terkejut dengan penjelasan Beta, sepertinya dia tipe orang yang suka menebak apa yang akan ditanyakan seseorang kepadanya. Sayangnya, tebakannya salah, Nukie tidak ingin bertanya mengenai hal itu untuk saat ini. Dia sendiri ingin bertanya hal itu juga nanti, tapi ternyata sudah terjawab.
"Terima kasih atas penjelasannya, tapi, yang ingin ku tanyakan sekarang bukanlah hal itu."

"Lalu ?" Ekspresi Beta seperti sedang kecewa, sepertinya memang benar dia mencoba menebak apa yang ingin ditanyakan Nukie, tapi salah.
"Apa kau mengenal Lulu ?"

Mendengar pertanyaan itu, ekspresi Beta berubah. Matanya jadi menatap lebih tajam, membuat insting Nukie berkata bahwa dia harus hati-hati dengannya.

Grawr. Tiba-tiba terdengar suara auman dari arah hutan lebat itu. Hembusan angin dingin mulai menyelimuti suasana petang. Obor-obor yang tadinya dibawa oleh pemburu untuk pencahayaan, kini padam tak bersisa. Cahaya dari rembulan kini tiba-tiba tersamarkan dengan kabut lebat diikuti dinginnya udara.

"Akhirnya malam yang dinantikan telah tiba." Kata Den dengan ekspresi sedikit ketakutan.

"Cepat bunyikan loncengnya." Teriak Den dengan keras, kemudian langsung di respon oleh salah satu orang yang berjaga didekat mereka. Kini, selain Den dan Rez tampaknya kebingungan melihat situasi mencekam ini. Seluruh warga di tempat itu, kini tiba-tiba menghentikan aktifitasnya setelah mendengarkan dentuman lonceng. Mereka bersamaan menuju ke arah lonceng itu berbunyidi atas tebing.

Pemandangan mengerikan kini terpampang jelas oleh mata telanjang. Monster berwarna biru gelap dengan mata biru menyala, wajah yang mirip Tyrannosaurus Rex dengan kira-kira berukuran 15 kaki berdiri dengan tangan kecil dan kedua kakinya tampak jelas mengarah ke tebing yang Nukie singgahi dengan langkah pelan. Ekor yang cukup besar itu memiliki duri-duri di setiap jengkal kulit ekornya. Punggung monster itu mengeluarkan asap dingin di setiap pori-porinya sehingga membuat suhu disekitarnya berubah menjadi dingin.

Warga yang telah sampai di atas tebing—tempat dimana lonceng dibunyikan. Segera menempatkan diri di meriam setiap sisi tebing. Den kemudian menyuruh rombongannya tadi untuk membantu warga-warga mempersiapkan amunisi meriam.

Grawr, monster yang kini hanya berjarak 1 kilometer dari ujung tebing, kini membuat suasana menjadi dingin membeku. "Semuanya bersiap dengan meriam masing-masing!" Teriak Den mulai memberikan aba-aba diikuti gerakan mengangkat tangan kanannya. Setelah tersisa jarak yang hanya 500 meter antara monster itu dengan tebing ini. Den mulai memberikan aba-aba tembak dengan menurunkan tangan kanannya tadi. Suara tenangnya malam, kini dipenuhi suara ledakan yang mirip festival malam tahun baru di kota tempat Nukie hidup.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GRAWRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang