Keesokkannya aku pergi ke ruangan pasien kemarin sore. Alangkah terkejutnya aku. Bukan lagi soal para penjaganya yang misterius, melainkan karena hadirnya seorang wanita paru baya di antara mereka. Ia sedang bercakap-cakap dengan para penjaga itu. Kemudian masuk ke ruangan. Wanita yang sangat aku kenali. Bagaimana tidak. 18 tahun lalu kami pernah sangat dekat bahkan saling menyayangi.
Aku segera menemuinya dengan perasaan yang amat bahagia.
“Tante, Aliya!” Seruku menghampiri wanita tadi, yang merupakan ibu pasien.
“Nindi!” Seru Tante Aliya tidak kalah girang dan langsung memelukku bahagia.
“Tante apa kabar? Kok makin cantik sih?” Gurauku.
“Kamu bisa aja, Nindi. Kapan kamu pulang ke Indonesia kok tidak main ke rumah?” Tanya tante Aliya.
“Tiga bulan yang lalu, Tante. Maaf ya! Aku belum sempat main ke rumah Tante. Kontak tante juga hilang. Adam juga hilang.” Jawabku separuh jujur separuh berbohong. Jujur pada bagian kontak hilang. Sangat berbohong pada bagian aku belum sempat main ke rumahnya. Alasan utamanya adalah karena aku tidak punya keberanian menemui Adam.
“Oh, iya. Bagaimana keadaan Adam? Dia baik-baik aja, kan?” Tanyanya khawatir.
“Iya, Tante. Adam baik-baik aja. Cuma butuh waktu banyak untuk pemulihan. Sebenarnya bukan Nindi dokternya. Tapi dokter yang membantu Adam mengatakan begitu. Tidak ada cidera serius. Hanya kakinya mengalami patah tulang. Tapi akan segera pulih. Namun untuk sementara dia harus menggunakan kursi roda.” Terangku kepada Tante Aliya.
“Syukurlah. Tante jadi lega. Apa lagi ada kamu di sini. Jadi Tante lebih tenang meninggalkan Adam sendirian di sini.” Ucap Tante Aliya sambil mendekati Adam yang masih tidur.
“Oh iya, Tante. Kenapa Adam bisa kecelakaan?” Tanyaku turut mendekati Adam.
“Anak bandel ini sepertinya kebut-kebutan di jalan. Soalnya dia ada janji sama perusahaan, apa ya namanya, Tante lupa. Dia sedang mengerjakan lukisan maha karyanya. Namun di hari H dia terlambat menyelesaikan lukisan tersebut. Setelah selesai dia buru-buru ke perusahaan itu. Nah, dalam perjalanan itulah dia kecelakaan.” Cerita tante Aliya sambil mengusap rambut anak semata wayangnya itu.
“Oh begitu. Terus orang-orang yang di depan itu siapa? Serem amat, Tante.” Lanjutku.
“Itu orang-orangnya perusahaan yang Tante bilang tadi. Perusahaan bertanggung jawab atas kecelakaan ini. Mereka akan menanggung semua biaya Adam di sini sekaligus memastikan Adam menyelesaikan lukisan itu lagi. Karena lukisan yang kemarin ikut rusak.” Jawab Tante Aliya. Aku akhirnya mengerti sekarang.
“Hemmmm, begitu. Kasihan Adam. Dalam keadaan sakit seperti ini dia harus dikejar-kejar target.” Aku prihatin.
“Tante juga sebenarnya kasihan. Tetapi Tante yakin Adam bisa melakukannya. Itu tanggung jawab dia. Seorang laki-laki harus pandai bertanggung jawab. Seorang wanita yang memiliki anak laki-laki harus tegar melihat perjuangan keras anak laki-lakinya. Dia tidak boleh dikalahkan perasaan melankolisnya.” Aku tertegun. Tante Aliya tegar sekali. Sejak tadi tidak sekali pun aku lihat Tante Aliya mengaduh layaknya wanita lain yang panik melihat anaknya yang sakit. Tante melihatku dengan tatapan yang anggun sekaligus bermakna menasihati. Aku tersenyum mengangguk.
“Nindi, Tante harus pulang sekarang. Tante titip Adam ya. Kalau ada apa-apa tolong segera kabari Tante.” Tante Aliya menjulurkan kartu namanya. Aku menyambutnya. Kemudian dia beranjak pulang. Setelah mengantarnya sampai ke pintu kamar aku kembali melihat Adam.
“Adam, kamu sudah bagun? Ada yang kamu butuhkan? Atau apa yang sakit?” Tanyaku begitu melihat Adam bangun dan berusaha duduk. Aku membantunya.
“Hemmm, tidak ada.” Jawabnya datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu
RomanceNindi adalah seorang dokter lulusan luar negeri. Dia kembali ke Indonesia untuk mengabdi. kembalinya ke Indonesia menyebabkan ia harus membuka luka lama. Bertemu dengan seseorang yang pernah membuatnya bahagia di masa lalu. Perjuangannya melawan rin...