▶ Background Music : Memoria - GFriend
Aku mengerang saat merasakan perih yang menyengat di belakang kepala. Kucoba mengerjapkan kelopak mata yang terasa berat itu. Bias dari sinar matahari langsung menyerang retina ketika aku membuka mata sepenuhnya. Begitu juga dengan rimbun dedaunan dan batang-batang pohon yang tinggi. Satu yang terlintas dalam kepalaku;
Sepertinya aku tidak jadi mati.
Seolah tampak kontras sekali. Aku ingat kalau aku terjatuh ke dalam jurang saat menjemput cahaya, karena kupikir itu akan membawaku ke dunia nyata. Zaman tempatku berasal dan dilahirkan. Namun segala yang kurasakan saat bersama Kawahara Eiji begitu nyata.
Aku bangkit dan duduk bersandar pada akar besar yang menyeruak dari tanah. Lalu tersadar bahwa aku masih mengenakan seragam sekolah, bukan kimono berbahan sutra. Selain itu aku juga menemukan dua luka gores di kedua lututku dan satu yang agak parah di lengan kiri. Kusapukan pandangan ke sekitar.
Betap terkejutnya diriku sat menemukan kotak sumur yang sebelumnya kulihat ketika bersama Kawahara Eiji. Lalu akar yang kugunakan untuk bersandar ternyata milik pohon mahoni besar yang juga bersebelahan dengan sumur. Sepedaku ada di belakangnya, tergeletak hanya satu langkah dari sumur.
Aku berdiri sambil bertopang pada batang kokoh pohon mahoni, berjalan sedikit melewati sumur. Disana tetdapat undakan tanah lainnya. Tidak setinggi tebing namun juga tidak pendek, mungkin sama seperti apartemen kontrakan dua lantai yang ada di ujung gang tingginya.
"Ah," Aku mendesah merasa bingung. "Jadi barusan aku benar-benar mengalami timeslip atau hanya mengalami kejadian hampir mati?"
Pasalnya sekelilingku benar-benar mirip dengan hutan di belakang mansion milik Hirano ojou-sama. Tetapi disini tidak ada tebing sama sekali.
Barangkali aku hanya mimpi? Mungkin karena terlalu banyak menonton film yang aneh-aneh.
Saat ingin berbalik, mataku menangkap sesuatu yang tersamar di undakan tanah yang kulihat tadi. Di antara lumut dan akar-akar pohon yang menyeruak. Kurentangkan tanganku untuk meraihnya karena penasaran. Begitu menyentuhnya, terasa banyak guratan kasar. Sepertinya hanya sampah. Tetapi hati kecilku entah mengapa menyuruhku untuk mengambilnya.
Kutarik benda tersebut sekuat tenaga karena ia terjepit di sela tanah dan akar, hingga menimbulkan bunyi 'krak'. Benda itu patah. Lantas aku menggunakan kedua tanganku untuk mengambil potongan yang terselip di akar dan satu patahan kecil lainnya yang tersangkut.
Hampir-hampir aku dibuat ternganga ketika mengetahui apa yang kuraih tersebut. Benda itu adalah pin rambut pemberian Kawahara Eiji! Hanya saja terlihat kotor dan tua. Berbanding terbalik dengan kondisinya saat baru diberikan kepadaku. Tetap saja pin rambut tersebut terlihat cantik.
Aku menghela napas sambil menengadah, menatap dedaunan pohon yang menjulang tinggi. Tidak salah lagi. Ya, ini adalah hutan di belakang kuil. Jalur yang sering aku dan Hiroshi lewati untuk bermain sepulang sekolah. Apa ya, hubungan antara hutan kuil ini dengan Kawahara Eiji di era Taisho? Lalu pikiranku melayang kepada Hirano ojou-sama yang asli. Dimanakah dia? Apakah ia masih hidup atau sudah mati?
Tetapi berpikir seperti itu membuatku lelah, jadi aku menyerah dan menuntun sepedaku keluar hutan mengikuti jalan setapak. Rasa perih di kedua lutut dan lenganku langsung bereaksi, membuatku meringis. Saat sampai di luar hutan, aku melihat Hiroshi di gerbang kuil. Berlari tergopoh-gopoh, masih dengan seragam sekolah di tubuhnya yang berkeringat. Di belakang Hiroshi ada ibuku berlari kecil dengan wajah khawatir.
"Reeeeiiiii!!" teriak Hirosi memanggil. Anak itu kemudian berhenti di depanku, meminta maaf berkali-kali.
"Kenapa minta maaf? Memangnya aku kenapa?" tanyaku pura-pura tak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORIA (TAMAT)
Cerita PendekAku tidak mengerti, hal terakhir yang kuingat aku lakukan adalah balap sepeda bersama teman masa kecilku, Hiroshi, selepas pulang sekolah. Namun tiba-tiba saja saat membuka mata, aku berada di sebuah tempat asing era Taisho. Bagaimana, bagaimana car...