Permasalahan

157 8 0
                                    



"Kalau Aku tau kayak gini akhirnya, jangan salahkan Aku kalau kau akan mati di sini teman!" Ia mencengkram belatinya.


"Hehei Coba aja kalau bisa, ini Gize, bukan tempat yang bisa kau mainkan dengan leluasa," serunya sambil memegangi jubah putihnya yang perlahan berubah menjadi hitam.


----------------------------------------------------------


Dua Pijar Satu Waktu - Masalah mungkin bisa jadi pelumas dalam hubungan, tapi bisa juga berubah menjadi bara api kalau penyelesaiannya salah. Seperti yang terjadi sekarang ini, Wirda yang duduk dengan kepala pusing karena pertengkaran kedua sahabatnya, Bima dan Dinda berusaha untuk memberikan solusi untuk keduanya. Meskipun pada akhirnya tak ada hasil baik yang muncul.

"Mungkin dengan ketemuan terus ngomong santai bisa jadi solusi deh. Masak ya kalian ribut cuma karena masalah kecil doang." Wirda kembali mencoba memberikan solusi kepada Bima.

"Enggak gitu. Tapi masak harus aku terus yang ngalah? Aku terus yang minta duluan ke dia? Kayak aku doang yang pertahanin cinta ini!" ujar Bima kesal.

"Mengalah dalam percintaan itu bukan sesuatu yang memalukan Bim. Lagian orang yang kamu maksud itu Dinda loh, toh bukan orang asing juga kan?" bujuk Wirda.

"Iya sih ... " Bima menghela nafas. "Tapi kali ini aku gak bisa Wir. Aku gak mau mulai duluan. Sekali-kali biar dia yang ambil peranku. Biar dia juga yang ngerasain, gimana rasanya memulai sesuatu."

"Ihh, gitu banget kamu Bim. Dinda cewek loh dan kamu itu cowok."

"Apa karena aku cowok terus dia bisa jadi tuan yang harus selalu dilayani Wir? Enggak!" tegas Bima.

"Kamu keras, Dinda keras. Dua-duanya kekeh. Terus mau gimana kedepannya hubungan kalian?"

"Ya itu tergantung respon dia lah, aku gak bisa jadi tukang ngalah terus!" ujar Bima.

Ponsel Wirda berdering dari balik tasnya. Setelah dicek, ternyata itu pesan whatsapp dariDinda yang sedang curhat tentang masalahnya.

"Yaudahlah kalau gitu, semoga cepet beres ya. Eh, aku keluar dulu ya Bim. Entar kalau ibu kos udah pulang, bilangin Kalau aku pulang agak sorean." Wirda beranjak keluar kamar sambil menjinjing tas.

"Sahabatnya lagi ada masalah malah ditinggalin, gimana sih."

"Iya-iya entar dibawain cemilan. Daaah ... " suara Wirda menghilang.

Wirda kembali mengecek ponselnya. Notifikasi dari Dinda sudah mencapai angka 15 dan semuanya berisikan tentang curhatan kesal tentang masalahnya itu. Wirda tersenyum, lalu menyalakan motornya.

Limabelas menitberkendara, sampailah Wirda ke sebuah taman yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Taman yang sejuk ditambah langit yang perlahan berganti warna sangat cocok untuk melepas pikiran yang runyam. Tapi sayangnya, kali ini akan berbeda karena bukannya melepas pikiran runyam, tapi justru malah menambahnya.

"Lama banget sih kesininya Wir. Perasaan gak jauh-jauh amat deh dari rumah kamu," ujar Dinda kesal.

"Masak lama sih? Perasaan abis kamu ngechat tadi aku langsung berangkat ke sini." Wirda kebingungan.

"Udah ah diem aja kamu, orang lagi kesel kayak gini masih aja didebat. Kesel nih kesel!" Dinda membuang muka.

"Ehh, iya iya maaf. Kenapa sih kamu Din?" ucap Wirda dengan suara pelan.

Dua Pijar Satu WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang