Teman lama...

32 5 0
                                    


... part 6 ... Gelapnya gerhana di Amora sekarang tidak terlalu buruk untuk Jaya. Wirda yang secara mengejutkan datang ke Amora membuat Jaya senang dan sekaligus bingung. Untuk apa dia jauh-jauh datang dari Javana ke Raja Lama? Apalagi kondisi sekarang yang gelap gulita seperti ini.

"Apa yang kau lakukan di sini Wirda?" tanya Jaya kebingungan.

"hhh ... Aku nggak akan biarin kau melewati ini semua sendirian lagi Jaya. mengingat aku sudah gagal melakukan tugasku padamu. Aku juga ingin menyudahi reinkarnasi abadi yang membuatmu menderita ini temanku," Wirda menepuk pundak Jaya seraya tersenyum.

"Aku ragu Wirda, bahkan aku pun ragu dengan jiwaku yang lainnya," ucap Jaya lirih. Entah bagaimana, sepertinya Jaya kehilangan kepercayaannya.

"Sudahlah... percayalah padaku. Kali Ini adalah yang terakhir teman. Kau akan kembali bersama Dinda – ah, maksudku Dewi," Wirda terbata.

Pekatnya gelap gerhana menelan cahaya lilin yang mulai luruh terbakar. Suara angin terbungkam oleh bayangan. Keduanya terdiam sambil memperhatikan api yang menari di atas sumbu lilin.

"Kau adalah teman yang paling tau tentangku Wirda. Bahkan sebelum aku bertemu dengannya di kehidupan yang ini. Seumpama saja kunang-kunang itu terbang ke pintu lain, mungkin aku harus mencari potongan ini sendiri lagi," tutur Jaya tertunduk.

"Ehh, sudah kubilang itu bukan kunang-kunang Jaya. Kau membuatku terlihat mirip anak-anak saja," ucap Wirda. Ia melempar kerikil ke kaki Jaya.

"ehh itulah yang kau bilang dulu Wirda ahahaha. Bukan aku," pungkas Jaya yang senyumnya kini kembali.

"Tapi kan sudah aku jelaskan itu. Waktu aku melewati Amora, aku melihat bola cahaya aneh yang berputar di pintu masuk. Kemudian aku berusaha mengejarnya, tapi bola itu terbang menuju dalam. Aku berlari sampai ke pohon ini lalu bola cahaya itu berubah menjadi roh dengan wajah yang berubah-ubah –" terang Wirda sambil membuka tasnya. Ia mengambil alas duduk yang terbuat dari kayu kecil yang diikat rapi.

"Roh itu terus mengubah wajahnya sampai muncul wajah Bima dan Dinda. Aku kaget waktu itu, aku bingung harus berbuat apa. Tiba-tiba ada suara perempuan keluar dari roh itu. Ia berkata kalau dirinya butuh bantuan dan dia memintaku mengikutinya. Kemudian roh itu kembali menjadi bola dan terbang sampai ke pintumu," jelas Wirda sambil menggerak-gerakkan tangannya.

"Iya iya ahahaha, aku cuma bercanda saja Wir. Terimakasih sudah mau menghiburku ... dan juga menjagaku," balas Jaya.

"Tapi ngomong-ngomong, karena kejadian itu, kita bisa saling kenal satu sama lain ya. Akhirnya kita ada dalam satu kelas, aku mengajarimu meditasi, kau mengajariku cara tertawa. Ahahaha tak kusangka, aku akan menerima murid bahkan setelah puluhan kali reinkarnasi, " Jaya tertawa.

"Ahahaha, dasar pak tua. Eh, apa kau ingat saat aku berlatih menjelajah ruang –"

"Oh! Saat rohmu terbang dan membuat kaget guru besar itu? Ahaha aku tak mungkin lupa soal itu. Apalagi guru besar sampai jatuh dari tempat duduknya," sahut Jaya. Ia kembali tertawa dengan kerasnya.

"Ahahaha iya-iya yang itu. Yang bola kalungnya terbalik dan masuk ke mulutnya," tambah Wirda.

"Astaga, aku sampai kena marah guru besar waktu itu."

Tawa mereka menggaung di ruang dalam Amora. Memecah sunyi yang tadinya menyiutkan hati kecil Jaya. Sejenak mereka melepas beban yang ada di pundaknya.

"Ahaha, kita memang selalu kompak untuk urusan yang seperti itu ya," tutur Wirda.

"Iya temanku. Hhhh –" balas Jaya. Ia menghela nafasnya. "Sampai akhirnya kau tau tentang rahasia dan kisahku yang selalu kusembunyikan... " Jaya terlihat serius.

Dua Pijar Satu WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang