Chapter 2

552 87 13
                                    

Seokjin hanya belanja seperlunya saja, seperti baju yang tengah ia pakai sekarang. Hoodie coklat oversize dengan celana jeans bebel dan satu ponsel, mungkin Seokjin akan menyewa flat kecil dekat sini dan mencari pekerjaan yang mampu membiayai hidupnya selama menjadi seorang gadis, ia tak mau mengambil uang yang diberikan nenek Yisoo dan secepatnya mengembalikan kartu kredit ini.

Waktu belanja Seokjin memakan waktu sangat lama karena Seokjin agak kudet memilih baju untuk ia kenakan. Seokjin berjalan kesana kemari hanya untuk mencari flat untuknya tidur, yang jelas murah. Seoul benar – benar berubah sangat cepat, diabadnya dulu semua masih tidak secangggih ini. Seperti naik bus yang hanya pakai kartu saja sudah bisa naik dulu ia kalau tak salah ingat harus berdesak – desakkan. Jaman memang sudah berubah.

Seokjin mendesah kesal karena masih tak mendapatkan apa yang ia mau tapi matanya malah melihat gerombolan orang – orang aneh atau preman sedang mengerubungi sebuah mobil mewah. Desahan Seokjin menjadi sangat berat, kenapa ia harus ketemu lagi tindak kejahatan didepan matanya. Tapi mau bagaimana lagi otaknya menyuruh pergi tapi hatinya menyuruh untuk menolong dan Seokjin kalah dengan hatinya yang selembut kapas gulali merah muda yang meleleh jika diemut. Sudah lupakan yang terakhir.

Seokjin segera berlari menghampiri mobil mewah yang menjadi sasaran pukulan gerombolan preman itu. Tidak mungkin Seokjin melawan mereka yang jumlahnya melebihi satu, Seokjin memutar otak mencari akal lalu mengotak atik benda persegi panjang canggih yang baru dibelinya. Tak lama kemudian suara sirine polisi berbunyi sangat nyaring disekitar gang sepi.

Gerombolan preman itu saling pandang sebelum lari dan Seokjin senang bukan main karena rencananya berhasil tapi kaki panjangnya malah menginjak paralon yang entah mengapa ada disana dan membuat barang – barang sekitarnya berjatuhan mengakibatkan sebagian preman itu mendengar dan menengok arah persembunyiannya.

"Shit!! kenapa malah begini." Gerutu Seokjin. Para sisa preman yang tak lebih dari enam itu medekat kearah Seokjin berada.

"Jadi ini orang yang menggagu kesenangan kita." Ucap namja yang lebih besar dari mereka, Seokjin hanya diam tak menanggapi.

"Namja ini berani sekali rupanya." Seru yang lebih kecil. Seokjin mengerutkan keningnya. Apa karena hoodienya yang kebesaran dan cara dandananya ini ia dianggap namja, Seokjin pakai tudung hoodienya jadi rambut panjangnya tersembunyikan, Seokjin menyeringai mendengarnya. Ohh masih ada yang menganggapku namja rupanya batinnya senang sepertinya peregangan tubuh bukan masalah sebelum makan malam.

Tanpa berucap Seokjin langsung melempar paralon sialan kearah sikecil dengan kakinya sebagai hadiah karena memanggilnya namja, ia tak suka basa basi kalau boleh jujur. Melihat temannya terkapar namja bertindik banyah diwajahnya langsung menyerang Seokjin. Seokjin yang memiliki reflex bagus langsung menangkis beserta menyerang. Skil karatenya dulu masih belum dilupakan tubuh dan otaknya ternyata.

Pertarungan satu lawan lima berlangsung sedikit heboh karena preman – preman itu menyerang secara membabi buta. Seokjin hanya bisa menendang memukul meninju apapun yang ia tahu ia gunakan untuk melindungi nyawanya yang tak seperti kucing. Sesekali kaki panjangnya mengenai wajah talak mereka dan mengakibatkan salah salah dua dari mereka tumbang dengan cantiknya.

Seokjin capek, selain belum makan kakinya juga lelah akibat jalan kesana kemari mencari flat. Tak berapa lama suara sirine kembali berbunyi tapi sisa preman yang meyerang Seokjin ini tak berhenti ataupun lari, mungkin mereka berfikir kalau itu hanya tipuan tapi tidak karena lampu mobil polisi mengepung disana dan preman itu tak ada waktu untuk melarikan diri jadilah mereka semua digiring menuju rumah bordil.

Seokjin menarik nafas lega. Tak berapa lama juga Seokjin mendengar ucapan terimakasih.

"Terimakasi sudah menolong kami." Dihadapannya berdiri 8 namja berbeda usia. Banyaknya namja harusnya disini harusnya bisa membantunya berkelahi tadi, dasar orang kaya batin Seokjin kesal.

Revert To 17thWhere stories live. Discover now