Sosok Pangeran?

428 17 3
                                    


Tok! Tok! Tok!

Suara pintu diketuk. Suasana rumah yang sudah senyap membuat gadis yang masih asik menonton TV pun menoleh pada asal suara. Ragu-ragu dirinya mendekati pintu. Takut jika yang mengetuk pintu itu maling.
'Apa aku masuk kamar saja ya,' batinnya. Lalu ia memutuskan untuk masuk kamar.

Tok! Tok! Tok!

Pintu terketuk lagi, Raisa semakin penasaran sekaligus takut. Apa ia harus membangunkan Bang Reno agar menemaninya membuka pintu. Ah, percuma Abangnya itu jika tidur kayak kebo. Dengan perasaan gugup Raisa melangkah mendekati pintu. Samar-samar ia mendengar gumaman seseorang di balik pintu depan itu, seperti orang yang tidak sadar. Waswas.

Ceklek!

Pintu pun terbuka dan mendapati Radin dengan tubuh lunglai, ia mabuk. Anehnya ia masih selamat mengendarai mobil dalam keadaan mabuk begini. Raisa kaget dan bingung. Ia mencoba berteriak memanggil penghuni rumah yang lain tetapi tidak ada seorangpun yang keluar dan membantunya. Alhasil Raisa membopong tubuh kekar Radin sendirian menuju kamar lelaki itu.

“Ya Allah Bang, kenapa mabuk lagi. Nggak kapok dimarahi Ayah.” 

Dengan tertatih-tatih Akhirnya Raisa sampai di depan kamar Abangnya. Sekuat tenaga ia membawa Abangnya untuk ditidurkan di tempat tidur.

“A—ku, sad—yaang ka—mu Raisa. Menikahlah denga—anku.” Radin mengoceh tak jelas. Sebenarnya Raisa sedikit canggung berada di sini apalagi melihat Abangnya yang mabuk. Belum lagi Raisa tahu jika Radin galak dan sering menggodanya. Namun, apa boleh buat, tidak ada yang keluar untuk membantu dirinya.

Akhirnya berhasil membiarkan Radin tergeletak dengan racauannya di tempat tidur, lebih baik ia lekas pergi dari kamar itu sebelum Abangnya sadar dan penghuni rumah berdatangan. Jam pun sudah menunjukkan pukul setengah tiga pagi.

Namun, saat Raisa hendak keluar kamar tiba-tiba dari arah belakang sesuatu yang tumpul memukul kepalanya hingga gadis itu tak sadarkan diri.  Kini lelaki setengah mabuk itu tersenyum melihat adik tirinya tergeletak di lantai. Mata nakalnya menatap buas tubuh Raisa yang memakai gaun tidur. Dengan sempoyongan ia memangku tubuh ramping Raisa dan membawanya ke tempat tidur. Membiarkan gadis itu terlelap di sampingnya menemani hingga gelap malam berganti fajar.


***

“Apa-apaan ini!” Bentakkan itu terdengar jelas hingga dua anak manusia yang terlelap pun bangun dengan terkesiap.

“Raisa!” Mata wanita dewasa itu tajam menatap anak gadisnya. Raisa yang belum sadar hanya memandang keheranan ibunya.

“Tumben ibu bangunin Raisa. Bukannya Ibu sering datang ke kamar Bang Radin ya,” ucapnya sambil mengucek mata.

“kamu pikir Ibu ada di sini karena ini kamarmu, heh?! Buka matamu anak sialan! Sedang apa kamu di kamar Radin!” Bersamaan dengan Bentakkan ibunya. Raisa menengok ke sebelah kirinya, menatap tak percaya sosok yang tersenyum licik memandangnya. Ditambah melihat lelaki itu tidak memakai baju.

“Hah, kok bisa!” Raisa terlonjak, sebelumnya ia memeriksa pakaian yang ada di tubuhnya. 'Ah masih lengkap ternyata' tetapi, tetap saja ia tidur seranjang dengan Abang tirinya. Ia bahkan tidak ingat apa yang terjadi semalam. Kenapa dia yang amnesia mendadak padahal yang mabuk semalam itu Radin

“Sini kamu, anak tidak tahu diri!” sang ibu menjambak rambut Raisa dan menariknya ke ruang tamu. Di sana ada Ayah dan Reno. Keduanya menatap Ibu dan Raisa bingung.

“Ada apa, Bu. Pagi-pagi udah berisik. Ada apa dengan Raisa. Kasian jangan disakiti lagi!”

Lalu, dengan kasar ibunya mendorong Raisa hingga terjatuh. Buru-buru Reno membantunya.

“Ini, nih, anak tidak tahu malu. Ibu memergokinya lagi tidur seranjang dengan Radin. Ibu yakin pasti anak ini yang menggoda Radin.” Raisa menggeleng cepat dengan derai air mata. Sebisa mungkin ia menyangkal tuduhan ibunya.

“Benar itu Raisa!” tanya Ayah lembut pada gadis itu. Raisa tetap menggeleng.

“jangan bohong kamu!” bentaknya sekaligus menampar pipi Raisa.

***

“Arrgh!”

Aku terbangun seketika. Mimpi itu datang lagi. Mimpi buruk yang tak ingin pergi dariku. Tamparan itu masih membekas di relung hati. Setega itukah dia?

“Sudah mimpinya?” seseorang mengagetkanku. Rupanya dia lelaki misterius itu.

“Di mana aku?” kulirik sekeliling rumah. Rumah mewah dengan perabotan antik.

“Di mana lagi kalau bukan di rumahku.” Ia berdiri mengambil segelas susu hangat dan memberikannya padaku.

“Makasih. “

“Hmm.”

“Namamu siapa? Dari kemarin kita bertemu aku belum tahu siapa kamu, tapi kamu sudah tahu namaku siapa.”

“Panggil saja aku Devon.”

“Devon siapa dirimu sebenarnya?” kutanya lagi dia. Karena aku benar-benar penasaran. Apalagi ketika ia meminta persyaratan aneh dariku.

“Kamu tidak perlu tahu siapa diriku.”

“Lalu, kenapa kamu memintaku menjadi istrimu sebagai sarat agar aku mati dan lepas dari penderitaanku?” kali ini Devin mendengkus dan bangkit lagi dari duduknya, pergi mengabaikanku ke luar kamar.

Baiklah, mungkin aku terlalu banyak bicara hingga ia bosan. Lebih baik aku menenangkan diriku dahulu sebelum berperang melawan keluargaku nanti. Harum lavender dari kamar ini membuatku nyaman. Tertarik untuk melihat isi kamar rumah ini, aku turun dari ranjang, berjalan ke arah jendela. Sungguh takjub! Aku bisa melihat indahnya kota di atas sini. Lampu berkelap-kelip terlihat kecil di bawah sana.

Memandang kota di bawah sana aku kembali pada syarat yang diajukan Devon

'Apa syaratnya?'

'Kau harus menjadi istriku.’

Masih tidak percaya. Apa maksud Devon sebenarnya. Benarkah ia berniat membantuku atau menjebakku lagi seperti Ayah dan Taufan.

‘Ah, dari kemarin aku belum mandi. Rasanya lengket sekali. Lebih baik aku mandi dahulu.’

Kulirik kamar mandi di sebelah kanan. Dengan mata berbinar aku melihat kamar mandi yang bahkan lebih luas dari kamarku. Sekaya apakah Devon? Apartment-nya benar-benar mirip istana kerajaan. Lampu hias yang tergantung di sana pun sangat antik dan cantik. Pasti harganya mahal. Belum lagi perlengkapan mandi yang benar-benar mewah.
Kulepas pakaianku dan masuk ke bak mandi besar itu yang sudah terpenuhi air hangat berbusa.

'Ah rasanya nyaman sekali.’

Seperti di surga. Sebelumnya aku tidak pernah merasa setenang dan senyaman ini. Aku benar-benar seperti seorang putri. Aroma sabun yang begitu harum ini pun membuatku ingin tertidur lagi.

"Raisa!"

Hah? Aku tersentak saat suara Devon memanggilku dari dalam kamar.

"Kamu di mana, Raisa. Kamu lupa kita ada janji."

Aduh, gimana ini?"

"Raisa, jawab aku!"

"Iya, Devon!" Spontan aku menjawab ketika Devon berteriak.

"Oh, rupanya kamu sedang mandi."

"I--ya, jangan ke sini."

"Ya sudah, jangan lama, jika kamu membuat aku menunggu jangan harap perjanjian kita berlanjut."

"Iya, iya, sebentar."

Ah, ternyata ini bukan surga juga. Baru merasakan kenyamanan tiba-tiba iblis itu memaksaku. Jangan heran aku memanggilnya iblis. Karena dia sering datang tiba-tiba dengan sok misterius. Ingin mengetahui kehidupan lelaki itu saja tidak bisa, seolah ada hal yang menghalanginya.

Sikapnya yang cuek dan ketus pun sungguh kuat melekat di dirinya.

'Huh, siap-siap saja kamu Raisa tinggal bersama iblis seperti Devon'



Bersambung 😅😅😅


Cinta Lelaki DewasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang