Pt. 2

229 28 2
                                    

Namjoon, apa kabarmu?
Jika tidak sibuk hubungi aku.

Itu pesan yang Haerin kirim, tepat 72 jam yang lalu. Dan hingga sekarang, pesan tersebut belum mendapat balasan. Jangankan balasan, Namjoon bahkan belum membacanya.

Haerin tahu menjadi seorang dengan tanggung jawab besar memiliki kesibukan tersendiri. Tapi, sesibuk itukah?

Sungguh, dia benar-benar merindukan Namjoon. Atau, dia benar-benar membutuhkan Namjoon. Secepatnya, sebelum kesadarannya semakin menipis.

Sekarang sudah memasuki minggu kedua sejak Namjoon berangkat ke New York. Tanpa kabar. Satu-satunya kabar yang Haerin terima sekitar 2 hari setelah keberangkatan Namjoon. Katanya dia sudah sampai dan akan ada rapat beberapa jam setelahnya.

Hanya itu. Tidak ada kata-kata manis ataupun salam. Hanya pemberitahuan. Sekarang Haerin bertanya kira-kira apa artinya pelukan dan canda tawa yang mereka bagi saat berada di bandara waktu itu.

Kau tertawa seakan kau merindukanku. Tapi, benarkah begitu?

Haerin meletakkan ponselnya di meja makan sebelum berbalik ke dekat wastafel, kembali mencuci tangan sebelum memotong sayuran yang sudah ia pisahkan di atas papan potong. Tangannya kembali bergerak, membuat irisan demi irisan, potongan demi potongan, hingga dia berbalik ketika satu suara dari pintu mengalihkan perhatiannya.

“Kau tidak membangunkanku, Rin.”

“Kau tidur nyenyak sekali. Jadi aku biarkan.”

Taehyung hanya tersenyum, menyandarkan setengah badannya di pinggiran pintu sementara bibirnya perlahan menyunggingkan senyum. “Is that means you care about me?”

“I do. Of course.”

Setengah terkikik, Taehyung berjalan mendekat, melarikan kedua lengannya untuk memeluk Haerin dari belakang, dagu bertumpu pada puncak kepalanya. Haerin menyukai tiap sentuhan yang Taehyung berikan. Pria itu memperlakukannya seolah dia kaca yang rentan dan rapuh.

Pelukan Taehyung terasa menghangatkan, namun di saat yang sama membuat Haerin merasa jahat. Melakukan sesuatu yang salah memang terasa menyenangkan. Tapi... harus sampai kapan dia begini?

“Kau sedang memikirkan Namjoon, ya?” bisik Taehyung. “Tidak bisa dihubungi lagi?”

“Um.”

“Kau benar-benar tidak bisa melupakannya?”

Ini pertanyaan yang ingin Haerin hindari. Pertanyaan yang tidak dapat dia jawab. Tentu saja, jika dipikirkan secara logis, Haerin tidak bisa melupakan Namjoon. Pria itu suaminya, kepala rumah tangannya, imam baginya. Namun di saat yang sama ingin rasanya Haerin melupakan Namjoon dan mengikuti kata hatinya.

Tapi, apa pantas dia mengaku punya hati sementara tindakannya sekarang justru... selingkuh?

Haerin berbalik, melepas pelukan Taehyung dengan kepala yang menunduk. Perasaannya selalu campur aduk. Entah mana yang benar dan mana yang salah. Dia ingin menggenggam tangan Taehyung, namun sesuatu membuatnya berlari ke wastafel.

Sesuatu terasa mengacak perutnya. Dia mual. Kepalanya seolah berputar seiring dengan perutnya. Benar-benar perasaan yang tidak menyenangkan.

“Haerin, ada apa?” tanya Taehyung panik. Kakinya segera menyusul Haerin di wastafel.

Haerin tidak menjawab, sibuk mengeluarkan isi perutnya dari mulut. Rasanya sakit, mualnya terlampau hebat. Taehyung berdiri di belakangnya, mengelus perut Haerin untuk membantu gadisnya merasa agak lebih baik. Namun tidak berfungsi. Mualnya masih terasa.

Buru-buru Haerin membersihkan mulutnya sambil menyalakan keran wastafel. Tangannya bergerak mengelus perut, namun kembali, perutnya bergejolak.

Taehyung merasa khawatir, jujur saja. Namun mendadak sesuatu terlintas di pikirannya. Kepalanya terputar, mencoba menghitung hari demi hari yang sudah terlewat, hingga sebuah hipotesis muncul dalam kepalanya.

“Haerin,” panggil Taehyung khawatir. Tangan pria itu kini berlari untuk memegang perut Haerin. “Kurasa kita harus memeriksa sesuatu.”

*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TIME ON OUR SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang