Revanda Felicia Annatasya, sebut saja Reva. Perempuan bertubuh kurus, berambut panjang, dan khas-nya yang selalu berbicara kemana-mana tanpa memikirkan apa yang ada disekitarnya. Bakatnya menyanyi, itulah sebabnya ia mengikuti Binavocal di sekolah dengan sahabatnya, Ratricia Valerie yang kerap disebut Cia.
Sikap mereka berbanding balik, mungkin itulah alasan mereka bisa bersahabat. Dengan Reva yang ceria dan Cia yang dingin, tidak ada satupun yang bisa memisahkan mereka bahkan orangtua mereka sendiri karena sudah melekat dari mereka beranjak di bumi ini.
"Ayo ciaaa!"
"Ngerti sabar, gak?"
"Gak."
Suara berlarian di koridor sudah terbiasa didengar oleh para murid maupun guru disana. Tidak ada yang tidak tahu jika Reva sudah aktif untuk menghampiri pangeran-nya, Renanda Pangeran. Ya, lelaki yang ia puja-puja dari awal sampai saat ini, bahkan semua orang sudah mengetahuinya kecuali sang pelaku.
"Selamat pagi, kak Nanda!"
"Astaga. Pagi, Reva. Jangan berlarian di koridor."
"Hehe, olahraga kak biar sehat."
Cia memutarkan bola matanya, menghela nafas kesal. "Olahraga genit."
"HEH! ngawur!" Balasnya, memukul lengan Cia.
Senyum menghiasi wajah Nanda, tangannya mengarah surai rambut Reva, mengelusnya perlahan. Detak jantungnya begitu cepat, seperti ada yang mengalir diseluruh tubuhnya yang terus mengacu adrenalin, tatapan Reva tak bisa lepas dari sang pujaan hatinya.
"Yaudah yuk masuk, ditungguin angkatan 2."
Tanpa sepatah kata, tubuh Reva mengikuti hatinya untuk menuruti sang pujaannya.
"Dasar bucin."
...
"Rev, udah diminum vitaminnya?"
Mendekat pada Ratricia. "Ssst, masih ada kak Nanda."
"Kenapa emang kalo masih ada aku?"
"DEMI GORENGAN BU GENDIS!"
Gelakan memenuhi ruangan sebab teriakan Reva. Tersipu malu, Reva menutupi wajahnya dengan memeluk Cia, sedangkan dia hanya menggeleng-geleng saja dengen kelakuan sahabatnya.
"Vitamin apa?"
"KOK KEDENGERAN?!"
Cia menutup mulut Reva, telinganya mendengung karenanya. "Gak boleh kepo ya kak." Lontarnya sembari menarik Reva yang sibuk melambaikan tangan pada Nanda, sedangkan Nanda hanya menunjukkan wajah bingungnya saja.
"Bisa-bisanya lo suka sama cowok aneh itu"
"HUSH. Aneh ndasmu! Yang gak suka tuh baru aneh."
"Gue gak suka."
"Iya, lo kan aneh."
"Sialan." Lontarnya dengan melemparkan tisu pada Revanda. "Udah, minum sana."
"Iya ih, bawel."
Menuruti perintah sahabatnya, ia meminum beberapa vitamin. Ratricia memandangnya dalam diam, membiarkan beberapa monolog bertentangan di kepalanya. "Sampai kapan ya gue harus sembunyiin dari lo, Rev?"
"DOR!"
"Fuck!"
"Lambemu! Jangan bengong mulu, ntar kemasukan nenek goyang."
Tanpa aba-aba, tangannya menepuk dahi Reva. "Gayung, stupid."
"Aduh, gimana gak stupid, lo getok mulu."
"Stupid lo udah bawaan dari lahir."
"Alami dong? Keren."
"Tolol-nya melebihi batas."
Keduanya menuju kantin, melihat kerubungan yang sedang mengantri untuk makan gorengan Bu Gendis yang sedang tenar dikalangan murid-murid saat ini. "Buset, ngalahin boyband korea."
"Sedia tempur, nih."
Cia langsung menarik Revanda yang berposisi siap untuk menyerbu kerubungan, "nyari penyakit aja lo."
"GUE LAPER."
"Berisik, nih bekal gue aja."
"Sip, deal."
"Makanan aja lo cepet."
Melihat Reva yang makan dengan lahap karena masakannya membuat raut wajah Cia berubah, apalagi makanan itu memang tujuannya dibuat untuk Reva.
"ENAK! Cocok si lo jadi pembantu."
"Bangsat."
Seketika raut wajahnya berubah masam kembali.
"Ciaa, mau nanya."
"Apa? Teori SpongeBob lagi? Gue gebuk."
"Bukan, ntar aja itu."
"Ogah. Apa emang?"
"Lo kenapa benci sama kak Nanda? Dia deketin gue aja lo marah."
Cia membiarkan keheningan sesaat, "karena gue gamau kehilangan lo lagi." Cicitnya pelan.
"HAH?"
"Kagak, noh ada SpongeBob."
"MANA? SpongeBob-kun!"
***
Reva merangkul ransel-nya, tentu saja menghampiri Cia untuk pulang bersama. Kelas mereka hanya bersebelahan, tapi rumah mereka berjarak jauh, itupun Reva tak pernah mengunjungi rumah sahabatnya karena beberapa alasan tertentu.
"Ayo pulang!"
"Gue dijemput Mas Bejo."
"Yaah, gue pikir naik bus lagi kaya kemarin."
"Mobil nya udah bener. Lo pulangnya gimana?"
"Ya naik bus, gue udah bilang. Gue pikir lo naik juga."
"Uh.. sorry." Dengan nada memelas, memeluk Reva karena merasa bersalah.
"Gantiin pake gorengan Bu Gendis aja." Senyuman menghiasi wajahnya sembari menepuk-nepuk punggung Cia.
"Sialan. Yaudah besok." Tak lama dilepaskan pelukannya.
"Nah, love you sayang." Ucapnya dengan melemparkan kecupan pada Cia.
"Jijik."
"Bilang aja doyan."
Keduanya meninggalkan kelas, membiarkan candaan memenuhi koridor yang sepi. Sedangkan ia memerhatikan Revanda dari awal, menyembunyikan dirinya dibalik pencahayaan. Diam-diam menghela nafas leganya perlahan.
"Vanda.."
***
Penulis sangat menghargai dukunganmu, Terimakasih.
Tertanda, Raila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love. [REVISI]
Dla nastolatkówGadis itu tak mengira dibalik alur kehidupannya ada yang tidak ia ketahui, termasuk dengan cinta pertamanya. Hingga datang kepingan-kepingan memori dan saat itulah ia menyadari banyak kejanggalan yang ada dan mencoba untuk menggali kebenaran dibalik...