Registrasi Check-in tiket?
Taehyung rasanya ingin tertawa sepuasnya. Mengingat betapa gilanya kebohongan yang dilakukan Yoongi dan Hoseok siang tadi. Padahal ketahuan sekali Yoongi bersembunyi di balik tembok dekat pintu, dan Taehyung dengan sangat jelas melihatnya. Tapi Jimin? Mustahil Jimin tak melihatnya. Jarak mereka tak sampai lima meter, dan Jimin tak menyadarinya? Taehyung hanya geleng-geleng kepala. Apa ini salah satu trik Jimin untuk mengetahui kebenarannya? Oh ayolah, kalau kata Taehyung itu cara yang terlalu rendahan.
"Jimin-ah, aku ingin mengatakannya padamu. Tapi aku sudah berjanji!" Taehyung berbicara pada Jimin yang masih terlelap. Bagaimanapun Jimin harus mendapatkan keadilan, mana bisa kerinduan seseorang dipermainkan hanya dengan sebuah kebodohan yang dilakukan karena keteledoran seseorang. Hoseok terlalu teledor melakukan sesuatu, dan itu kekurangannya.
Diam-diam sebelum pergi membawa Jimin dari apartement Yoongi, Taehyung sempat mengambil kertas yang dipegang Jimin untuk ia taruh disaku celananya. Dan untungnya Taehyung menemukan satu kejanggalan untuk ia perlihatkan pada Jimin ketika ia siuman nanti. Jimin harus tahu, Taehyung sungguh tak rela jika sahabatnya dipermainkan seperti tadi.
Taehyung baru mengalihkan pandangannya setelah seseorang memanggilnya.
"Tae..." suara lemah itu memanggilnya lagi. Taehyung tersenyum menatap orang itu.
"Kau sudah bangun Jim" dan membantu Jimin untuk duduk.
"Kau harus lihat ini Jimin-ah" Taehyung langsung menyodorkan kertas itu pada Jimin. Jimin tersenyum simpul, ia malah mendorong kertas itu kembali pada Taehyung.
"Aku tahu semuanya Tae" Jimin menunduk, Taehyung menatapnya bingung. Apa yang diketahui Jimin? Apa tentang itu?
"Aku tahu Yoongi hyung tak pergi!" Taehyung membulatkan matanya. Terkaget.
"Da-dari manaㅡ"
"Aku melihatnya bersembunyi, kau pasti ingin mengatakan hal itu padaku kan? Tapi kau terlanjur berjanji" sekarang Taehyung menatap Jimin lamat. Ia merasa bersalah pada sahabatnya itu.
"Tapi kenapa kau tak bilang?" Tanyanya kemudian.
"Aku menghargai usaha Hoseok hyung"
"Bodoh! Kau bodoh Jimin-ah!" Taehyung berdiri, memalingkan wajahnya dari Jimin.
"Aku memang bodoh Tae, sangat bodoh! Seharusnya aku tak usah memaksa diri untuk tetap pergi, perasaanku memang sempat tidak enak. Aku terlalu bodoh karena menampakkan sisi terlemahku pada Yoongi hyung"
"Bukan seperti itu!" Taehyung malah terdengar seperti membentak.
"Tapi kau tahu aku Taehyung! Aku memang terlalu bodoh dan lemah!"
"JIMIN!"
"Aku memang bodoh Tae.."
Hiks..
"Jimin-ah" nada suara Taehyung menurun, ia kembali menghampiri Jimin yang terus merutuki dirinya. Mengusap pelan punggung bergetar Jimin. Taehyung tidak kuat melihat Jimin seperti ini. Biasanya Jimin selalu mengatakan ia baik-baik saja jika sesuatu terjadi. Tapi hari ini, tanpa mengatakan perasaannya, Jimin menangis.
"Untuk kali ini, menangislah Jimin-ah. Menangis sepuasnya, kau pantas untuk itu" rasanya Taehyung ingin menangis juga, seakan perasaan Jimin menyalur padanya. Perasaan sakit itu, entah kenapa Taehyung pun ikut merasakannya. Taehyung tak munafik, ia ikut meringsek pada tubuh Jimin. Lelaki itu butuh sandaran, sekedarnya untuk menenangkan Jimin.
●●●
Sejak tadi perasaan Jimin tak enak, ia merasa seperti suatu hal yang buruk akan terjadi. Walau dalam kategori terlalu illegal untuk berkendara, Jimin tak punya pilihan lain untuk menjadi anak nakal sesekali. Sebelumnya Jimin telah meminta maaf karena mengingkari janjinya pada Yoongi untuk menjadi anak yang selalu menaati peraturan. Tapi bagaimanapun, kecemasan tak bisa dinomorduakan. Beberapa kali menggigit ujung kuku, sudah menjadi kebiasaan Jimin jika kekhawatiran tak lagi dapat terbendung.
KAMU SEDANG MEMBACA
ɪ'ᴍ ғᴇᴇʟɪɴɢ ᴊᴜsᴛ ғɪɴᴇ [✓]
FanfictionTAHAP REVISI Jimin bermimpi. Mimpi yang membuat jantungnya tidak lagi bisa berdetak normal. Pada suatu pagi yang indah, ditemani musim semi yang baru saja tiba. Ia pergi dan meninggalkan orang terkasih. Diselingi tawa bahagia Yoongi, sang bintang y...