Lee Cae Ra.
“Oppa, sepatunya sudah siap.”
Caera berjalan menghampiri Sehun yang kini sedang duduk bersandar di sofa sambil menonton acara televisi. Tadi, Sehun meminta Caera untuk menyiapkan sepatunya yang akan dia pakai untuk hari ini.
Gadis berusia sembilan belas tahun itu langsung duduk bersimpuh di depan kaki Sehun dan memakaikan sepatu Sehun. Jari-jarinya begitu gesit menalikan tali-tali sepatu Sehun.
Sehun tersenyum miring melihat tindakan Caera. Adik tirinya itu semakin pintar dan itu membuat Sehun merasa puas. Sangat puas.
“Hari ini kau ikut dengan ku.” ujar Sehun tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi.
Caera menghentikan sejenak kegiatannya menalikan sepatu Sehun, ia lantas mendongak dan menatap Sehun dengan penuh tanya.
“Aku mau mengenalkan mu pada teman-temanku. Bukankah itu terdengar menyenangkan?” lanjut Sehun lengkap dengan seringaian kejamnya.
Caera menelan ludahnya, menyenangkan dalam artian Sehun adalah yang sebaliknya untuk Caera.
“Kau mau 'kan, manis?” Sehun selalu bertanya seolah-olah Caera punya pilihan lain selain menurutinya kemauannya.
Tidak ada pilihan lain.
Caera pun mengangguk pelan, “Mau, Oppa.” setelah itu Caera kembali melanjutkan kegiatannya menalikan sepatu Sehun. Pikirannya berkecamuk, memikirkan apa yang akan Sehun lakukan padanya dihadapan teman-teman pria itu.
“Bagus.” Sehun mengusap kepala Caera. “Aku suka rambutmu, hitam dan panjang. Jangan coba-coba untuk memotongnya tanpa ijin dari ku, mengerti?”
Seperti anjing yang penurut, Caera mengangguk dengan senyum kecil menghiasi bibirnya. “Mengerti.”
“Satu lagi, jangan pakai celana dalam.”
Benarkan dugaan Caera. Sehun memang selalu punya cara untuk mempermalukan Caera dimanapun dan kapanpun Sehun mau. Dan lebih parahnya lagi, Caera sama sekali tidak bisa melawan.
Jika orang lain pasti akan langsung protes dan membantah perintah Sehun, namun tidak dengan Caera. Ia sudah pasrah dengan apapun yang akan dilakukan oleh Sehun kepadanya nanti.
Lagipula Caera tidak mau memancing kemarahan Sehun dengan membantah kata-kata pria itu. Biarkan saja semua berjalan sesuai kemauan Sehun.
“Hanya jangan memakai celana dalam saja 'kan Oppa? Yang lainnya masih boleh pakai?” Caera merespon dengan begitu ringan, seolah itu adalah hal biasa yang sering dia lakukan.
Sehun mengangguk, seraya mengusap kepala Caera lagi. Ah, rasanya sangat menyenangkan memiliki 'budak' semacam Caera. Yang penurut dan mudah diatur.
“Kalau kau mau, tidak pakai bra sekalian pun aku tidak masalah.” kekeh Sehun.
Caera langsung menggelengkan kepalanya dengan bibir yang mengerucut, seperti anak kecil yang sedang merajuk. “Tidak mau, rasanya tidak nyaman, Oppa.” katanya dengan suara yang sengaja dimanja-manjakan.
Kalau boleh jujur, rasanya Caera ingin dimanja oleh Sehun walau hanya satu kali dalam hidupnya. Entah kapan keinginan itu muncul dalam benaknya, namun Caera sangat ingin hal itu terjadi.
Seperti ada.. Faktor yang mendorong keinginan itu muncul.
Suatu keinginan yang sangat sederhana. Hanya ingin dimanja dan bermanjaan dengan Sehun.
Namun Caera cukup tau diri. Ia sadar betul kalau keinginannya itu hanya angan-angan semata dan sampai kapanpun tidak akan pernah terlaksana.
“Tidak nyaman bagaimana?” tanya Sehun, ia menatap Caera dengan tatapan mesum nya.
Dalam satu kali tarikan, tali sepatu Sehun sudah terpasang rapih. Caera kini beralih memijat dengan pelan betis Sehun yang terbalut celana jeans. “Tidak nyaman, ya.. seperti itu. Pokoknya tidak nyaman, Oppa.”
“Sudah selesai?”
Caera mengangguk. “Sudah, Oppa.”
“Ambilkan rokok dan pemantik nya dilaci kamar.” titah Sehun.
Lagi, Caera mengangguk. “Tunggu sebentar.” setelah itu Caera berlari kecil menuju kamar dan mengambil apa yang tadi Sehun perintahkan.
Beberapa saat kemudian Caera kembali dengan membawa rokok beserta pemantik nya. Gadis itu memberikan dua benda itu kepada Sehun dan langsung duduk dengan posisi semula.
Sehun pasti sangat kelelahan setelah seharian kuliah, pikir Caera dalam hati. Terbukti dengan urat-urat di betis Sehun yang terasa mengencang. Caera terus memijat nya dengan perlahan secara bergantian di kiri dan kanan.
Sambil menikmati pijatan Caera, Sehun menyalakan rokoknya dan mulai menghisap nya dengan perlahan. Bahkan saat asap rokoknya mengenai permukaan wajah Caera pun Sehun tidak peduli.
Dulu Caera sangat tidak menyukai asap rokok, namun kini dia sudah sangat terbiasa dengan semua itu. Caera merasa nyaman-nyaman saja selama itu yang Sehun sukai.
“Oppa,” Caera kembali bersuara.
“Hmm.” gumam Sehun tanpa menatap Caera.
Caera berdiri kemudian duduk disebelah Sehun. “Hanya sebentar saja,” Caera menjeda ucapannya. “Tidur disini.” ia menepuk- nepuk paha Sehun perlahan.
Caera menggigit bibirnya, takut Sehun marah dengan permintaannya. Ketakutan semakin diperkuat dengan Sehun yang hanya diam tanpa merespon apapun.
“Boleh.” jawab Sehun, tanpa banyak kata Sehun langsung menarik tubuh Caera dan terjatuh di pangkuannya.
Nyaman. Bahkan bantal pun kalah saing dengan paha Sehun. Ah iya, Sehun memang orang baik. Caera selalu meyakini hal tersebut.
“Terimakasih Oppa. Aku sangat menyayangi Oppa lebih dari apapun.”kata Caera ceria, seperti anak yang baru dibelikan hadiah oleh ibunya. Dan itu adalah kata-kata terakhir Caera sebelum dia memejamkan matanya dan larut dalam mimpi yang indah.
Sehun selalu merasakan denyutan nyeri di ulu hatinya setiap kali Caera mengatakan kalau dia menyayangi Sehun. Bukan ini yang Sehun inginkan sebenarnya.
Pria itu menunduk dan mencium kening Caera lama.
Caera. Adik kecilnya, 'budak'nya, dan sekaligus orang yang paling Sehun benci. Sehun sangat membenci Caera, namun ada sedikit rasa sayang yang terselip diantara kebenciannya itu.
Dan Sehun membenci fakta tersebut.
—
Sehun itu rumit, sama kaya kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother
Fanfictionwarn; 18-21+ menjadi budak dari kakak tirimu sendiri, bagaimana rasanya? [#1 bastard series]