Bel pulang telah menjalar ke seluruh antero sekolah sejak setengah jam yang lalu, tapi masih banyak siswa yang tertahan disini karena hujan sore yang sangat deras.
Hanya ada beberapa siswa yang sudah meninggalkan lingkungan parkir dikarenakan jemputannya telah tiba dan bahkan ada yang dengan beraninya menerobos hujan ini.
Satu persatu murid disitu berkurang dengan cepatnya dibarengi hari yang mulai petang, matahari sebenarnya masih bertengger diatas tapi karena keadaannya seperti ini langit pun menjadi gelap dibalik awan yang hitam pekat.
Hanya tersisa satu orang yang setia menunggu hujan hingga berhenti yaitu Lee Hoon seorang siswa yang menunggu seseorang berharap menjemputnya, walaupun banyak temannya yang menawarkan pulang bersama, tapi ia tetap kekeh pada pendirian.
Alasanya hanya satu yaitu ia menunggu sang ayah menjemputnya untuk pulang, ayahnya telah berjanji pada Lee kalau beliau tidak sibuk pada urusan kantor hari ini sehingga mereka bisa pulang bersama, tapi nyatanya hanyalah nihil.
Sudah tidak ada kendaraan apapun lagi yang ada diparkiran benar benar sepi sekali, hanya ada penjaga sekolah disini dan setelah itu ia melencong pergi entah kemana, mungkin sedang mengunci setiap ruangan.
Ia ingin sekali pulang, tapi bagaimana? jam sudah menunjukan pukul setengah lima sore, tidak ada angkutan umum walaupun jika ia ingin menghentikannya.
Tidak ada pilihan lain Lee harus menerobos hujan deras ini apapun yang terjadi, sudah banyak panggilan yang ia berikan pada sang ayah, tapi yang ia dapatkan hanyalah reject-an terus menerus.
Dalam hati kecilnya masih ragu apa yang ingin ia lakukan sekarang, tapi ia terus kuatkan hatinya. Harus demi bisa pulang kerumah.
Tanpa aba-aba kakinya langsung melenggang kesana kemari menuju teras-teras rumah yang terbuka untuk sedikit berteduh dan melanjutkan lagi kegiatan berlarinya.
Jarak antara rumah Lee dengan sekolah tidak terlalu jauh ataupun tidak terlalu dekat, bisa dikategorikan jaraknya berada ditengah-tengah antara jarak waktu tempuh. Seimbang.
Walaupun demikian dikarenakan hujan yang amat sangat deras, begitu ia keluar keteras rumah lainnya, seragam yang ia kenakan pun langsung basah kuyup. Alhasil ia tidak perlu takut lagi dengan air hujan, ia lebih leluasa dengan ini.
Hampir setengah jam hujan pun tidak berhenti juga, yang ada malah hujan semakin mengganas dengan iringin petir-petir yang kerap kali menampakan dirinya secara tiba-tiba.
Kaki Lee kini terkujur lunglai ditambah perutnya yang sudah sedari tadi menahan rasa lapar, ia sadar akan dirinya yang mulai kehabisan energi, hanya membutuhkan waktu limabelas menitan lagi ia sudah sampai didepan gerbang rumahnya.
Petir rupannya tak ampun-ampun menampakan kan diri pada langit mendung yang begitu pekat ini, terlihat dari raut wajah itu Lee sebenarnya takut tidak bisa membendung rasa ke khawatirannya lagi, setiap kilatan muncul dalam hatinya menahan rasa ketakutan akan guntur yang sedikit lagi terdengar nyaring diindra pendengarannya, terlebih ia sekarang berada dipinggiran jalan dekat dengan pepohonan rindang, ia takut akan terjadi petaka nanti.
Wajah putihnya kini tak seputih biasanya, pucat. Bibir ranumnya pun mulai kontras dengan warna kulitnya dan sedikit kebiru-biruan, ia sangat menggigil akan suhu menyeruak ini tubuhnya benar-benar bergetar kedinginan.
Tanpa disadari jalanan pun kini sudah penuh dengan genangan yang cukup dangkal. Tidak ada satu kendaraan pun yang melintas hanya dirinyalah yang masih setia menyusuri jalanan busan ini sendirian dengan rasa harapan tinggi. Lee sudah tak peduli dengan buku-buku yang basah didalam tas sana. ia hanya ingin pulang dan mengistirahatkan dirinya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hate love
Short StoryDalam hidup ini kita sering dihadapkan dengan situasi yang kelam dan sulit. Jiwa sering tidak tenang dan gelisah selalu ada dalam hati dan pikiran kita. Dalam kondisi seperti ini kita membutuhkan santapan rohani yang dapat menjernihkan hati dan pik...