Semburat biru menyapa pagi ini, tak lupa kicauan burung pun ikut meramaikan hari yang cerah dengan kilauan mentari.
Itu hanya deskripsi bagi seluruh insan yang menjalani hidupnya penuh dengan kata 'bahagia' disetiap detik nafasnya.
Tak berguna bagi seorang Lee yang kini tak mempunyai semangat disetiap kegiatan yang dijalaninya, kejadian itu berdampak signifikan bagi kelangsungan nya.
Langkah demi langkah kaki kecil itu menaiki anak tangga yang lumayan menguras kalori energi sang pemilik, tanpa sarapan sedikitpun. Bagaimana tidak kondisi rumahnya tak jauh berbeda saat semalam dimulainya perkara itu, lebih baik ia pergi saja meninggalkan rumah secepat yang ia bisa.
Rooftop adalah tempat yang Lee jadikan sebagai penenang rohaninya, dikala ia sudah tak sanggup dengan keras dunia, ia akan meluapkan semua ditempat ini berserta kekesalan, menjerit gusar adalah cara Lee untuk melupakan sekilas kehidupan hancurnya.
Disaat ia merintih dan menangis, bukan berarti ia lemah, Lee hanya tak dapat mencari jalan lagi dan tak tahu kemana kakinya dapat melangkah pergi.
Saat kejadian itu pula, ia tak mempunyai teman satu pun banyak yang menjauhinya dengan alasan takut kesialan menimpa mereka yang mendekat ataupun berteman dengan seorang Lee ini.
"SAYA BUKAN ANAK SIAL!!!" ucap Lee nyaring kependengaran mereka dengan disertai raut marah didepan pintu kelas saat mereka menghalangi Lee dengan segerombol geng dari angkatan yang sama dengannya.
"Dasar anak sial, kalian jangan pernah lagi berteman dengan dia ayahnya adalah seorang pemabuk di skybar ... sangat menjijikan" leader dari pembully itu pun angkat suara menimpali dengan melecehkan Lee seorang diri.
"Perlu kalian tahu.. ayahku bukanlah seorang pemabuk seperti yang kalian pikirkan!!" Lee berbohong hanya untuk menutupi aib sang ayah, ia tak mau kalau sampai semua tahu apa yang mereka katakan memang benar.
"Kalau ayahmu bukan seorang pemabuk, terus apa? janganlah mengelak lagi, dan juga ayahmu adalah perusak rumah tangga orang apa kau tak malu dengan itu!!" ucapan anarkis itu keluar dari bibir Kim Park Cho dengan semena mena disertai tawa kemenangan mereka.
Kim Park Cho adalah anak dari tuan Cho sekaligus pesaing dari tuan Hoon, tuan Cho tanpa henti hentinya terus ingin menjatuhkan derajat sang CEO tersebut yang bukan lain adalah tuan Hoon ayah dari Lee Jeun Hoon, maka dari itu seluruh marga Cho, akan terus membenci keluarga Hoon, sampai kapanpun selama targetnya akan hancur.
"Jangan pernah kau bawa nama keluargaku dari omongan sialanmu itu!!" berontak Lee yang tak tahan dengan apa yang tadi Kim katakan.
"Heeyy.. kau tak pernah bersyukur masih bisa bersekolah disini hahh!!" ucapnya dengan mencengkram kerah baju Lee sekuat tenaga Kim yang ia miliki.
"Aku bukannya tidak mau mensyukuri semua nikmat yang diberikan di hidup ini, aku hanya bisa mempertanyakan, kenapa orang-orang dapat bersyukur di hidup yang kejam seperti ini?"
" ... " mereka hanya diam dengan jawaban spontan Lee tadi, apa yang harus mereka jawab?
"Bila kita diwajibkan untuk bersyukur di hidup ini, kenapa harus ada kehidupan yang menyakitkan seperti ini?" tanya Lee pada mereka dan kali ini cengkraman yang ada di baju Lee pupus sudah menyisakan tanda kepalan di kerah baju menjadi kusut disana.
Lee bukanlah orang yang lemah jika ia dihadapkan pada seorang yang akan menindasnya, ia akan membalas dengan kata yang dia berikan tanpa ada main fisik yang di lakukan, berbeda dengan lainnya.
Mereka hanya bisa terdiam memikirkan ucapan Lee barusan, dan pergi menyisakannya seorang diri tanpa ada kata ataupun balasan sedikit yang Lee terima dari mereka.
Pintu kelas kini terbuka tanpa ada gerombolan yang menghadangnya lagi dengan leluasa, ia seharusnya langsung masuk kelas saja dengan gampangnya tapi yang ada dipkirannya saat ini adalah pergi kemana pun sebelum bel dibunyikan.
Ya, kemana lagi anak kecil itu kalau bukan tempat satu satunya yang hanya ia tahu dari semua siswa yang ada disini, benar sekali. Rooftop.
Ia bolos pelajaran selama hari ini, otaknya tak sangup untuk menerima apapun yang diberikan nanti, Lee akan tetap disini sampai bel akhir berbunyi ia tak mau diganggu saat ini juga, ia butuh menenangkan pola pikirnya, itu saja.
Tidur sejenak mungkin adalah caranya untuk melupakan sekilas masalah yang ada, merehatkan pikirannya yang urak-urakan. Itu sudah cukup bagi Lee.
Ia merebahkan dirinya disofa lapuk yang ada disalah satu sudut rooftop disana, saat ia ingin memejamkan kedua matanya, tiba-tiba ia teringat perkataan dari perdebatan kecilnya tadi.
'Dasar anak sial, jangan pernah berteman dengan dia, ayahnya adalah seorang pemabuk ... sangat menjijikan'
'Kalau ayahmu bukan seorang pemabuk, terus apa? janganlah mengelak lagi, dan juga ayahmu adalah perusak rumah tangga orang lain apa kau tak mali dengan semua itu'
Emosinya memuncak seketika mengingat perkataan sialan itu terngiang kembali dikepalanya, ia menjadi semakin benci terhadap ayahnya sendiri. sangat benci.
***
POV Lee Jeun Hoon
Semakin tinggi derajat kita, semakin banyak pula disekeliling yang ikut membenci kita, ntah apa alasannya yang jelas dimata mereka setiap aktivitas kita selalu bertolak belakang dengan hati mereka.
Aku tak tahu harus bgaimana? aku benar benar hancur mengetahui ia menjalin kasih berdua, aku gila .. seantero sekolah mengetahui bahwa aku 'berbeda' aku tak sanggup lagi dengan semuanya. muak.
Aku tahu ayah punya selingkuhan dengan sekretaris nya sendiri, hanya saja aku bungkam dengan semua yang telah dilihat mataku tadi pagi.
Ya, aku melihat ayah merajut kasih dengan wanita beranak satu sialan itu, aku cemburu dengan apa yang tadi menimpaku, ia menggendong seorang anak kecil berumur tiga tahunan dengan penuh rasa sayang sebagai seorang ayah.
Satu masalah tak apa untuk ku, tapi mengapa ujian itu harus mengikutiku kemanapun aku pergi, aku bosan dengan semua ini, tak kupungkiri jika aku benar benar mengalami depresi.
Keluargaku hancur, sebagai seorang yang terpandang kemudian pecah tak menyisakan sedikitpun bagian kecilnya, dan kini banyak cctv negara yang menyinyir kami, mulut-mulut pedas mereka bertebaran kemana yang bisa ia tunjukan kepada publik.
Aku tak seberani dulu lagi, aku takut terhadap dunia luas ini aku lebih baik menyendiri dan pergi, hari-hari yang kulalui hampa tanpa ada kata kembali pada cinta, kalimat yang tepat adalah untuk mengakhirinya.
Semenjak aku menginjak usia genapku, tak ada kata cinta yang bisa kupercaya, menurutku cinta itu hanya deskripsi perasaan hati belaka.
Prinsipku hingga sampai saat ini adalah membencinya, aku harus pergi jauh darinya sebelum ulasan itu menyakitkan kembali pada lampau ku dulu.
Aku benci mengetahuinya jika ia lebih dekat dengan jalang penggoda itu, walaupun jarak ruang kami jauh terlebih ia adalah lebih tua dariku umpatan kotor selalu menggema dalam hatiku jika mengetahuinya saat ia lebih dekat dengan ayahku.
Insting liar ku benar benar nista aku sangat mengutuk itu, semua orang jadi hina hanya karena aku yang bodoh tak tau diri ini, aku hanya takut tersakiti lagi jadi aku memilih untuk pergi meninggalkan cinta kasih sayang yang dibuat ayah, sekarang dan sampai selamanya aku akan terus membenci kosa kata cinta itu.
Bertahun-tahun kami merajut kenyamanan dalam berkeluarga, dan sekarang tak ada lagi kata nyaman yang terukir dalam jalinan tersebut. miris.
***
Rooftop adalah tempat pertama kali yang lee temukan tanpa sengaja saat ayahnya diangkat sebagai CEO waktu itu, ia merasa sangat bahagia sekali, karena sangat senangnya ia tak tentu arah mau kemana dan akhirnya menemukan area seperti ini.
Menjadi pemimpin perusahaan adalah cita cita tuan Hoon dari dulu, tak bisa dipungkiri kalau keluarganya sangat beruntung dan harmonis. Itu dulu.
Jangan sampai rooftop ini menjadi hal yang sangat bahagia dan menjadi pengakhiran hidup Lee Jeun Hoon saat ia merasa kacau, itu tak mungkin. atau bisa saja terjadi kan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hate love
Short StoryDalam hidup ini kita sering dihadapkan dengan situasi yang kelam dan sulit. Jiwa sering tidak tenang dan gelisah selalu ada dalam hati dan pikiran kita. Dalam kondisi seperti ini kita membutuhkan santapan rohani yang dapat menjernihkan hati dan pik...