"Uwuwuwu..." Cermin yang menambilkan bayangan pemuda brunet terus dipandang. Rambut dengan warna senada pohon oak itu disentuh. Dirapihkan berulang kali.
Mata emelard berkedip beberapa kali. Bulu mata lentik alami sedikit dibalut maskara. Bibir dengan polesan lip balm maju - maju seperti ikan koi minta dicipok.
"Aduduh, manis banget sih kamu." Ujarnya pada pantulan bayangannya sendiri. "Udah deh Ren. Plis." Kata Jean yang sedari tadi memandangi perilaku temannya yang sudah mengaca dan menata ulang dirinya sekitar sejaman.
"Apasih?!" Gerutu Eren. "Haaah..." Mikasa mengambil cermin didepan Eren. "Are? MIKASA KEMBALIKAAAN!" pekik Eren.
"Eren kau sudah manis." Kata Mikasa. "Tapiii..." "sudah cukup ngacanya." Potong mikasa. Eren mengerucutkan bibirnya. Mendumel sendiri. Tangan kecilnya sudah dilipatkan didada. Tanda dia marah.
"Sudahlah Eren, kau sudah cakep kok!" Kata Armin menepuk pelan bahu temannya. "Benarkah Arminn?" Eren menghadap Armin, menatap jamur pirang itu dengan penuh harap.
Armin mengangguk mantap.
"Makasih~" dua uke kembali berpelukan ria.
Lagian guys, gimana ga cakep? Wong tuh makeup, makeup limited edition import koriyah negara oppa oppa unch. Hasil ngerengek ke qaqa parlan.
"Bodo ah." -Jeankasa.
◎○◎
"Yaay! Bel! Eren mau nyari senior Levi ya!" Kata Eren segera ngacir ke pintu. "Tunggu! Eren!" Mikasa segera menyusul Eren. Namun sangat disayangkan. Dengan tubuh mungilnya Eren berhasil menyelip - nyelip diantara segeromnolan mahasiswa yang berbondong - bondong menuju kantin.
"Ah sial." Umpat Mikasa. Mikasa sangat amat menolak rencana Eren yang menjadikan kakak sepupunya itu target selanjutnya.
Bukan sayang sama kakaknya. Melainkan Mikasa sangat sayang Eren. Dia takut Eren terbawa permainan iblis kakanya dan tersakiti.
Ia tidak mau itu terjadi dengan Eren.
.
"Permisi!" Eren nyeruduk sana sini udah kayak banteng mini.
"Aduh hati - hati dong!" Protesan terkadang terdengar dari mahasiswa yang menjadi korban Eren.
"Maaf Eren buru - buru!"
Setelah nyeruduk kesana dan kemari, Eren akhirnya menemukan pujaan hatinya. Eaa eaa... atau kita sebut aja pujaan dompetnya. HAHA!
"LEVII SENIOR!" Eren berlari menghampiri kakak tingkatnya itu. Levi berbalik, menatap brunet dengan tatapan malas.
"Oh, bocah pendek." Responnya.
"Ih Levi senior juga pendek!" Balas Eren.
"Pendekan lu lah."
"Wajar kan Eren masih junior dibandingkan Levi senior."
"Au ah bacot.""Ihh... senior kok kasar ngomongnyaa..." Eren manyun.
"Mang gue peduli?" "Peduli dong! Levi senior kan pengen buat eren jatuh cinta sama seniorkann?"
Dengan perkataan itu, mereka sukses jadi pusat perhatian.
"Wah, sudah kuduga Levi pasti diam- diam 'main' dibelakang Petra."
"Yalah, cowok sekeren dia mana mungkin cuman punya satu."
"Ga rela kalau Eren yang harus dipermainkaan..."Bisik - bisikan terdengar.
"Tch." Levi berdecak. Kakinya segera melangkah, menarik tangan Eren untuk mengikutinya.
"Brak!" Pintu toilet dikunci. Eren dipojokan didinding. "Dengar ya bocah. Abaikan saja yang kemarin. Jangan ganggu hidup gue." Kata Levi.
"Tapi kenapa?" Tanya Eren memiringkan kepalanya.