1

57 4 0
                                    

Klekk

"Aku pulang."

Jungkook menutup pintu apartemennya dan mengedarkan pandangannya. Kemudian terdengar helaan nafas dari bibir pemuda manis itu.

"Sampai kapan aku akan melakukan ini? Bahkan tidak ada yang akan menyahutiku saat pulang," lirihnya.

Sesaat ia menyesal masih melakukan kebiasaan itu. Berkata 'aku pulang' setiap dirinya baru pergi dari luar rumah. Ia merutuki dirinya sendiri, karena rasa rindu yang begitu menyesakkan kembali meremas hatinya. Ia teringat akan sosok kedua orang tuanya yang sudah meninggalkannya.

Dengan gontai, kakinya melangkah memasuki kamarnya. Matanya tertuju pada sebuah bingkai foto di atas meja belajarnya, menatapnya sendu. Di foto itu nampak Jungkook kecil tengah tertawa dengan riangnya, menunjukkan gigi kelincinya. Dengan kedua orang tuanya di samping kanan dan kirinya memeluknya sambil menyunggingkan senyum bahagia. Foto terakhir mereka sebelum insiden mengerikan itu terjadi.

Jungkook merasakan perih yang amat sangat. Ia merindukan senyum itu. Ia merindukan pelukan hangat mereka. Ia merindukan dongeng pengantar tidurnya setiap malam. Ia merindukan kecupan lembut di pipi gembilnya. Ia merindukannya. Sangat merindukannya.

Dengan perasaan yang bercampur aduk, tangannya meraih bingkai foto itu lalu memeluknya erat. Jungkook dapat merasakan air matanya jatuh di sudut matanya. Namun ia tidak mengenyahkannya dan membiarkan bulir bening itu menuruni pipi mulusnya. Menangis dalam diam. Matanya memejam, menahan perasaan yang menguasainya saat ini.

'Aku merindukan kalian, sungguh. Aku sendirian. Tidak ada yang ingin bersamaku. Bahkan mereka menjauhiku sebelum mengenalku, seolah aku hal terburuk yang pernah mereka temui.'

'Appa, Eomma, apa aku sekotor itu? Hanya karena aku mempunyai perasaan yang berbeda? Apa aku tidak normal?? Hingga orang yang kucintai pun membenciku.'

'Rasanya sungguh menyakitkan.'

Isakan mulai terdengar di kamar itu. Seberapa keras Jungkook menahannya, tapi akhirnya lolos juga. Keadaan ruangan yang gelap dan dingin membuat suasana semakin sendu. Jungkook merasakan lututnya lemas, kemudian tubuhnya jatuh terduduk tanpa tenaga lagi menopang dirinya. Masih memeluk erat bingkai foto, air matanya terus berjatuhan. Dingin menyelimuti pemuda manis itu.

Setelah sekitar 5 menit, Jungkook masih sesenggukan namun air matanya sudah berhenti keluar. Ia mengusap pipinya kasar, menghapus jejak air mata yang tercetak jelas di sana. Perlahan berdiri dengan bertumpu pada pinggiran meja belajarnya. Ia meletakkan kembali bingkai foto itu ke tempatnya semula. Menatapnya sebentar kemudian tersenyum, senyum pedih.

Atensinya teralih pada bingkai foto yang lebih kecil di samping fotonya dengan orang tuanya. Ia menatap nanar foto itu. Air matanya mendesak ingin keluar lagi. Ia kembali merasakan hatinya berdenyut nyeri. Fotonya dengan teman masa kecilnya, cinta pertamanya, orang yang amat dikasihinya, yang namanya terpatri indah di lubuk hatinya yang terdalam bahkan sampai sekarang. Foto itu diambil ketika hari kelulusan mereka di SMP. Hari ketika kedua kalinya Jungkook merasakan sakit yang teramat sangat, hari ketika hatinya kembali hancur berkeping-keping karena orang yang dicintainya.

Tangannya terulur untuk meraih bingkai itu, berniat mengambilnya. Tapi ia urungkan dan beralih menidurkan bingkai itu, menutupnya. Ia terlalu lelah untuk menangis lagi, sudah cukup untuk hari ini ia menerima semua rasa sakit itu.

"Ah badanku lengket. Sebaiknya aku mandi saja."

Jungkook melangkah untuk mengganti seragamnya dan membersihkan diri. Kemudian tidur, mengumpulkan tenaga bersiap untuk menerima kembali rasa sakit esok hari. Tidak butuh waktu lama, ia hanyut dalam dunia mimpi. Dunia yang tidak akan pernah ia miliki di dunia nyata.

Different (Taekook/Vkook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang