Tidak lah sulit muntuk mengetahui latar belakang pemuda berjaket denim yang memperkenalkan dirinya sebagai Hwang Hyunjin itu. Dia menceritakannya dengan sukarela. Tidak peduli konsekuensi memberikan detail tentang hidupnya kepadaku. Yang mungkin saja dapat aku gunakan untuk menjebaknya jika perlu.
Yang dapat kutahu, dia tidak lain daripada orang dungu yang bermain-main dengan sisi gelap dari dunia.
Tidak bermaksud mengkhawatirkannya, tapi jika itu bukan denganku, sudah dari beberapa jam yang lalu dia tertangkap oleh aparat. Atau mungkin saja jiwanya sudah sampai di rumah maha kuasa.
Yang kutahu, Hyunjin adalah anggota kartel yang jaringannya cukup luas di Seoul. Dia tidak memiliki jabatan dan peran yang sangat penting, namun dia dapat menjadi pion yang empuk oleh para atasannya melihat betapa naifnya laki-laki itu.
Sekarang hampir pagi, rasa asam pada mulut membuat aku menyulut api pada lintingan tembakau, berdiri disambungan gerbong kereta dengan pintu yang terbuka. Angin pagi menerpa wajah, terasa cukup menyegarkan dan menyapu semua rasa kantuk yang sempat datang.
Pikiran melayang kedepan, membayangkan situasi terburuk yang mungkin akan terjadi saat aku tiba.
Iming-iming uang sebesar dua puluh ribu dollar memang menggiurkan. Tapi aku tidak pernah berhenti waspada kepada kemungkinan terpahit saat aku tiba.
Apa aku akan ditipu?
Ataukah aku ternyata akan dibunuh karena dianggap saksi yang perlu dilenyapkan secepatnya juga?
Atau mungkin, ternyata lelaki bermarga Hwang itu yang akan mengkhianatiku?
"Hey." Dirasa tepukan pelan pada bahu, membuat atensiku beralih pada pemuda dengan jaket denim yang masih betah ia kenakan.
Dehaman sebagai pengganti kata 'ada apa' menjadi balasku. Hyunjin berdiri di sebrang lain, menatap kearah langit yang semula pekat menjadi lebih terang sebelumnya mengarahkan pandanganya padaku.
"Aku tidak tahu kalau kamu perokok, Ryujin." Iya, Aku memberi tahu namaku padanya. Sebagai balasan setimpal karena dia memberi tahuku nama aslinya. Aku selalu adil dalam apapun. Karena itu kuberitahu dia apa yang dia mau.
"Akan sangat kekanakan kalau aku menghisap lolipop."
Balasan asalku dibalas tawa renyah Hyunjin, yang aku dapati detik selanjutnya, kalau ternyata matanya menyipit disaat dia tertawa. "Kamu bersikap sok keren seperti orang dewasa disaat wajahmu saja masih nampak lebih muda dariku."
Tertangkap bagai sebuah ledekan ditelingaku aku mengerutkan kening. "Apa aku terlihat seperti bocah untukmu?"
"You look cute. That's what i mean." Balasnya lagi dengan senyum jenaka yang membuat aku memutar bola mata.
"Oh, aku tersanjung." Balasku sambil kembali menghisap lintingan tembakau dan menghembuskan kepulan asap ke udara.
Rembulan ditelan pekat, kereta tua ini terus berjalan membelah langit malam. Lelaki bermarga Hwang masih berdiri memperhatikan pemandangan yang tak begitu terlihat sebab ditelan gelap. Pandangannya menerawang aku tidak begitu peduli dengan apa yang ada di pikirannya.
Hyunjin menoleh kemudian bertanya, "Pernah berpikir berhenti dari dunia ini, Shin Ryujin?" Aku mengangkat alis. "Tidak bermaksud apapun, aku hanya penasaran saja. Apa kamu pernah berpikir untuk hidup normal?" Ia kembali bertanya.
"Aku tidak suka menceritakan apapun pada siapapun."
Hyunjin mengerjap, kemudian memukul bibirnya yang kupikir itu -sedikit- terlihat lucu. "Oh. Maafkan mulut bodohku. Silakan nikmati tembakaumu." Ujarnya kemudian berbalik hendak menjauh sebelum kemudian aku membuka mulutku lagi.
"Namun karena kamu telah bertanya aku akan bertanya balik." Aku membuka mulut sukses membuat Hyunjin menghentikan langkahnya. Kujatuhkan puntung rokok, menginjaknya dengan asal. Kemudian balik menatapnya, "Hidup yang bagaimana normal itu? Dunia sudah tidak waras. Penindasan, kemunafikan, kepicikan telah marak. We're hurting each other everyday, lantas yang seperti apa normal itu?"
Hyunjin terkekeh. "Yang tidak kejar-kejaran setiap harinya. Yang tidak harus bersembunyi dan memakai nama identitas. Yang mungkin tidak harus melakukan pekerjaan kotor dengan orang asing sepertiku?" Jawabnya dengan seringai jenaka di akhir kalimatnya.
"Kehidupan yang bekerja 8 jam, menjadi bawahan penurut di depan atasan, memakinya saat di belakang demi uang kah yang kamu maksud?" Aku berdecih. "Tidak kah kamu pikir itu sama sekali tidak menarik?"
Hyunjin tersenyum. "Benar."
Aku merapatkan jaketku, "Tidak ada kehidupan normal untuk orang sepertiku, Hwang Hyunjin. Dan begitu pula kamu. Once you were dropped into this world, there's no way to escape." Seperti waktu yang tak pernah menunggu, aku langkahkan kakiku meninggalkannya dari tempat itu. Malam semakin larut aku harap sampai dengan cepat.
●○●○
'Temui aku di jalur nomor 2. Aku akan tukar tas yang kau bawa dengan tas yang kubawa. Uang bayaranmu ada di dalamnya.'
Begitu katanya.
Kami tiba pukul empat di stasiun akhir sesuai dengan rencana. Hyunjin tidak berhenti mengeratkan giginya, membuat suara yang paling benci kuderngar.
"Tidak bisa kah kamu berhenti melakukannya?" Aku bertanya padanya, dengan nada tenang namun jelas ketara bahwa aku sangat memaksanya untuk berhenti melakukan itu.
Ia menjawab dengan kalimat tanya yang menyebalkan, "Apa?"
"Gigimu, berhenti menggesekan rahang atas dan bawahmu. Itu menjijikan." Aku memperjelas.
"Dingin. Ini kebiasaanku. Terbiasalah."
Aku berdecih. Sudah pukul 4.12 seseorang itu tidak kunjung terlihat. Dan terkutuklah angin dingin yang menerpaku. Hasrat ingin buang air tiba-tiba datang. Aku merapatkan mantelku. Berusaha menahan. Namun setiap angin berhembus semakin terasa, indraku kian sensitif.
Oke. Aku harus ke kamar mandi.
Aku serahkan tas itu pada Hyunjin yang masih saja mengeratkan giginya dengan menyebalkan. "Aku akan ke kamar mandi. Pegang ini, aku hanya butuh waktu 2 menit." Kataku cepat kemudian melangkah.
Aku menoleh, mendapati ia menatapku juga. "Dan jangan mati." Kataku kemudian lanjut melangkah.
●○●○
Dua menit kemudian muka pucat pasi Hyunjin adalah yang kudapati saat berlari kecil ke arahnya. Kupikir dia adalah mayat hidup jika ia tidak cepat membuka mulutnya.
"R-Ryujin."
Aku membalasnya dengan ekspresi bertanya.
Ia mengangkat kartu nama bernamakan 'Lee Kyung Soo' dengan tittle dokter spesialis pada ujungnya. Kulirik pada tas yang dipegangnya, dan isinya berubah menjadi sebuah tas dengan isi beberapa berkas dan buku yang tak kumengerti.
Satu yang aku tahu, tas kami telah berpindah tangan.
"Oh, fuck."
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
The F*cking World // Hyunjin x Ryunjin
FanfictionF*cking story about f*cking love between two broken f*cking teenagers face this f*cking world. . . . . . . . . . ⚠ This story is very absolutely definitely uneducated and full of rants. Be aware, pals.