O2 : The Girl in The Choach Number Six

309 39 3
                                    

Lampu hijau, tanda untuk mulai melanjutkan langkah tungkainya. Puluhan atau bahkan ratusan orang memulai langkah kakinya kembali. Seoul masih ramai di malam hari, benar-benar kota yang tidak pernah tidur. 

Lihat saja bagaimana mata-mata mereka yang menatap lurus kedepan, enggan peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya, enggan peduli dengan satu bintang yang rela membakar dirinya lebih cepat agar benderang lebih terang dari yang lainnya, mencuri atensi yang terlihat sia-sia saja, sebab nyatanya ponsel mereka lebih menarik daripada pencurian yang terjadi disudut gang, atau mungkin tabrakan di perempatan jalan, apalagi bintang yang besinar diatas sana.

Dunia kian membosankan tiap harinya, tiap detiknya. Sesak dunia ini dengan mereka manusia-manusia yang menjalani hidupnya terlampau normal. Seragam. Monoton. Sekaligus membosankan.

Lelaki dengan jaket denim yang membalut tubuh dengan kaus hitam itu berjalan ditengah ramainya kota. Sesekali memperhatikan tiap-tiap wajah yang menarik perhatian, juga mengulurkan tangan untuk mengambil satu-dua benda dagangan penjual tanpa membayarnya. Bukan karena tidak mampu, hanya saja, senang sekali rasanya menjadi jahil.

"Jalur 4, Gerbong 6." Dia melafalkannya jadi sebuah bisikan kecil diantara kebisingan dunia malam.

Hari ini ia melangkah sebetulnya bukan misinya, bukan pekerjaannya. Salahkan Changbin yang teledor hingga harus berurusan dengan polisi dan mungkin terancam masuk penjara jika Felix tidak mencari solusi soal terlacaknya sidik jari lelaki itu di sebuah brangkas narkoba yang ditemukan aparat kepolisian. 

Hingga  disinilah ia, harus menggantikannya mengantarkan tas hitam sialan ini ke seseorang di Daegu nanti bersama dengan seseorang yang juga tidak ia ketahui siapa-siapanya. Dia hanya tau untuk menemui salah satu gadis dengan jaket merah di gerbong nomor enam di kereta arah Daegu.

Dan lihat, ada belasan atau mungkin puluhan kepala di gerbong yang disebutkan, dan ia tidak menemukan satu kepalapun yang mengenakan jaket merah.

Apa ini hanya sebuah lelucon Changbin yang menyebalkan?

Hyunjin berdecih, jika ya, akan ia bunuh Hyung pendek itu saat ditemuinya.

Orang dalam gerbong mulai menatapnya curiga karena melihatnya mondar-mandir hampir empat kali balikan untuk memastikan bahwa gadis dengan jaket merah sialan itu tidak ada.  

Seseorang yang bicara lewat pengeras suara memberitahu bahwa kereta akan segera melaju, tanda benar saja kalau ini hanya sebuah lelucon garing semata.

Lelaki itu melangkahkan tungkainya, kuasanya siap-siap meraih ponsel menelpon seseorang yang entah siapa --entah itu Felix, Jisung, atau siapapun-- untuk dimaki-maki.

Tiga langkah untuk keluar dari kereta itu, Hyunjin menangkap objek yang berdiri hendak berpapasan dengannya. 

Seorang gadis dengan rambut sebahu dengan hoodie merah yang kebesaran menutupi setengah dari wajah mungilnya. Saat pandang beradu dan netra legamnya menangkap netra kecoklatan didepannya, lelaki itu seperti tau kalau dia adalah orangnya.

Atensi gadis itu beralih dari mata melirik ke arah tas hitam di tangannya lalu kembali ke mata.

"Are you that guy?"

Setelah sekian detik diam jadi jawab, akhirnya kata dari lisan terucap. "Ah— yeah, you can say so."

"And so, you are that guy?"

Netra kecoklatan itu balik menatapnya dengan tatapan paling tenang yang pernah dilihatnya dari seorang gadis Lalu melangkah kedepan melewatinya "Hell yeah. I am that girl. Let's go." katanya sambil berlalu. Membuat Hyunjin ingin menampar lidah kurang ajarnya yang melakukan kesalahan bodoh di depan seseorang yang baru dikenalnya.

Kereta berjalan membelah langit malam dengan satu bintang yang nampak bersinar, hari ini adalah misi pertama yang dilakukannya bersama seorang stranger


○●○●


Yang dapat diketahuinya dari gadis dengan jaket merah di depannya adalah, dia, seorang anti-sosial yang payah berkomunikasi dengan manusia namun pandai berbicara dengan mesin. Lihat saja gadis itu sedari tadi melakukan sesuatu dengan komputernya, nampak sibuk sekali. Mungkin dia sedang memainkan zuma atau feeding frenzy atau permainan bodoh semacamnya sebagai alibi untuk tidak bicara dengannya.

Tidak ada percakapan selain saling sapa dan bertanya sudah berapa lama menunggu. 

Hyunjin benci keheningan yang canggung seperti ini.

"Ekhm," Berdeham ia, membersihkan tenggorokan sekaligus menarik atensi dari si gadis yang ternyata tidak berguna. "Jadi," ucapnya digantung, sengaja untuk membuat si gadis mengangkat kepalanya dan mentapnya. "Siapa namamu?"

"Bukankah aku sudah membicarakannya? Ran."

Hyunjin menggeleng seperti memberitahu bukan itu maksudnya. "Maksudku, namamu, yang sesungguhnya." Ulangnya yang dibalas dengan tatapan bertanya si gadis yang menatapnya seolah dia adalah orang paling gila di dunia.

"Kau tidak sungguh-sungguh dengan pertanyaanmu, kan?"

"Kenapa tidak? Kamu tidak bermaksud merahasiakan namamu dengan kolega mu kan?"

"Jangan bilang Hyunjin adalah nama-" Gadis itu memijat pelipisnya pelan dengan jemari yang sedari tadi ia gunakan untuk mengetikkan sesuatu dengan keyboard laptopnya. "Astaga."

"Kenapa? Bukankah wajar? Memperkenalkan diri pada seorang kolegamu?"

Hyunjin tidak dapat melihat dimana titik kesalahan dia yang memperkenalkan dirinya pada seseorang. Kenapa gadis di depannya ini menatapnya dengan tatapan oh-tuhan-yang-benar-saja.

"Dengar, aku tidak mengerti kenapa kamu begitu mudah memberi nama aslimu kepada orang asing terlebih itu pada orang sepertiku, tapi Hyunjin, jangan lakukan itu untuk keselamatan kepalamu."

"Orang sepertimu yang kau maksud itu orang yang seperti apa?"

Gadis berambut tanggung itu memutar bola matanya malas, tak ada balas yang diberi, hanya suara jari yang beradu dengan keyboard yang jadi jawab sebelum akhirnya diputar laptop itu untuk memperlihatkan suatu data yang tertera di layar laptop usangnya.

Data tentang orang bernama Hwang Hyunjin, alamat, nomor telepon, alamat surel, keluarga, riwayat pendidikan, bahkan IP adress dan Mac adress dari ponsel yang digunakan yang dapat dilacak kapan saja.

"Sudah mengerti? Aku bisa membunuhmu kapan saja. Berhati-hatilah, Hwang Hyunjin."

Lalu Hyunjin memilih untuk diam tidak merespon hingga gadis itu kembali menyibukkan diri dengan laptopnya, mengambil permen karet di saku jaketnya, mengunyahnya dalam diam.

Sialan, Changbin. Berurusan dengan siapa sebenarnya orang itu.


tbc.

The F*cking World // Hyunjin x RyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang