01

18 2 1
                                    


Sore ini, tidak banyak pengunjung ditaman. hanya menyisakan beberapa orang itupun sudah akan pergi, namun berbeda dengan  seorang wanita yang sekarang sedang duduk dibangku taman sendirian. Wanita itu asyik memperhatikan hal indah di hadapannya, senja.

Ya, wanita itu asyik memperhatikan senja dihadapannya. Tidak ada yang lebih indah dibanding memperhatikan senja baginya. Senja yang menjadi pembatas antara siang dan malam.

Tidak ada yang dilakukan oleh wanita itu, selain hanya terduduk sambil memperhatikan senja yang selalu nampak mengagumkan dari sini. Namun, lain hal dengan pikiran dan juga hatinya.

Sekarang pikirannya sedang memutar ratusan kenangan indah, yang  ingin sekali wanita itu hilangkan. sedangkan hati nya, hantinya sibuk memendam rasa rindu, mungkin sekarang orang - orang bisa mendengar bahwasanya hatinya sedang merindukan seseorang

Kenangannya, terlalu menyakitan untuk diingat. Lihat saja sekarang, mata wanita itu sudah hampir mengeluarkan  kristal bening dari matanya. Memang selalu seperti itu, pasti berakhir dengan air mata yang berlomba untuk keluar.

Dan sekarang Pecah sudah,  wanita itu menangis dibangku taman sendirian dengan ingatan yang terus menampilkan gambaran yang ingin sekali wanita itu hilangkan.

Langit Argantara, ingatan wanita itu terus saja memutar kenangan indah bersama langit. Bahkan sekarang bayangannya terasa sangat nyata, ada apa dengan wanita itu? Mungkinkah dia merindukan Langit?

Putri Sabiru, wanita itu tampak tidak sedang baik - baik saja sekarang. Dengan rambut yang diikat sembarangan, menyisakan beberapa rambut berterbangan ketika angin meniup pelan. Tangannya dipakai untuk menutup wajahnya, yang sekarang basah oleh air mata. Atau mungkin dia malu kepada dirinya, karena menangisi hal yang  seharusnya tidak ia tangisi??

Melihat senja sampai kemudian menangis, seperti itulah siklusnya. Selalu saja, setiap sore Biru tidak pernah absen dari hal yang satu ini. Entah apa yang dia harapkan dengan melakukan hal itu setiap sore.

Tidak, dua tahun yang lalu Biru tidak sendirian menatap senja. Biru selalu ditemani oleh langit. Pria yang pertama kali mengajaknya untuk menikmati keindahan senja. Sungguh itu menyenangkan, tetapi dulu sebelum akhirnya langit menghilang.

Padahal sebelumnya tatapan langit selalu meneduhkan disela - sela Biru menatap senja. Biru selalu nyaman ketika bercerita kepada langit tentang semuanya. Mata langit, Biru menyukainya. Ralat sangat menyukainya, Biru rasa setiap orang pasti akan beranggapan sama dengannya.

Tatapan mata Langit, mampu membungkan sorot mata lain yang menatap manik matanya. Terlebih senyum pria itu yang jarang dia berikan kepada yang lainnya. Yang terkadang selalu dia sembunyikan dibalik wajah dinginnya. Tidak, semua itu tidak benar. Langit memiliki senyum yang indah yang semua orang pasti terpukau saat melihatnya.

Namun sayang semua itu hanya dapat Biru lihat dua tahun yang lalu. Setelah insiden waktu itu, Biru tidak pernah lagi melihat tatapan dan senyum langit terkecuali dalam foto yang menangkap dirinya dan langit yang berfoto bersama saat mereka sedang berada dipameran Malam itu.

Aneh nya, tatapan dan juga sorot mata Langit tidak pernah pudar dalam benak Biru. Semuanya masih terekam jelas bahkan terlampau jelas untuk sebuah kenangan.

Biru terlalu lemah untuk menghapus semua kenangan itu. Lihat saja, sekarang dia masih sibuk menangis ditempat awalnya. Biru terlalu lemah untuk menanggung semuanya sendirian.

Menanggung Semua kenangannya,
Semua harapannya,
Dan terlabih semua yang telah terjadi. 

Mungkinkah Biru menunggu Langit?? Biru terlalu berlebihan dengan ekpetasinya. Berharap sesuatu yang telah berakhir bisa bersama kembali. Lihat saja bahkan dua tahun ini Langit tidak pernah terlihat, jangankan terlihat mengirimi kabar kepada Biru pun tidak pernah? Lantas apalagi Yang Biru inginkan ketika semuanya sudah nampak jelas. Bahwa langit menghilang

Rindu, kecewa, benci, semuanya bercampur menjadi satu. Teracik dalam sebuah rasa yang bahkan Biru sendiri tidak mengerti perasaan macam apa ini.

Namun langit tetaplah langit, pria yang selalu Biru harapkan untuk kembali menghiasi hari - harinya. Menemaninya menatap senja yang indah. Masih ditempat yang sama, tempat yang sekarang Biru habiskan waktunya untuk menangis.

Langit..
Sebuah nama yang indah untuk seorang pria yang penuh dengan teka - teki.
Kalian ingin mendengar kisah Biru dan Langit?

Dan beginilah kisahnya ....









Hallo, readers jangan lupa untuk vote and comment cerita ini ya. Dukungan kalian sangat berpengaruh lho.
Gimana nih sejauh ini, lanjut jangan?? Kalau lanjut lansung aja di comment yaa. Terimakasih.

Love you

Pesona LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang