Hanya dengan melihat senyuman mu, aku yakin besok dan seterus nya adalah hari hari terindah ku.
H. Graciella Aretha
*****
Aku duduk termenung di atas kasur rumah sakit, sore itu gerimis membungkus kota, gumpalan awan-awan hitam terlihat di langit, angin kencang berhembus melewati celah-celah gorden kamar rumah sakit yang sengaja terbuka, sesekali petir terlihat menggores langit mendung.
"Sus, apa aku boleh keluar kamar sebentar?" Aku menoleh, menatap ke arah seorang wanita berpakaian putih yang tengah duduk disamping ku.
Suster bernama Gia itu menggeleng kecil, "Angin sedang kencang noona, nanti bisa membuat keadaan mu semakin buruk." Ujar nya lembut.
Aku menghela nafas, kembali menatap ke arah jendela.
"Memang nya noona ingin pergi kemana?" Suara suster Gia kembali terdengar diantara rintik-rintik air hujan.
"Aku hanya rindu menatap hujan dari jarak dekat, merasakan tetes air nya mengenai tangan ku dengan lembut"
Aku tersenyum tipis, masih menatap ke arah luar jendela, hujan semakin deras.
Wanita muda yang baru berusia 25 tahun itu tak menanggapi ucapan ku, hanya menatap ku dengan pandangan kasihan.
"Noona harus tetap semangat, yakin jika suatu hari noona dapat sembuh dan kembali bermain hujan." Ujar nya kembali menyemangatiku.
Aku hanya mengangguk kecil.
Hening beberapa menit, kami berdua sama sama sibuk dengan pikiran masing masing. Aku yang masih menatap ke arah hujan, dan suster Gia yang masih menatap ke arah ku.
Sampai suara deritan pintu membuat perhatian kami teralihkan, aku menemukan salah satu suster membuka pintu, tersenyum seraya menyapaku.
"Hai Aretha, sedang apa?"
"Ah aku hanya sedang menatap hujan." Jawab ku pendek.
Kulihat suster Gia berdiri, menghampiri teman kerja nya lalu saling berbisik pelan. Aku tak tahu dan tak perduli. Setelah kurang lebih lima menit mereka mengakhiri obrolan kecil mereka, suster Gia pamit kepadaku karna dipanggil oleh dokter.
"Maaf ya noona, dokter Alvin memanggilku jadi aku harus segera menemui nya. Hanya sebentar kok, noona disini saja ya."
"Ya." Aku kembali menjawab pendek.
Tak butuh waktu lama kedua nya pun menghilang dari balik pinti ber-cat putih itu.
Sepuluh menit aku masih terdiam di atas kasur, tak pernah bosan walau sedetik pun untuk menatap hujan yang semakin besar. Tapi kelama-lamaan aku pun bosan, apalagi disini terasa sangat sepi.
Rasa ingin pergi keluar kembali menghampiri ku. Aku berpikir sejenak, sudah lewat dari lima belas menit suster Gia tak kembali. Apa aku jalan jalan sebentar saja? Aku sangat bosan hanya melihat ke arah jendela sejak pagi.
Akhir nya aku memutuskan untuk pergi keluar kamar sejenak. pelan pelan aku menarik sebuah kursi roda dipinggir meja sebelah kasur ku, terbata bata duduk di kursi roda.
Aku masih kuat untuk mendorong roda melewati lorong lorong rumah sakit, sesekali menyapa pasien atau perawat yang lewat. Aku tersenyum tipis, rasanya lebih sejuk.
Saat aku masih berusaha mendorong kursi roda yang kukenakan agar tetap berjalan, saat aku tengah menatap beberap orang yang ada di lorong. Kau datang.
Laki laki itu menggunakan pakaian seperti ku-- pakaian seorang pasien, dibelakang nya ada sebuah selang infusan yang tersambung ke tangan kanan nya, harum mint tercium dari tubuh nya, kulit nya putih bersih dengan mata berwarna hitam pekat. Rambut coklat kehitaman nya terlihat sedikit berantakan. Dia berdiri tepat didepan ku, menjulurkan tangan nya seraya tersenyum lebar.
Aku menyerngit, merasa sama sekali tak mengenal laki laki itu.
"Kau siapa?" Tanya ku pelan.
Satu dua orang memerhatikan, yang lain nya membuang muka dan kembali sibuk dengan urusan masing masing.
"Nama ku Artha, salam kenal Aretha."
Suara nya sangat lembut, tapi juga terdengar berat. Angin kembali berhembus, menerbangkan beberapa helai rambut kami berdua. Hujan mereda, hanya menyisakan gerimis kecil.
Darimana dia mengenal namaku? Pertanyaan itu memenuhi pikiran ku.
Aku belum menerima uluran tangan nya, masih menatap heran ke arah nya yang tak pernah berhenti tersenyum lebar.
"Darimana kau tau namaku?" Dengan sedikit keberanian aku bertanya.
Dia akhirnya menarik uluran tangan nya, mungkin merasa pegal karna sejak tadi aku belum membalas nya.
"Kau tak perlu tau itu, lagipula darimana aku tau namamu itu tak penting." ujar nya benar benar membuat ku heran.
Aku baru saja ingin kembali bersuara, tapi teriakan dari suster Gia sudah lebih dulu menghentikan.
"Yaampun noona!, kau kemana saja? Aku kan sudah bilang jangan pergi keluar kamar. Kalau kau terluka bagaimana? Apa yang akan kuucapkan pada ibu mu?" Suster Gia langsung berucap panjang lebar saat berada didekat ku.
Aku memutar bola mata bosan, tersenyum kecut mendengar rentetan pertanyaan dari suster Gia
.
"Aku baik baik saja sus, tadi aku hanya berjalan jalan sebentar untuk menghilangkan rasa bosan." Aku menjelaskan, membuat nya mengehela nafas lega."Lain kali jangan pergi sendirian, tung- eh Artha? Sedang apa kau disini?" Ucapan suster Gia langsung terpotong saat matanya melihat sosok laki laki yang mengenalkan dirinya sebagai Artha menjulang didepan ku, langsung tersenyum ramah.
"Hai sus, hanya berjalan jalan. Tadi tidak sengaja aku melihat nya tengah mendorong kursi roda sendirian." Artha berujar ramah, seperti sudah akrab dengan suster Gia.
"Suster mengenal nya?" Aku menyela percakapan mereka, tak perduli apakah mereka terganggu dengan pertanyaan ku.
"Iya, Artha anak yang baik. Dia baru dirawat disini dua hari yang lalau dan kamar nya tepat berada disebelah kamar mu" suster Gia tersenyum setelah menceritakan secara singkat laki laki bernama Artha itu.
Dia bersebelahan dengan ku? Kenapa aku tak pernah melihat nya?
"Yasudah, noona ayo kembali ke kamar. Sudah waktu nya kau minum obat."
Suara suster Gia menyentak ku dari lamunan. Aku hanya dapat mengangguk, pikiran ku masih melayang ke mana mana.
"See you Aretha." Artha tersenyum, tangan nya melambai ke arah ku yang telah didorong menjauh.
Aku lagi lagi hanya diam, semuanya masih belum dapat ku mengerti dengan jelas.
Darimana dia tahu nama ku? sebenar nya siapa dia? Dan kenapa jika Artha benar benar memiliki kamar disebelah ku, aku tak pernah melihat nya? Sedangkan suster Gia malah sudah akrab dengan nya.
Apa sebegitunya aku tak perduli dengan sekitar?
Kepala ku pusing memikirkan nya.
Yang kutahu, hingga pagi kembali datang senyuman dan suara lembut nya selalu terngiang ngiang di benak ku.
Artha, nama nya sangat mirip dengan ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Artha Dan Aretha
Teen FictionAretha, gadis yang terbiasa tinggal di kamar rumah sakit itu tiba tiba bertemu dengan sosok laki laki misterius. Nama nya Artha, mereka bertemu tepat di lorong rumah sakit. Tanpa disadari setelah itu mereka menjalin hubungan pertemanan. Hal yang sel...