2(done)

250 34 14
                                    

Selepas malik pulang dari masjid komplek, dia pun kembali tidur karena dirinya baru tidur hanya tiga jam lebih saja. Matanya masih menggelap bak bulan sabit, itu pikir hira. Sedangkan sang istri sudah berkutat di dapur walaupun jam dinding putih di tembok itu masih menunjukkan jam empat pagi.

Hira pun dengan cepat menyelesaikan pekerjaan yaitu memasak agar nanti ia berangkat sekolah tidak telat. Tidak kurang dari satu jam, ia telah menyelesaikan sesi memasaknya yang telah menggugah siapapun yang akan melihatnya. Bau semerbak oseng cumi hitam telah membangunkan empu yang sedari tadi masih tergulung selimut karena tadi tidur terlalu malam. Sedangkan hira sendiri menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap untuk sekolah pagi ini.

"selamat pagi" teriak malik seraya menggosok mata nya karena ia baru saja bangun dari tidur indah, bau masakan sang istri selalu saja membuat dirinya mabuk kepayang.

"mas, kalau sarapan dulu aja nanti adek nyusul" ujar hira saat ia baru saja keluar dari kamar mandi dengan menggunakan seragam abu-abu lengkap tetapi dengan rambut basah yang menggantung.

"aku mandi dulu aja biar sarapan bareng adek" jawab malik seraya mengusap rambut hira yang sedari diam di depan kamar mandi, dan diciumnya bau rambut panjang milik hira membuat malik hampir gila saja dan yang pasti hampir khilaf.

"mas, mandi!" ujar hira keras, ia tak mau sampai sang suami menganggu dirinya, apalagi rambut yang sudah ia sisir, kalau tidak pasti akan berantakan lagi.

Tak lama kemudian, sekitar jam enam pagi. Mereka pun siap berangkat, hira sekolah dan malik bekerja. Hanya keheningan yang menyertai perjalanan kali ini, hanya suara dentingan sepeda motor malik yang berbicara dengan seenaknya.

Sesampainya hira didepan gerbang sekolah nya, ia pun menyalami sang suami dengan muka cemberut, pasalnya sedari tadi sang suami mogok bicara dengan nya. Walaupun sedang marahan karena suatu masalah, tetapi untung saja sang suami mau ia salami dan pasti mau memberi uang jajan sekolah baginya.

"itu muka jeleknya dihilangin dulu, nggak enak banget aku liatnya. Nih uang jajan, jangan marah lagi. Wajib jaga diri, assalamualaikum dek" ujar malik seraya menggenggam tangan sang istri yang sedari tadi merancau tak karuan di atas kuda hitam yang ia kendarai.

"waalaikumussalam" jawab hira cuek, lalu meninggalkan sang suami yang masih belum beranjak posisi dari atas kuda hitam. Sedangkan malik hanya tersenyum bahagia melihat sang istri imutnya. Kumohon jangan pernah tinggalkan mas.

Seperti biasa. Hira terlebih dahulu pulang dari sekolahnya dan melanjutkan aktivitas nya sebagai seorang istri yang taat bagi sang suami.

Malam kini tiba, ketahui sendiri sekarang hari sabtu yang artinya malam asmara bagi hira dan malik untuk memadu kasih. Si baja hitam miliknya kini siap untuk ditunggangi, sedangkan hira sudah siap dengan pakaian casual tetapi tak melupakan kodratnya sebagai muslimah. Mereka berdua mulai meluruh dijalan aspal hitam, kebiasaan baru ini memang terasa berbeda bagi mereka. Gemerlap malam mulai merambat bak dua hati yang sedari tadi mulai gusar memikirkan tentang keinginan masing-masing yang mulai mengudara dilangit hitam itu.

Pada akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri perjalanan, dan merangkak menuju tukang batagor untuk menyantap makanan kesukaan hira. Tatapan demi tatapan mulai malik tunjukkan untuk sang istri dan berharap tatapannya dibalas, berbalik dengan hira yang asik memakan batagor miliknya.

"eh mas natap aku gitu kenapa, pamali mas. Ayo makan, kasian itu batagornya udah dikasih saos kacang eh malah dikacangin lagi sama mas" kelekar hira untuk sang suami tersayangnya yang sedari tadi menatapnya dengan aneh.

"bibir manis ini hanya untuk aku, nggak usah diimut-imutin kalau keluar rumah. Imutnya buat aku aja" ujar malik dengan mata nyalangnya llau mengusap lembut bibir sang istri yang terkena saos kacang.

"kayaknya manis, tapi takut khilaf" gumam malik yang membayangkan aneh-aneh seraya mengusap bibir kecil milik hira yang penuh dengan saus kacang.

"apanya yang manis? Apa yang khilaf? Mikir apa mas?" cerca hira yang tadi sempat mendengarkan gumaman sang suami.

"nggak usah dipikirin, habisin itu batagornya. Kalau nambah ngomong biar aku yang pesanin" ujar malik seraya mulai mengunyah batagor miliknya. Sedangkan tangan kirinya kini asik mengelus pucuk kepala istri yang tertutupi hijab instan berwarna abu-abu itu.

Setelah puas makan batagor. Mereka pun pulang bersama menuju rumah menawan milik mereka, rumah dengan sejuta kebahagiaan. Rumah yang dibeli hasil jerih payah malik dan tak lupa tangan hira yang menyulap rumah mereka semakin indah.

Malam kini mulai menyongsong agar mereka segera tidur. Tetapi entah sampai kapan mereka berdua berdiam seraya membelakangi, tidak ada suara dengkuran sama sekali yang biasa didengarkan, hanya suara helaan nafas yang terdengar.

"mas peluk" ujar hira yang memberanikan diri untuk memulai pelukan di punggung sang suami, dengan kebahagian malik langsung membalas pelukan sang istri dan membalikkan badan mungil hira agar menghadap ke arahnya. Dilihat nya semburat merah di pipi sang istri yang dengan cepat malik usap dengan tangan kekarnya.

"udah dibilang nggak usah malu-malu" ujar malik pelan seraya menarik sang istri lebih dekat dan menenggelamkan kepala sang istri ke arah dada minimalisnya, bukan tak mau sombong hanya malik saja tak mau agar dada nya bidang karena akan berakibat tatapan lapar para wanita.

Pagi ini menyongsong dengan cepat ternyata, gemerlap malam kemarin kini telah terganti oleh cahaya matahari yang menembus gorden kamar milik mereka yang sedari tadi masih tergulung selimut kehangatan setelah mengerjakan sholat subuh. Pelukan hangat mereka tak bisa menghentikan mata yang sedari terlelap dan dengkuran halus yang mengaluni pendengaran saat ini.

Malik sendiri sudah bangun sedari tadi, tetapi karena hari minggu. Anggaplah dia menang banyak, pelukan hangat istrinya lah yang membuat ia tak bergerak sama sekali. Matanya menelusuri wajah sang istri yang selalu imut di mata nya. Ia pun hanya geleng-gelang pelan akan pikiran kotornya yang sedari merajalela didekapannya. Tak kuasa akan pikirannya, dengan cepat ia membangunkan sang istri agar bangun karena kalau tidak, akan ada sesuatu yang membuatnya tidak bertahan lebih lama dalam dekapan erat sang istri, dalam tanda kurung 'khilaf'.

Jujur saja malik lumayan capek akan kekhilafan nya, tetapi kalau saja ia khilaf pasti sang istri akan terluka dalam pada pelukan nya. Ia tak mau itu terjadi, maka dari itu ia lebih memilih diam dan berpangku rasa pada keadaan untuk tidak menambah kekhilafan batin nya. Ini sebuah cobaan bagi nya, maka dari itu ia harus bisa menenangkan nya.

Zahira-REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang