Mas Fajar

2.2K 251 28
                                    

Asrama Cipayung

7 September 2018 – 05.30 WIB

Aku berjalan tergesa menuju ke kamar paling ujung asrama ini. Sudah jam segini, aku penasaran ingin tahu apakah dia sudah bangun untuk Salat Subuh, atau masih tidur. Secara, aku lihat di Instagram-nya, dia terakhir aktif 3 jam yang lalu, berarti sekitar pukul setengah tiga pagi. Kalau mau berpikiran positif, tentu saja aku akan berpikir dia bangun untuk Salat Tahajud. Tapi mengingat dia adalah Fajar Alfian, kemungkinan yang paling tepat adalah jam segitu dia belum tidur.

Tanpa mengetuk pintu kamar yang dia tempati bersama Ihsan, aku membukanya begitu saja. Begitu melihat apa yang ada di dalamnya, aku langsung mengurut dadaku. Mas Fajar tidur di lantai dalam posisi tengkurap hanya memakai singlet hitam kesayangannya dan boxer bergambar Spongebob. Sementara AC-nya menyala. Aku lihat di sampingnya ada laptop yang sudah dihubungkan dengan joystick masih menyala.

Pasti nge-game semalaman.

"Mas Fajar..." aku menggoncangkan bahu partnerku di lapangan itu perlahan. Karena tidak ada reaksi, aku mengulanginya lagi, tapi dengan sedikit keras. "Mas Fajar...Mas Fajar...Bangun, Mas. Udah Subuhan belum?"

"Hmmm..."

"Kok hm? Udah belomm??"

"5 menit lagi, Dek..."

"Mas..aku itung sampe 3 ya...Kalo nggak bangun, aku siram air nih," aku ngancam. Kalau tidak digitukan, Mas Fajar pasti bisa tidur sampai siang.

"Satu...." aku mulai berhitung.

"Dua...." Mas Fajar masih belum bereaksi.

"Ti........."

"Iya! Iya! Bangun nih, Dek. Bangun aku, Jangan disiram nanti aku masuk angin."

"Ya kalo masuk angin itu salahmu sendiri Mas! Ngapain sih Mas tidur lantai?? Itu lho kasur nganggur!"

Mas Fajar malah cengengesan. "Sayang spreinya baru diganti..."

"Yang gantiin kan aku, Mas!"

"Justru itu...sayang kalo ditidurin. Mending yang gantiin yang ditidurin."

"ASTAGHFIRULLAH MAS! OTAK KAMU MASIH BANYAK SETANNYA! SANA SUBUHAN!!" Aku ngamuk. Aku pukul punggungnya menggunakan raket nyamuk yang ada di sampingku.

"IYA DEK! IYA!!" Mas Fajar langsung bangun dan keluar kamar untuk mengambil air wudhu. Sementara aku, sebagai calon—ehem—maksudku, sebagai adik yang baik, membersihkan kamarnya. Mas Ihsan sedang pulang kampung. Makanya kamarnya makin tidak karuan. Kalau biasanya kan ada Mas Ihsan yang bisa bantuin beresin kamar.

Selesai beres-beres, aku merebahkan tubuhku di kasur Mas Fajar sambil membuka-buka sosial media milikku. Tapi lama-lama aku merasa mengantuk lagi. Kasur Mas Fajar terasa sangat nyaman. Ada aroma khas Mas Fajar yang aku suka. Wangi lavender. Pasti dari baygon-nya Mas Fajar. Tapi tidak tahu kenapa, kemana-mana wanginya Mas Fajar ya seperti ini. Aku suka...

***

Aku pasti ketiduran. Ketika aku bangun, Mas Fajar sudah rapi, siap buat sarapan bersama anak-anak di ruang makan.

"Udah bangun, Dek? Baru mau Mas bangunin..."

"Aku ketiduran ya? Hehe...Maaf ya Mas."

"Nggak apa-apa," jawab Mas Fajar sambil tersenyum manis. Senyum favoritku. "Udah mandi kan?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk. Aku memang biasa mandi sebelum Salat Subuh. Kalau ada latihan pagi, habis latihan ya mandi lagi.

"Kalo gitu sarapan yuk," ajaknya, kemudian menggamit lenganku keluar dari kamarnya menuju ruang makan yang terletak di gedung yang terletak di belakang asrama putra, dihubungkan dengan jalan setapak sepanjang kira-kira 15 meter. Kiri kanannya ada taman kecil tempat kami, para atlet biasa bersantai.

Garis TerdepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang