BAB 1

8 1 0
                                    


Jakarta, 14 Februari 2015

Dear Akbar,

Hai lelaki berkemeja merah ku, sudah berapa lama kita tidak bertemu? Maafkan aku karna pergi begitu saja tanpa memberi-mu alasan. Kini setelah beberapa tahun aku meninggalkan mu apakah kau baik-baik saja? Maaf karna tidak ada disamping mu selama ini, mungkin Kania sudah memberi tahu mu. Ya, aku menderita kanker limfoma non-hodgkin yang membuat berat badan ku terus menurun dan membuat ku kesulitan bernafas. Pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi menjalani pengobatan di Singapura bersama keluarga ku. Jangan menyalahkan diri mu, ini keputusan tersulit yang harus aku ambil karna aku ingin hidup lebih lama untuk menemani mu. Maafkan aku karna meninggalkan mu disaat masalah kita belum usai, aku ingin kau tau sampai kapan pun aku akan selalu mencintai mu. Saat kau menerima surat ini, itu berarti aku sudah bersama-Nya ketempat yang lebih indah. Jangan menangis, jangan menyalahkan diri mu sendiri, tolong biarkan aku pergi dengan melihat mu tersenyum. Maafkan aku Akbar, mungkin aku sangat egois karna disaat seperti ini aku memiliki sebuah permintaan pada mu, aku ingin meminta tolong pada mu untuk menjaga adik ku Kania dan hiduplah bahagia. Maaf dan terima kasih aku sangat menyayangi mu.

Kekasih-Mu

Sudah 3 tahun berlalu semenjak kepergian Rania, aku memutuskan untuk mulai mengemasi barang-barang Rania yang tersisa dirumah kami dan tanpa sengaja menemukan sebuah surat yang aku yakin ingin Rania berikan pada mantan kekasihnya. Walaupun aku tidak mengenali siapa lelaki yang pernah dikencani saudari ku ini.

"Kania, apa sudah semua?" aku tersenyum masam pada ayah kami yang mulai terlihat menua, 6 tahun terakhir merupakan tahun-tahun tersulit bagi kami kini hanya ada aku dan ayah.

"Hanya tinggal beberapa yah, punya bunda sudah semua?"

"Masih ada beberapa baju yang ayah kira bisa kamu pakai nak" aku memandangi barang-barang yang tersisa di kamar Rania, beberapa barang Rania dan Bunda akan kami sumbangkan sisanya kami simpan sebagai kenangan. Aku melihat kembali surat Rania yang ada ditangan ku dan memutuskan untuk memberitahu ayah,

"Yah, ini surat terakhir Rania, apa ayah mengenal siapa Akbar?" tanya ku,

"Nak Akbar, dia teman sekolah Rania ketika SMA di surabaya" mata ayah telihat berkaca-kaca bagaimana pun kehilangan seorang anak dan istri bukanlah hal yang mudah, aku melangkah untuk memeluk ayah,

"Yah, Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umatnya. Kania yakin kita bisa melewati ini semua"

"Ayah tahu nak, terima kasih. Bisa ayah meminta mu untuk memberikan surat ini pada nak Akbar? Ayah akan mencari informasi keberadaannya, tapi ayah tidak bisa menemuinya" Ayah menatapku penuh harap, apa yang bisa aku jawab selain menganggukkan kepala dengan tersenyum agar ayah merasa lega dan agar Rania bisa tenang disana.

                                                                                      ***

Jakarta 2018

Pagi hari dijakarta seperti biasanya penuh dengan kemacetan, suara Ed Sheeran menemani Kania menuju kantor barunya. Gadis itu terlihat menjentikkan jari-jarinya pada kemudi dengan gelisah, di hari pertama dia sudah memberikan kesan buruk pada kantor barunya, setelah 1 jam terjebak macet Kania akhirnya harus berlari sepanjang lobby kantornya. Gadis itu berhenti sejenak untuk merapikan diri sebelum mengetuk pintu dengan tulisan "HRD" diatasnya.

"Selamat Pagi"

"Pagi, ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang pria dengan kemeja hijau army dengan name tag "Anton"

"Saya Kania Artisya, saya sudah memiliki janji dengan Ibu Ani. Apakah beliau ada?"

"Oh, mbak Kania. Silahkan mbak sudah di tunggu Bu Ani di dalam, mari saya antarkan" Kania meremas kedua tangannya dengan gugup, ini bukan pekerjaan pertamanya tapi rasanya tidak ada yang berbeda.

"Kania!! Oh, dear saya sudah menunggu dari tadi. Pasti karna macet sudah biasa berbeda dengan singapura yang tertib kan? Pasti nanti akan terbiasa, ayo-ayo duduk dulu" belum sempat Kania mengucap salam Bu Ani langsung meyambutnya dengan antusias, membuat gadis itu tersenyum kikuk, sedangkan Anton yang menemaninya berbisik "Harap maklum ya mbak Bu Ani orangnya hiper" membuat Kania mengangguk paham.

"Anton kamu bisa kembali, terima kasih ya" Usir Bu Ani halus

"Mau saya buatkan teh Bu?" tawar Anton

"Kamu jangan mulai modus ke pegawai baru ya Ton, Saya bilang Anna nanti"

"Ya allah bu saya kan Cuma bermaksud baik bukan mau modus bu, jangan suudzon lah bu" ujar Anton, melihat interaksi keduanya Kania tersenyum dia bersyukur pindah kesini.

"Sudah-sudah sana kembali, laporan training saya tunggu sampai jam 10 ini" kembali Bu Ani mengusir Anton yang langsung memberi hormat dan kembali pada pekerjaannya. Kania duduk berhadapan dengan Bu Ani yang tersenyum melihatnya,

"Maaf Bu saya datang terlambat" adalah kalimat pertama yang gadis itu keluarkan

"Tidak apa-apa karna ini hari pertama mu, nah ini Id Card dan beberapa dokumen dari pegawai sebelumnya. Kamu akan ditempatkan sebagai Asisten Pak Arsen di tim perencanaan, ruangannya ada di lantai 7" jelas Bu Ani

"Baik bu"

"Hmm saya rasa ini saja, kamu mungkin sudah tau apa yang harus kamu kerjakan sebagai asisten, melihat kantor pusat yang merekomendasikan kamu langsung. Saya harap kamu tidak akan mengecewakan kami."

"Terima kasih bu" ujar Kania

"Aaahh.... Kania, Selamat Datang dikantor kami dan semoga kamu bisa bertahan dengan Arsen" ujar Bu Ani dengan senyum misterius sedangkan Kania hanya tersenyum.

                                                                                 ***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 02, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A Gift From HeavenWhere stories live. Discover now