“Astaga, kaki Ibu kenapa?” Bibi Yaya tergopoh mendekati Jena yang berjalan tertatih. Perempuan itu tersenyum hangat ke arahnya, berharap agar kekhawatiran di wajah Bibi Yaya sirna.
“Hanya terkilir, Bi,” jawabnya.Bibi Yaya membantu perempuan itu duduk.
“Perlu saya panggilkan dokter?”Jena menggeleng. “Tidak perlu. Besok pasti juga sudah membaik. Alea sudah tidur?”
Bibi Yaya mengangguk.
“Ibu yakin tidak perlu saya panggilkan dokter?” Perempuan setengah baya itu kembali menyarankan.Jena kembali menggeleng. “Aku akan segera baikan setelah mandi lalu menikmati teh hangat buatan Bibi,” jawabnya.
“Baik, Bu. Akan saya buatkan.” Bibi Yaya lekas beranjak membuatkan teh hangat untuk perempuan itu.
Jena tertatih mendekati tempat tidur Alea, mengecup keningnya yang tertidur pulas sebelum melangkah ke kamar mandi.
Setelah minum teh hangat dan istirahat, tubuhnya terasa lebih segar dan rasa sakit di pergelangan kakinya sudah jauh berkurang.
***
Alex mematung di depan kamar hotel tempat Jena menginap.
Keraguan muncul di benaknya antara mengetuk pintu, ataukah berbalik arah dan mengurungkan niatnya menemui perempuan itu.Ia memaki dalam hati.
Ia pasti sudah gila.
Menemui seorang wanita yang sudah menikah di kamar hotelnya? Otaknya pasti sudah tidak waras.Tapi, bukankah mereka hanya teman? Dan, bukankah ia hanya datang untuk berkunjung? Setidaknya, ia benar-benar ingin memastikan bahwa luka di pergelangan kaki Jena sudah jauh membaik. Apakah ada peraturan yang melarang ia melakukan itu?
Hati kecil Alex mulai berdebat. Dan berkali-kali ia mendesah. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk melangkah menjauhi kamar hotel tersebut.
Ia menghabiskan seharian waktunya dengan berjalan-jalan di pantai dengan perasaan campur aduk. Berkali-kali ia mengecek ponselnya dengan harapan ada sebuah keajaiban yang membuat Jena menghubunginya.
Pemuda itu kembali menggerutu.
Astaga, ada apa dengannya?
Ia baru saja mengharapkan wanita yang baru ia kenal beberapa hari – menghubunginya? Wanita itu bahkan sudah menikah.Setelah patah hati karena Rachel, sekarang Jena membuat jantungnya berlompatan. Ini bukan pertama kalinya Alex merasakan desiran pada lawan jenis. Tapi dengan Jena, perasaan ini terasa jauh lebih dahsyat.
Apakah perasaan ini masuk akal?
Ia pikir cinta yang terlalu menggebu-gebu hanya ada di film Titanic!“Tante, apakah kau telah benar-benar memantrai aku?” Alex mendesah pelan.
Pemuda itu baru saja hendak kembali ke kamar hotel ketika ponselnya berdering. Sebuah nomor yang tak ia kenal. Dengan sedikit malas ia menjawab, “Halo.”“Halo, uhm, Alex?”
Alex terkesiap. Suara itu!
“Tante?” Ia nyaris berteriak kegirangan ketika indra pendengarannya langsung bisa menerka siapa gerangan yang tengah menelpon. Suara dari seberang sana tertawa.“Aku baru bilang ‘halo’ dan kau sudah bisa mengenali suaraku?”
Alex tertawa. Karena aku baru saja memikirkanmu, Tante. Desisnya dalam hati.
“Bagaimana kaki tante? Sudah baikan?” Alex berusaha mengatur suaranya agar terdengar senormal mungkin.
“Kakiku sudah jauh lebih baik. Terima kasih karena kemarin kau sudah membantuku.” Jena menjawab sopan.
“Kembali kasih, Tante.” Alex terkekeh.
Jena tertawa.
“Besok aku harus kembali ke Jakarta. Semoga kita bisa ketemu lagi disana,” ucap perempuan itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Tante [Sudah Terbit Ebook]
RomanceAwalnya, Jena Maer berpikir bahwa kehidupannya baik-baik saja. Ia menikah dengan seorang pria kaya raya yang mencukupi semua kebutuhannya dengan limpahan materi yang tak terhingga serta dianugerahi seorang putri cantik dari pernikahan tersebut. Ta...