Dilabrak Istri Muda

19.8K 838 14
                                    

"Desi, sini!"

Kang Yaya, kakak sepupuku yang paling tua, tiba-tiba saja ada di depan pintu kamar, tepat setelah aku selesai menunaikan sholat Maghrib.

"Aya naon, Kang?" tanyaku, heran dengan kedatangan dan sikapnya.

Rumah kami memang berdekatan, tapi jarang sekali dia atau pun keluarganya, datang berkunjung. Rasanya aneh jika hari ini Kang Yaya tiba-tiba datang.

"Itu, di Masjid ...." Ucapannya terhenti, seakan ragu meneruskan.

"Naon, Kang? Yang jelas ngomong, teh." Aku semakin heran melihat sikapnya yang aneh.

"Itu ...." Lagi-lagi ucapnya terhenti. Wajahnya tampak bingung.

"Eh, si Akang."

Rasa penasaran, juga kesal karena melihat sikapnya, membuatku berlalu, meninggalkan dia yang mematung di depan pintu.

Beberapa detik kemudian, Kang Yaya pun mengekoriku ke dapur. "Des."

"Hmm."

"Itu, Des."

"Iya, apa, Kang?" Aku menghentikan langkah, lalu berbalik menatapnya.

Dia terlihat gelisah. Menggaruk kepalanya tanpa mau balik menatapku.

"Ada apa, sih, Kang?"

Dia terdiam seraya memainkan ujung kemejanya. "Ada perempuan ...."

"Hmm?"

"... ngaku istrinya Andri!" 

Seketika mataku terbelalak. "Apa? Ngaku istrinya Andri?"

Dia mengangguk.

"Di Mesjid?" tanyaku lagi dengan suara bergetar.

Dia kembali mengangguk.

"Akang yakin?" Aku menatap tajam lelaki di hadapanku.

Kali ini, dia mengangkat kepalanya yang tertunduk, lalu menatapku. "Iya, tadi dia sama keluarganya, sholat di masjid. Terus, mengenalkan diri ke jamaah yang ada, kalau dia, istrinya Andri." 

Aku terhuyung. Duniaku tiba-tiba saja berputar, dan dadaku terasa sesak.

"Des, kamu ga apa-apa?" Kang Yaya merengkuh bahuku.

Andai tidak ada meja di hadapanku, mungkin aku sudah jatuh sedari tadi.

"Sekarang mereka di ma--."

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu terdengar. Aku menghela napas kuat-kuat. Itu mereka, dan ini saatnya aku harus menghadapi mereka.

Dengan sisa kesadaran yang ada, aku bergegas membuka pintu.
Seorang lelaki paruh baya, berdiri di hadapanku. Di belakangnya, berdiri beberapa orang lain yang salah satunya aku yakin, Ita. Selingkuhan suamiku.

"Assalammualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Ibu Desi? Kenalkan, saya--."

"Saya tahu siapa Bapak, juga maksud kedatangan kalian ke sini. Silahkan masuk, tapi maaf, Mas Andri belum pulang," potongku cepat.

Sebenarnya, aku malas dan jijik melihat wajah mereka. Ingin rasanya langsung kuusir, tapi tidak, aku lelah terus menghindar. Semua harus diselesaikan malam ini.

Setelah mempersilahkan mereka semua duduk, aku pun pamit undur diri. Entah, apa yang kurasakan. Tanganku gemetar. Ada desir hawa panas di seluruh tubuh. Dada terasa sesak. Bahkan untuk menarik napas sekali pun, berat dan susah. Tak henti kuucap istighfar dalam hati. Berharap kekuatan juga kesabaran.

PUKULAN TELAK (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang