Dirga yang tahu jika ibu kos, Reni. Sedang berada ditempat yang sama langsung mengambil jaket dikursi sebelah bartender. Setengah membungkuk, ia berjalan mengendap menahan sesuatu didalam sana yang akan keluar.
"Aduh!" Dirga mengelus kepalanya ketika menabrak sesuatu. Masih membungkuk ia tidak mempermasalahkan hal tersebut, buru-buru ia menuju pintu keluar.
"Mau kemana?" Seseorang menarik jaket yang ia sampirkan dipundak sebelum keluar dari pintu. "Kamu kira, saya belum lihat," Tubuh Dirga ditarik menuju samping pintu.
Dengan perlahan Dirga membawa tubuhnya berdiri sempurna. Tangan yang memegang jaket kini turun, penampilan Dirga yang acakan semakin membuat mata bulat wanita dihadapannya menggeram.
"Mam, tadi cuma nganterin Dani sama Jimmy." Jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri Dirga terangkat disertai senyum manis andalannya.
Reni tidak lagi memerdulikan omongan dari Dirga, bahkan dari mulutnya saja sudah jelas kalau laki-laki itu bukan sekedar mengantarkan temannya.
"Iya, bu?" Terdengar sahutan dari sebrang.
"Mam, jangan telfon Natalie."
"Berisik." Reni kembali menempatkan ponsel ke telinga. "Jemput kekasih gilamu ini. Saya sudah tidak kuat dengan kelakuan Dirga." Reni menatap tajam ke Dirga, bagi Dirga Ibu kos-nya ini sudah seperti orangtuanya sendiri. Cerewet tapi tidak membuat Dirinya jera.
"Memangnya Dirga dimana, bu? Tadi bilangnya mau nganterin Dani sama mas Jimmy,"
"Di klub, tempat dua bocah kerja. Makanya kamu cepat kesini, keburu Dirga hamilin anak orang."
Tut tut tut. Panggilan terputus
Saat Reni sudah bersiap memarahi Dirga, Dirga sendiri keburu keluar untuk mengeluarkan sesuatu didalam sana.
Dirga memuntahkan cairan dilorong antara tempat yang baru dikunjungi dengan toko. Tangan kirinya mengusap rambut yang mengenai wajah, tangan kanan ia tekankan pada tengkuk agar cairan pahit itu cepat keluar dari tubuhnya.
Jaket yang sudah terpakai ia lepas kembali saat terkena cairan miliknya. Meletakkan dikursi kusam didepan, Dirga mengusap bibirnya dengan kasar. Melangkah menuju tempat dimana kekasihnya bisa melihatnya.
"Dirga!" Natalie yang baru turun dari taxi langsung memanggil Dirga yang juga sedang berjalan ke arahnya.
"Lain kali nggak usah dengerin ibu kos." Dirga terlebih dulu berjalan untuk masuk ke dalam taxi. Natalie tidak kaget dengan ucapan Dirga yang menekan, hal tersebut sudah sering ia rasakan.
"Jalan, pak." Mobil kembali berjalan setelah Natalie menutup pintu.
"Harusnya lo nggak usah repot-repot jemput gua, gua ngerti jalan pulang." Natalie turun dari mobil setelah membayar. Ia berjalan dibelakang Dirga yang sejak tadi mengomel kepada dirinya.
Dirga berjalan terasa berat ditambah kepala semakin pusing ketika tubuhnya ditegakkan.
"Aku tuh udah bilang, jangan mabuk-mabukan lagi. Bakal merusak tubuh kamu sendiri," Natalie melepas sepatu Dirga yang terduduk diteras. Ia menaruh ke tempat samping pintu masuk.
"Dirga pulang," Sambil mengetuk pintu Natalie melihat ke arah Dirga yang sudah terkapar dilantai.
Saat pintu terbuka, Edwin yang membuka. "Habis dari klub?" Natalie mengangguk. "Bawa masuk gih," Natalie yang tahu kalau teman sekos Dirga yang satu ini tidak akan banyak bicara. Karena Natalie tidak bisa membawa tubuh berat itu, ia menepuk pipi Dirga untuk bangun.
"Langsung tarik aja Nat," Natalie menengok ke arah pintu. Edwin sudah masuk ke dalam. Ia kembali melihat Dirga yang masih setengah sadar.
"Bangun! Kamu mau tidur diluar." Ia menarik kedua bahu Dirga agar bangun. "Dirga!"