Father and my life [END]

1.4K 139 11
                                    

"Apa... ajussi adalah ayahku?"

.

.

.

.

.

Jisung berkali-kali menjilat bibirnya sendiri yang mendadak kering karena perasaan tidak tentu. Orang yang ia cari, yang ia tunggu selama tiga jam, yang ia curigai sebagai ayahnya itu tidak memberikan penolakan apapun dari semua pernyataan atau pertanyaan yang ia ajukan. Saat ini mereka sedang duduk bersama di meja. Pria itu tengah sibuk memeriksa buku diary sang ibu sementara dia menatapinya dengan seksama.

Tidak ada ekspresi berlebihan yang ditunjukkan oleh pria itu. Ini bahkan sedikit melenceng dari imajinasi Jisung yang berharap ia akan dipeluk dengan erat atau semacamnya. Tidak ada. Hanya ada pria itu yang menatapi buku ibunya tanpa sepatah katapun. Apa dia benar Lee Taeyong? Ayahnya? Setelah sekian lama, apa hanya itu yang bisa ia perlihatkan?

"Kau benar." Pria itu berucap setelah sekian lama sibuk berkonsentrasi membaca, "orang yang ada di dalam diary ini adalah aku."

Jisung sedikit sulit bernapas, lebih kepada pangling karena dia sangat tepat sasaran, "ja-jadi... ajussi adalah ayahku?"

"Iya," dengan senyuman, pria itu menjawab tanpa ragu, bahkan tidak memberikan jeda sejenak bagi Jisung untuk menetralisir perasaannya, "jika ibumu adalah Park Juyeon, maka aku adalah ayahmu."

"Be-begitu, ya? Eh..." kemudian Jisung bingung harus membalas apa.

Untuk beberapa alasan, hubungan yang terungkap sangat mudah itu membuahkan kecanggungan. Jisung merasa sangat bingung, bahkan untuk berbicara saja rasanya sangat aneh. Apa begini saja jadinya? Setelah saling mengetahui kemudian selesai?

"Hubunganku dan ibumu tidak serumit kelihatannya."

Mata Jisung sekarang terfokus pada Taeyong, dia yang memandangi foto Juyeon yang diberikan Jisung saat pertama kali bersamaan dengan buku diarynya. Dia menceritakan sesuatu? Apa itu tentang masa lalu? Sulit dipercaya Jisung masih sedikit tidak fokus.

"Meskipun banyak yang terjadi di antara kami, pertentangan dan masalah lainnya, hubungan kami pada dasarnya tidak bermasalah. Kami baik-baik saja. Tetapi aku yang terlalu larut dengan duniaku, dunia yang tidak pernah akan cocok untuk Ibumu. Aku mungkin terdengar egois, tetapi aku yang meninggalkannya karena aku tak ingin dia terlibat dalam dunia ku. Dan aku sendiri yang kemudian menarik dia kembali, memberikannya masalah kemudian pergi lagi tanpa tanggung jawab." Jelas sang Ayah panjang. Jisung sebagai pendengar lebih patuh melakukan itu, sambil melayangkan imajinasi memikirkan apa yang didengarnya. "Jisung... itu namamu, kan?" ketika Jisung ditanya, ia malah tidak sadar. Ia berakhir mengangguk saja. Pelan sekali. "Ayah macam apa aku ini? Aku bahkan tidak tau nama anakku sendiri. Aku tidak pernah mencari tau tentangmu."

Kalimat terakhir dari sang Ayah membuat Jisung teralihkan. Benar, itu yang dia pertanyakan. Mengapa tidak ada satupun niat untuk mencarinya setelah sekian lama?

"Karena eomma melarang, kan?"

Jisung memancing, berharap ada jawaban lebih dramatis yang akan keluar dari mulut sang Ayah.

"Iya, tetapi seharusnya aku berusaha mencarimu, kan? Nyatanya tidak."

Berhasil, sepertinya Jisung berjalan di rute yang tepat.

"Kenapa tidak mencariku? Ibu sudah meninggal dunia lama sekali, apa... apa Ayah tidak ingin tau tentangku?"

"Aku ingin tau... tapi aku selalu teringat apa yang dikatakan ibumu terakhir kali." Jisung menelan ludah, tertohok. "Aku pun tidak ingin, membuatmu lahir sebagai anak seorang penjahat." Sang ayah tersenyum pahit, mencoba menutupinya dengan sekeras mungkin, ia menatap Jisung dengan senang, "lihatlah kau sekarang. Kau hidup dengan baik bahkan tanpa aku. Bukankah itu sangat baik?"

A Night with Lee Taeyong | Jisung ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang