05

85 12 2
                                    

"Bethany!"

Tunggu dulu, sepertinya namaku dipanggil seseorang. Refleks kepalaku menoleh ke belakang untuk mencari tahu siapa yang memanggil nama anggunku. Kenapa? Bukankah semua nama perempuan itu anggun?

"Hai, Flo. Apa pagi ini kau berlangganan koran denganku? Seingatku, Kakek Sam tidak menulis nama Ayahmu di daftarku."

Bagian tubuh Flo bernama kepala, menggeleng. "Tidak. Aku memang tidak berlangganan koran padamu hari ini."

Keningku berkerut saat melihat tingkah laku Flo yang menurutku aneh. Kau tau kenapa? Pipinya memerah sejak tadi memanggilku. Jangan lupakan senyuman menggoda ----lebih tepatnya senyuman salah tingkah milik Flo yang menggemaskan.

"Lalu? Kenapa kau senyum-senyum salah tingkah seperti itu? Apa ada yang menggodamu sebelum kita bertemu, hm?" tanyaku pada Flo. Damn! Mungkin jika aku berkelamin laki-laki dan seumuran dengannya, aku akan memacarinya. Apa? Aku sudah memberitahunya lampau? Oh, maaf. Aku lupa.

 Flo terus tersenyum menggoda kearahku, aku jadi terus bertanya dalam hati, apa Flo sedang kerasukan hantu wanita yang terbunuh karena sedang tersenyum pada seorang pria idamannya? 

"Lihat ini, Beth," Flo membuyarkan lamunanku dengan menunjukkan dua buah batang coklat di tangan kanannya.

Dahiku mengerut, "Bukannya kau tidak boleh mengonsumsi coklat oleh Ayahmu, hm?"

Nada pertanyaanku seperti sedang menyelidikinya dan menuntut jawaban yang sebenarnya. Flo tetap tersenyum malu kearahku tanpa kutahu apa yang terjadi sebenarnya.

"Ayah tidak akan tau, jika kau tak memberitaunya. Lagipula, memakan coklat bukanlah hal yang menyeramkan, bukan?"

"Siapa yang memberimu coklat sebanyak ini, Flo?"

Tanyaku akhirnya. Namun tetap tidak ada jawaban, yang ada hanyalah senyuman malu-malu sehingga menciptakan semburat merah di kedua pipinya.

"Ambil lah satu batang coklat ini, jika kau ingin tau siapa yang memberiku coklat ini."

Oh, sungguh. Flo sedikit bermain rahasia denganku.

"Baiklah. Jika kau tidak memberitauku siapa yang memberimu coklat ini, akan kulaporkan pada Ayahmu, Flo."

Persetan dengan ancaman yang mungkin membeuat Flo tidak mau berteman denganku lagi nantinya. Aku hanya tidak ingin ia terlalu fanatik dengan coklat.

Flo memberikan sebatang coklat yang semula ia genggam, kepadaku. Saat aku melihat merek coklat itu, aku langsung membelalakkan mata. Ini coklat dari Belanda! Apa Ayah Flo baru saja pulang dari Belanda? Seingatku, Ayah Flo tidak pernah menjamah Belanda untuk cabang perusahaannya.

"And now, beritau kepadaku siapa yang memberimu ini, Flo?" tanyaku penuh dengan penekanan sembari menatap wajah lucu milik Flo.

"Yang memberiku coklat ini adalah, Luke. Luke Hemmings."

--------

5+ for this chapter please? x

<dinah

NewspaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang