1

31 3 1
                                    

Deraian hujan turut membuat keadaan semakin sedih. Nuansa angin yang dingin, dan air yang berjatuhan membuat mood ku terasa semakin kacau.

1Tahun sudah.

Namun kenangannya masih terasa sangat menyesakkan. Membuat ku terus menangis dan menjerit menahan sakit.

We never be one, again.

Kriett...

Ku dengar seseorang membuka pintu kamar. Tangisan ku seketika hilang, raut duka ku tenggelam, dan bahkan sembab ku belum menjadi. Karna memang, aku belum terlalu lama mengurai air mata.

"Grace?"

"Umm, Mom? Ada apa?"

Ibu masuk dan menutup pintu kamar ku perlahan. Langkahnya kemudian berjalan menuju single sofa didekat kaca.

"Sini sebentar"

"Why Mom?" aku berjalan menuju Ibu berada. Berdiri didepannya dengan tatapan kebingungan.

"Bisa Ibu minta tolong?"

Kenapa wajah ibu seserius ini?
Sebelumnya aku tidak pernah melihat tatapan ini. Ibu kenapa?

"Ya, katakan saja, barangkali aku bia lakukan untuk Ibu"

Ibu berdiri sambil memegang kedua tangan ku. Aku benci tatapan itu. Ibu menatap ku dengan penuh kesedihan. Terlihat dari genangan air yang mulai menumpuk dipelupuk matanya.

" Kali ini, ibu hanya akan tanyakan ini sekali, dan ibu takkan mengulangnya. Ibu minta tolong, jawab sesuai dengan isi hatimu"

"mom? Bisakah untuk jangan menangis didepan ku? Kau membuat ku khawatir. Sungguh!"

Ibu menatap ke arah bawah. Memperhatikan kedua slop kucing yang aku pakai.

"Pilihlah, Ibu atau Ayah mu"

Ibu mendongak. Menatap mataku. Pegangan tangannya mengencang, bahkan kedua bola matanya pun terlihat berkaca-kaca.

Aku melakukan apa yang tidak ibuku inginkan. Aku memintanya untuk mengulang lagi perkataan ibuku. Dengan wajah yang gusar ibuku menjawab bahwa dia tidak akan mengulanginya lagi.

Sejenak aku terdiam. Menatap ke arah luar jendela. Masih dengan hujan dan cuaca yang gelap. Dan keadaan rumit yang sedang aku hadapi.

"Mom? Kenapa?"

Aku menahan nya.

Aku menahan semuanya. Isakan ku, deraian ku, bahkan rasa sesak di dada ku. Sebisanya!

"Jangan bertanya. Kau hanya perlu menjawabnya!"

Aku diam.

Seribu bahasa.

Aku mencoba melepas kedua pegangan tangannya. Aku berjalan dengan cepat keluar dari kamar. Aku hanya bingung. Bagaimana bisa? Mereka tidak memikirkan aku? Lalu aku?
Akan jadi apa aku tanpa mereka?
Adik ku?

Bisa gila aku!

***

"Hey, bagaimana persiapan mu? Kemah sudah didepan mata"

Laurent membuat ku terkejut dengan datang tiba-tiba dihadapan ku.

"aku belum menyiapkan apa-apa. Sama sekali"

"Bisanya kau bersantai? Hei bodoh, biar aku beritahu ya. Hari ini sudah hari Rabu, dan kita akan berangkat dihari Jum'at. Sudah didepan mata! Apa kau gila?"

Aku hanya menghela nafas mendengar mulut besarnya mengoceh padaku. Biasanya aku yang seperti itu, tapi kali ini sepertinya kami sedang tertukar kepribadian.

"Aku kan punya kau, untuk apa repot-repot. Laurent, pulang sekolah ikut dengan ku untuk mengemasi barang dan belanja. Jika kau menolak, aku pastikan kelompok pramuka tidak akan lengkap! "

"Kau malah mengancamku, licik!"

Aku hanya tersenyum puas lalu merebahkan kepala ku diatas meja. Mencoba menidurkan diri dan rilex.

'Saatnya waktu pulang, anak-anak segera belajar dirumah. Terimakasih'

Bel sekolah sudah berbunyi. Aku melihat beberapa anak baru saja masuk ke kelas mengambil tas dan keluar dari ruangan.

"Laurent!" Teriak ku pada anak berkepang dua diparkiran sekolah.

"Sabar g*blok"

"Woe mulut dijaga"

"Siapa suruh tidak sabaran. Kau fikir parkiran itu pribadi milik mu? Kau tidak lihat orang-orang juga perlu mengeluarkan kendaraan mereka"

"Kenapa kau begitu cerewet hari ini?"

"Dan kau? Tumben jadi jarang bicara. Sedang sariawan?"

Aku memukul kepalanya yg sudah menggunakan helm. Anak ini ditanya malah menanyakan balik. Membuat darah ku seakan naik dengan cepat.

"Sudah jalan sana!"

Laurent terlihat kesal dan segera melajukan sepeda motornya. Aku hanya mendengus dan memeluk pinggang nya dari belakang.

"Bau masam"
Ucapku pelan. Laurent tertawa kecil.

"Baju itu tidak ku cuci dari minggu kemarin hihi"

Sontak aku melepaskan pelukan ku dan memukul punggungnya.

"Gila!"

"Aku malas. Lagi pula minggu kemarin kan aku pulang lebih awal, jadi kurasa baju ku tidak kotor"

"Tapi tetap saja keterlaluan! Kurasa aku memang tidak cocok tinggal satu atap bersama mu"

Laurent memberhentikan sepeda motornya secara mendadak. Kepala ku menyentuh indah helm Laurent dari belakang.

"Kena... Pa..

"Grace lihat!"

"Yaa yaa Laurent aku lihat!"

"Bagaimana ini? Haruskah kita putar balik atau terus?"

"Aku tidak ingin berkata kasar, ayo kita putar balik pintar"

Astaga!
Jantungku hampir dibuat berdebar lebih kencang karna polisi didepan sana.

Sedang ada Razia!!!

Laurent memutar balik sepeda motornya dan berhenti disebuah kedai es krim tak jauh dari tempat kami berhenti tadi.

"Bibi aku numpang yo, ada razia disana!"

"Yo, duduk aja. Nah bibi kasih es krim"

"Makasih Bi"

Laurent melepas helm nya dan segera duduk disebelah ku. Dengan keringat yang masih mencucur dikeningnya, gadis bekuncir itu memperhatikan keadaan didepan sana dengan seksama.

"Sudah sudah, duduk sini. Jangan terlalu panik. Bisa-bisa banjir kedai ini karna ulah mu"

"Darimana asalnya?"

"Kau sadar dari tadi banyak sekali aliran-aliran keringat yang menjalar dari dahimu? Laurent!"

"oh, sorry."

To Be Continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Confession RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang