Ruang Sendiri
Dalam ramai yang menyiksa
Dalam ramai yang membuat pengap
Membuatku harus memanipulasi rupa
Dalam ramai ada diri yang ingin menepi
Ada jiwa yang ingin berdiam sendiri
Terlukis sunyi dari mata sang penyendiri
Hanya sorot mata yang mampu bicara
Pada siapa yang ingin membuka telinga
Kemari, akan aku ceritakan
Tentang menikmati sisa hari tanpa ada yang menemaniSelamat Merindu
Empat belas lalu
Aku mulai merindu
Empat belas lalu
Tiada lagi gema suaramu
Tiada lagi guraumu
Empat belas lalu
Kita sudah tak menyatu
Menjadi dua orang asing yang tak bertegur jika bertemuWalau kisah telah usai
Kau tetap kekal di hati
Entah hingga kapan, akupun tak mengetahuiJika ada yang bisa digantikan
Itu hanya sekadar angan
Inginku mengulang sajak kebahagiaan
Melukis tawa seraya saling berpandangan
Diri ini masih berharap setengah hati
Bahwa kau akan kembali
Kembali bersama melukis hariTentang Kelabu
Apa kabar angkasa?
Bagaimana dengan senja hari ini?
Apakah senja menghiasi angkasa?
Atau justru kelabu menghiasi angkasa?Kelabu
Kelam
Serupa sanubariku
Atau bahkan serupa pula dengan sanubarimu?
Ya kuharap begituSendiri dalam kelabu
Menghibur diri dalam lamunan tanpa arti
Pagi ini entah mengapa ia merasa tak bersemangat. Rasa malas setia menginggapinya. Ditutupnya diary yang berisi curahan hatinya, ya bak wanita lemah yang tak mampu berbicara hanya mampu menuangkan semuanya dalam coretan pena dan goresan tinta. Kini matanya bak mata panda, semalam ia habiskan dengan meneteskan air matanya. Diliriknya jam yang menunjukkan pukul 09.30.
Oh Tuhan, ia baru teringat sesuatu, ia janji akan bertemu dengan seseorang, seseorang di masa lalunya. Seseorang yang selama ini ia tunggu kembalinya. Seseorang yang selama ini menginggapi benaknya. Seseorang yang.........dulu pernah membuatnya terpuruk, tersakiti, hingga kerap melamun tanpa arti. Namun, beruntung, rasa dendam itu berhasil terkalahkan dengan cara memaafkan. Betapa tulus hatinya.
Ia bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Setelah ia siap lahir batin barulah ia menuruni tangga dan mengambil kunci mobil jazznya.
Hari ini ia tengah home alone, penghuni rumah sedang pergi keluar kota. Segera ia menuju garasi dan menyalakan jazz merahnya, jazz merah melaju menuju kafe "Hits" di ibukota. Sesampainya di kafe "Hits" ia celingukan mencari lelaki yang ia cari. Ia berpikir mungkin lelaki itu telat, ia berjalan menuju meja yang tersisa, meja itu berada di pojok dekan dengan jendela.
Ia menunggu sembari menuliskan sesuatu di diary kesayangannya, ia tersadar ia sudah menunggu selama satu jam, namun lelaki itu tak kunjung datang. Kecewa. Korban janji jadinya, tuk kesekian kalinya. Jika tahu akan begini lebih baik ia menghabiskan hari liburnya dengan bermanja-manja dengan kasurnya. Ternyata lelaki itu belum berubah, masih seperti dulu, pemberi harapan palsu, julukan yang pantas untuk sang lelaki yang gemar berdusta.
Ia menyerah, ia memilih untuk pulang, ketika sampai di pintu kafe, tiba-tiba tangannya di cengkeram oleh seseorang, karena ia cukup rendah tubuhnya alias pendek ia menatap lelaki genter yang mencengkram tangannya, lelaki itu tersenyum dan menyapa, "Naomi, buru-buru amat, yuk ngobrol dulu sama gue!!"
Entah mengapa Naomi reflek mengikuti langkah laki-laki jangkung itu. Mereka duduk di meja pojokan yang tadi sempat Naomi pilih.
Lelaki itu membuka obrolan, "Lo sering kesini juga?"
"Kaga sih, ini tadi gue lagi nungguin seseorang."
"Cih, masa cewek yang nunggu," kata lelaki itu yang langsung dapat plototan tajam dari wanita diseberangnya.
"Balik ah, males gue ngobrol sama elu,buang waktu." Naomi bangkit dan mengambil tasnya.
Tetapi, tangannya kembali dicengkram olehnya.
"Lo yakin ga mau makan gratis?"
Mendengar pertanyaan itu Naomi kembali duduk di tempatnya. Ia tak bisa membohongi dirinya. Ia sungguh lapar. Biasanya ia sarapan pukul enam, namun, karena bangun kesiangan dan tidak ada orang rumah alhasil dia belum sarapan. "Yaudah mana makan gratisnya?"
Lelaki itu segera memanggil pelayan, "Beni, chicken mozarella dua, sama lemon tea dua. GPL Gercep!!"
"Siap bos!" jawabnya.
"What? Bos?" tanya Naomi terkejut.
"Iya, gue pemilik kafe ini."
"Wagewlaseh temen gue pemilik kafe Hits," sahut Naomi kagum sambil bertepuk tangan pelan.
"Biasa aja napa, sebenernya ni kafe milik gue sama Raihan, bukan milik gue pribadi."
"Gokil, temen gue tajir semua," ucap Naomi kagum.
Naomi melanjutkan obrolannya dengan Arda, sampai ia lupa waktu, bahkan lupa segalanya, termasuk ia melupakan masa lalunya sesaat.
----------------
Makasih semuanya. Maaf kl ada salah.