Aku pernah suka dengan kakak kelas, seperti kebanyakan adik kelas pada umumnya. Laki laki yang aku sukai itu, tidak jauh berbeda dengan kebanyakan cowo di novel remaja.
Dia tampan (apalagi saat sedang naik sepeda, aku pernah nggak sengaja melihatnya), pintar, dan tentunya murid kesayangan bapak ibu guru. Sebenarnya dia juga ramah, namun hanya dengan orang yang dikenalnya.
(Tampan itu relatif gaes, jadi abaikan. Hanya sebagai pemanis tulisan 😁)
Seperti fiksi remaja pada umumnya, awal mula suka adalah penasaran dengan hidupnya.
Aku pertama mengenalnya karena dia satu organisasi denganku. Dia ramah dengan adik kelas, pandai mencairkan suasana, dan tentunya tidak pernah melakukan senioritas.
Mungkin itu yang membuatku mulai menyukainya. Hingga tanpa sadar aku selalu berharap pertemuan selanjutnya seperti dalam novel remaja.
Iya, semua berjalan sesuai alur pada novel remaja. Awalnya sering berpapasan, lalu mulai chating tentang keorganisasian, hingga lama kelamaan mulai akrab seperti teman dekat.
Sampai suatu hari euforia itu hilang, saat mengetahui bahwa dia sedang naksir dengan seseorang. Hatiku patah? Tidak. Hal itu hanya menamparku, bahwa dunia fiksi terlalu indah jika dibandingkan dunia nyata.
Aku tidak menjaga jarak dengannya, kita masih seperti kita yang dulu. Hanya yang membedakan adalah aku mulai menghindari pertemuan dengannya. Aku belum siap jika harus bertatapan dengan mata elang miliknya.
Bukankah itu seperti menjaga jarak dengannya? Menurutku tidak. Karena definisi menjaga jarak bagiku itu hanya melalui dunia maya. Sedangkan dunia nyata, aku menghindarinya.
Sialnya aku pernah kalah bermain ToD, dengan bodohnya aku memilih Truth, dan berakhir dengan tantangan yang mengaruskan aku mengucapkan good night.
Kepada siapa lagi kalau bukan kepadanya. Aku melaksanakannya, dia membalas pesanku, mengucapkan terima kasih karena sudah melakukan hal itu, dan aku memberikan buktinya pada teman mainku.
Setelah hari itu, kita tak lagi dekat. Aku dengan kesibukan ujian semesterku, dan dia dengan kesibukan ujian masuk kuliah.
Setelah mengetahui bagaimana kehidupan aslinya, aku jadi menyesal pernah suka padanya. Seharusnya aku tidak membuang buang waktu untuk selalu mengamati dan mencari tahu tentangnya.
Seharusnya aku fokus dengan tujuan awalku. Agar aku bisa menjadi sepertinya.
Jadi mungkinkah ini yang dinamakan cinta monyet? Mungkin iya, mungkin tidak.
#1904
***
Btw, makasih ya yg udah baca.
Cerita ini sebagian besar nyata, jadi jangan kepo sama 'Dia' yang ku maksud.Aku hanya meluruskan saja, kalau aku nggak ada rasa padanya. Kalaupun ada mungkin itu karena rasa penasaran yang berlebih.
Jika kamu yg kumaksud membaca ini, ku ucapkan terima kasih. Semangat untuk tugas tugas kuliahmu 💪💪
Doakan semoga aku nanti juga bisa seperti mu 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisahku Tanpa Judul
RomanceTentang aku yang hanya bisa mengungkapkan rasa lewat kata. @airyakei