Part 6: Rest

24 3 0
                                    

Rick tersentak ketika mendapati tubuhnya disekap oleh sosok di belakangnya, tubuh lemah Rick membuat dirinya tidak sanggup melawan sekalipun memberontak dari dekapan makhluk misterius itu. Fikirannya sudah melayang pasrah apabila makhluk itu memang hendak menikamnya sesaat lagi.
.
"Ta-tamatlah riwayatku!"
.
Dikala Rick telah memasrahkan nyawanya, tiba-tiba sosok di belakangnya berseru, dan suaranya membuat Rick terperangah sesaat.
.
"Hey, sebut namamu!" Seru sosok tersebut dengan memaksa.
.
Tak sabar, maka Rick hendak memalingkan wajahnya ke belakang, namun wanita itu malah menahan wajah Rick dengan sikunya, sementara tangan sebelahnya menodongkan pisau ke perutnya.
.
"Jangan berbalik sebelum kau menyebutkan namamu!"
.
Maka reflek, mau tak mau Rick menyebutkan namanya.
.
"Rick!"
.
Mendengar nama itu, tiba-tiba perempuan itu tersentak, dan segera melepaskan jeratannya dari tubuh Rick, sementara wajahnya terlihat tidak percaya dengan yang baru saja ia temui.
.
"Ha-Hazel," Gumam Rick terkejut bukan main tatkala mereka berhasil saling bertatapan, "Kaukah itu?"
.
Yup, sosok itu adalah seorang wanita muda sepantaran Rick. Berparas manis, berambut pirang panjang, bermata bulat dan bertubuh proporsional. Lebih jelasnya dia adalah teman satu kuliahnya di Havard University, dan juga termasuk satu-satunya wanita yang Rick idam-idamkan sejak lama. Sejatinya dahulu merekaba adalah tenan sejak SMA, hanya saja Rick selalu menunda-nunda dalam menyatakan cinta, kemudian malah ia disalip oleh pria lain bernama George.
.
Wanita tersebut mulai tersenyum lebar, antara percaya dan tidak percaya, ternyata yang ia temukan adalah teman lama sekaligus teman kampusnya, Rick. Namun, seketika ia langsung merubah ekspresinya menjadi lebih datar, sebab wanita itu tahu, bahwa Rick telah menyukainya sejak lama, sementara sekarang ia telah memiliki pujaan hati lain, dan rasa gengsi itulah yang membuatnya mendadak dingin. Sejatinya dahulu Rick sering melontarkan flirting padanya, namun Hazel tak terlalu merespond.
.
"Me-mengapa tiba-tiba kamu menyekapku, Hazel?"
.
"Ngg, tidak apa," gumamnya gugup, "aku hanya memastikan kau salah satu dari mereka atau tidak!"
.
"Sejak tadi kau tidak mengenaliku?"
.
Hazel mengeluarkan kaca bulat dari tasnya, dan menunjukkan ke arahnya.
.
"Padanglah wajahmu, Rick, apakah kamu dapat mengenali wajahmu sendiri?" Ledek wanita itu.
.
"Oh Tuhan, wajahku penuh darah." Sahut Rick sembari menyapu darah dengan sisa perban ditangannya.
.
"Sebab itulah aku tidak mengenalimu!" Jawabnya sembari melangkah meninggalkan Rick.
.
Rick terdiam seribu bahasa, antara percaya dan tidak percaya dirinya bisa bertemu dengan Hazel disaat seperti ini. Entah ini adalah moment yang tepat atau tidak untuk berduaan dengannya. Sesekali Rick mengusap-usap matanya untuk memastikan bahwa ia tidak sedang berhalusinasi, dan ternyata ia memang tidak sedang bermimpi.
.
"Tidak ada waktu, Rick, cepat naik ke mobil!" Pinta Hazel menujuk mobilnya yang diparkir dibelakangnya, "ini sudah hampir gelap."
.
"O-oke...." Rickpun dengan usaha yang dimilikinya bergegas menghampiri mobil dan memasukinya
.
# Di tengah perjalanan.
.
"Apa yang terjadi padamu sampai-sampai sendirian di tempat gersang seperti tadi, Rick?" Tanya Hazel.
.
"A-aku mengalami kecelakaan di Jonathan Hill."
.
"Oh, jadi kamu yang sebelumnya mengendarai bangkai mobil polisi itu?"
.
"Ya...."
.
Hazel, mengambil sebongkah kantong plastik lalu memberikan sebotol air mineral dan beberapa makanan kepada Rick.
.
"Ohya, bagaimana kisahmu sampai sejauh ini, Hazel?" Tanya Rick penasaran.
.
"Entahlah...." jawab Hazel, "semua terjadi begitu saja."
.
"Lalu, kenapa sepertinya kau peduli dengan orang-orang gila itu, sampai-sampai kau melakukan hal gila seperti tadi?"
.
"Tidak tahu, ya." Jawab Hazel datar.
.
"Tidak tahu bagaimana?" Rick mulai gusar mendapati jawaban datar Hazel.
.
"Mungkin terdengar lucu, tapi sejatinya aku mencoba menggagalkan aksi bunuh diri mereka, agar dari mereka aku mendapatkan informasi. Dan jika aku beruntung, aku bisa menemukan orang yang dapet menolongku."
.
"Mendapatkan info dari pelaku bunuh diri?" Sahut Rick kebingunan.
.
"Ya, kufikir tadi kau adalah salah satu dari mereka, dan ternyata tidak. Tapi kini setidaknya aku malah menemukan seseorang yang bisa membantuku"
.
"Ta-tapi untuk apa?"
.
"Tidak untuk apa-apa, hanya penasaran saja."
.
"Penasaran?"
.
"Ya...." jawabnya datar.
.
"Ini tidak lucu!"
.
"Apanya yang tidak lucu, Rick?"
.
"Kau belum mengalami apa yang aku alami, Hazel. Mereka berbahaya."
.
"Ya, aku tahu mereka berbahaya, tapi mereka itu lebih banyak bodohnya di banding bahayanya, menurutku."
.
"Aku pernah ingin membantu mereka, tetapi mereka malah ingin membunuhku, entah alasan apa yang membuat mereka seperti itu," jelas Rick tampak khawatir, "ditambah lagi Profesor Duval pernah memperingatkanku untuk tidak menolong atau bahkan mengagalkan aksi mereka, entah knapa yang pasti aku juga tidak mengerti!"
.
"Profesor Duval?"
.
"Ja-jadi kamu tidak mengetahuinya Hazel?"
.
"Ma-maksudmu...?"
.
"Ha-Havard University, telah menjadi sangkar bangkai manusia!"
.
"Oh my God, separah itukah?"
.
"Entahlah, ini semua sudah gila!
.
"Ma-maaf, sudah empat hari ini aku tidak menginjak kampus, sebab aku sibuk mencari seseorang."
.
"Mencari seseorang katamu?"
.
"Y-ya."
.
"Si-siapa yang kau cari, Hazel, bukankah kedua orang tuamu telah lama meninggal, dan kamu tidak memiliki adik dan kakak?"
.
"Ini bukan urusanmu." Jawabnya gusar.
.
"Tapi siapa yang kamu cari ditengah situasi seperti ini sendirian?" Paksa Rick.
.
"George!" Sahut Hazel tersipu malu.
.
"George, pacarmu itu?" Kejut Rick.
.
"Ya, ada yang salah?" Nyinyir Hazel.
.
"Ti-tidak...."
.
Mendengar ucapan Hazel, Rick terdiam membisu. Ia sebenarnya tak ingin mendengar jawaban itu dari mulut Hazel, namun apa daya, jawaban itu malah membuatnya kini menjadi badmood.
.
"Beristirahatlah dulu, nanti jika sudah sampai aku akan membangunkanmu, Rick." Suruh Hazel mengalihkan pembicaraan.
.
Rick pun hanya mengangguk. sembari menatap suasana mencekam dari balik kaca mobil yang sedang melaju, fikirannya melayang-layang tak karuan. Disamping itu, kini Rick tidak sebahagia saat tadi pertama bertemu dengan Hazel, karena alasan yang tidak masuk akal, yaitu seorang wanita mencari seorang pria yang hilang, bukannya seharusnya pria yang mecari seorang wanita yang hilang, bodohnya Hazel oh Hazel, namun nyatanya, sesekali Rick tetap saja mencuri pandang ke arah Hazel yang sedang mengemudikan mobil. Menurutnya Hazel tetap saja terlihat cantik meski dalam keadaan kacau balau seperti ini.
.
Di tengah perjalanan, Rick melihat palang kayu bertuliskan "Sunset Village" yaitu sebuah perdesaan kecil yang memiliki sedikit penghuni. Tiba-tiba Hazel mengentikan mobilnya disalah satu rumah gubuk, lalu keluar begitu saja dari mobil tanpa memberitahukan tujuannya pada Rick.
.
"Sebaiknya kamu tunggu disini dahulu."
.
Rick yang badmood memilih tidak banyak bertanya. Kemudian ia melihat Hazel memasuki rumah tersebut. Entah rumah siapa dan apa yang dilakukan Hazel di dalam sana, yang pasti lebih baik ia menuruti perkataan Hazel untuk tidak membantahnya.
.
Tiba-tiba Hazel keluar dengan membopong sesosok jasad pria dengan kepala terbelah dan meletakkannya di luar rumahnya begitu saja. Rick semakin bertanya-tanya, sebenarnya milik siapakah pemukiman itu, dan siapakah jasad yang ia bopong keluar tersebut. Beberapa pertanyaan terngiang difikirannya. Setelah beberapa saat tampaklah Hazel melambaikan tangan ke arah Rick. Maka Rick menuruti, ia pun perlahan keluar dari mobil. Dilihatnya pekarangan desa, ternyata tampak juga beberapa mayat tergeletak dimana-mana. Namun Rick tidak memperdulikan dan segera memasuki rumah tersebut.
.
"Waktu sudah mulai gelap, kita harus sementara beristirahat di sini." Gumam Hazel.
.
"Oke."
.
"Buka pakaianmu...." pinta Hazel sembari mencari sesuatu.
.
"Ma-maksudmu?" Rick tampak gugup dan wajahnya memerah.
.
"Sudahlah jangan berfikiran jorok, Rick"
.
"O-oh, hmmm. Iya." Sahut Rick terlihat malu.
.
Setelah Rick membuka pakaiannya, Hazel langsung memperhatikan luka yang ia derita, lalu beranjak ke dapur dan kembali dengan membawa beberapa peralatan memasak dan sebotol alkohol.
.
"He-hey tunggu dulu. Apa yang akan kau lakukan dengan alat-alat dapur itu?" Kejut Rick
.
"Untuk mengambil peluru yang bersarang dibahumu."
.
"Ta-tapi bagaimana mungkin...."
.
"Lebih baik kau menahannya sebentar atau kau akan mati karena infeksi?"
.
"Well, baiklah," gumamnya, "lakukanlah sesukamu."
.
Perlahan Hazel membersihkan darah-darah disekitar lubang lukanya. Disaat bersamaan, rick merasakan kelembutan tangan Hazel kala menyentuh kulitnya. Tatapan Rick tak mau pindah dari wajah Hazel, dan Hazel pun menyadarinya sebelum Rick memalingkan matanya.
.
"Ingat Rick, aku sudah memiliki pacar, dan aku sedang berusaha mencarinya," sindirnya, "kalau kau macam-macam, aku akan meninggalkanmu sendirian ditempat ini."
.
"Bu-bukan begitu maksudku...." Jawab Rick kembali kehilangan mood.
.
Kemudian Hazel menyiram alkohol pada luka tembak Rick, sehingga membuat Rick menjerit kesakitan, lalu tanpa basa-basi, Hazel langsung menancapkan pencapit kue kedalam lubang dibahu Rick dan menyongkel isinya sampai pada akhirnya peluru berhasil ditemukan dan dikeluarkan, Rick pun semakin menjerit sekeras-kerasnya.
.
Sampai berselang beberapa menit kemudian, ketika Hazel tengah berusaha menghilangkan rasa sakit yang Rick rasakan, tiba-tiba ia mendengar seseorang mengetuk pintu, dibarengi dengan suara rintihan, sehingga ia langsung mengambil handuk basah untuk menyumpal mulut Rick agar tidak menarik perhatian makhluk diluar sana.
.
"Eukhh...eukhhhh...." bunyi suara rintihan tersebut.
.
Suasanpun berubah drastis, Rick yang tengah kesakitan juga berusaha diam untuk memperhatikan suara rintihan tersebut. Sementara Hazel bersiap mendekati pintu dengan sebilah pisau ditangannya.
.
Dan ketika Hazel berusaha mengintip dari balik jendela, ia tersentak, sebab ia melihat sesuatu yang tidak menyenangkan serta membuatnya hampir saja muntah.
.
-Continue-

Evrybody's DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang