Prolog

29 4 0
                                    

Prang!

Kaca panjang di dinding kamar itu pecah berkeping. Aku melotot kaget sekaligus takut. Sedangkan ada seseorang yang tergeletak, tangannya dipenuhi darah karena terkena serpihan kaca. Pipi gadis itu juga terrkena pecahan kaca.

“Hiks, Asrita …” dia berkata lirih, memanggil namaku yang masih diam bergeming. Kaki ini terasa begitu berat untuk melangkah. Bibirku tiba-tiba kelu. Suara tercekat tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

Fitrk meringis, dia mencoba berdiri bertumpu kaki yang sama berdarahnya. Fitri kembali memanggil namaku. Aku tercekat, berjalan mendekat dengan gontai. Tanganku mencoba meraih tubuh Fitri. Meski gemetar hebat terlihat jelas ketika tangan menggapai pundaknya.

“Fitri, maafkan aku. Aku terlalu mudah percaya dengan orang lain.”

Nafasku tersengal, dadaku terasa begitu sesak. Air mata tanpa peringatan dan pengetahuanku meluncur deras membasahi pipiku. Aku nggak akan tahu jika semua ini akan terjadi. Kebodohan ku selalu saja berakhir dengan menyakiti orang lain.

Fitri, gadis yang sebenarnya adalah teman terdekatku. Kami menghabiskan masa sekolah bersama, hingga saat ini ketika kami SMA. Tapi ternyata, harus berakhir juga di SMA.

Kami berdua bertengkar hebat, Fitri yang dari awal terlihat menahan amarah akhirnya pecah juga. Di dalam kamar ini. Kamar kost yang hanya ditinggali kami berdua, Fitri tiba-tiba menghantamkan dirinya pada kaca dinding yang lumayan lebar.

Aku sungguh tak pernah membayangkan jika perseteruan kami samapi sejauh ini. Juga tentang Fika, tidak pernah terbesit dalam pikiranku jika dia akan mempermainkan persahabatan kami.

Aku menangis sejadi-jadinya, memeluk Fitri yang berdiri terdiam. Tangisnya juga pecah, tapi tidak mengeluarkan suara sedikit pun.

“Fitri, maafkan aku.” Kataku begitu lirih, memohon maaf atas apa yang sudah kulakukan.

Tapi aku segera berpaling, tidak ada secercah harapan lagi dengan persahabatan kami. Pertemanan yang sudah dimulai sejak kecil. Persahabatan yang sudah dibentuk dari biji bunga mawar paling indah. Aku malah menghancurkan setiap kelopaknya.

“Sudah terlambat, Asrita. Kau sudah sangat terlambat.”

What can I Hold You With?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang