🌼🌼🌼🌼🌼
Malam berlalu, berganti kilauan sinar Bintang terdekat di Planet bumi yang menyelip dari celah kecil kelambu abu sebuah kamar milik seorang gadis berambut hitam ikal sebahu, bermata bulat kecoklatan, dan berkulit kuning langsat bertubuh mungil bernama "Ana", yang tengah mengumpulkan nyawa untuk bergegas bangkit dari ranjang tidur sebelum bundanya mencak-mencak dan menggedor keras pintu kamarnya tanpa ampun.
"Plok, plok, plok", sedikit kencang Ana menampar kedua pipinya untuk menghilangkan kantuknya. Benar saja cara tersebut selalu ampuh bagi Ana, sebab itu ia selalu rutin melakukannya untuk mengurangi dosis saat kantuk tiba.
Setelah itu, dengan langkah gontai Ana melangkahkan kaki meniti setiap barisan anak tangga menuju dapur, tetapi tak didapatinya sosok yang ia cari.
"Lah kayak ada yang kurang ni pagi, tumben tuh beo rempong ga mencak-mencak", ujar Ana heran dengan sikap bundanya pagi ini.
Berbagai pertanyaan memenuhi benaknya, ada apa kiranya dengan sang bunda. Tak ingin menerka terlalu lama, bergegas Ana berlari kecil meniti anak tangga menuju kamar bundanya.
Dengan perlahan, didorongnya pintu kamar bundanya dan tampaklah sosok yang Ana cari tengah tertidur pulas diranjang.
Di tatapnya lekat air muka bundanya
itu, tetapi yang tampak hanya raut kelelahan yang pekat.
Muncul perasaan iba setiap Ana menelusuri tiap lekuk wajah perempuan setengah baya yang ia panggil bunda itu.Ada perasaan sesal dalam dadanya, untuk tiap kesulitan yang harus di hadapi oleh bunda dikarenakan dialah penyebabnya. Ingin rasanya Ana menampung semua tanggung jawab dan masalah yang ditanggung bundanya.
Tetapi Ana tak berdaya, yang mampu ia lakukan hanya harus belajar dengan baik hingga dapat membanggakan bunda sekaligus kakak, sahabat, dan ayah baginya kini.
🌼🌼🌼🌼🌼
Jarum pendek dan panjang jam tepat berada pada angka 6. Langkah kaki Ana berjalan perlahan menuju dapur, takut ia membangunkan sang Bunda yang tengah tidur pulas.
Cukup lama Ana berpikir, akan memasak apa untuk bunda dan dirinya, karena sejujurnya ia bahkan jarang masuk dapur untuk memasak sesuatu karena biasanya bundanya yang selalu melakukannya.
Ana ingat, ia pernah melihat bundanya menumis sayur, dan menggoreng telur yang menurutnya cukup mudah untuk ia lakukan.
Beberapa menit berlalu, disusul dengan
senyum sumringah Ana menatap hasil kerja kerasnya tertata rapi di meja makan.Sambil bersenandung riang, Ana melangkah menuju kamar bundanya dan mengajak untuk sarapan bersama.
Perlahan bunda Ana bangun dari tidurnya dan terkejut memandang Ana senyum-senyum tak jelas di depannya.
"Kejedot apa nih putri bunda pagi buta senyum-senyum gak jelas?" Tanya bunda Ana bingung dengan tingkah anaknya.
"Abis kejedot ama oppa-oppa korea dalem mimpi nih bun." Jawab Ana setengah cekikikan.
Tak ingin meladeni tingkah konyol putrinya yang semakin menjadi bila diladenin, Bunda Ana bergegas melangkah menuju dapur mengingat ia belum sempat memasak untuk Ana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemuda pagi
Teen Fiction"Seperti mataharinya malam Pun ia embunnya pagi Panas teriknya siang Indah jingganya petang... Cinta yang kini tak bertuan Benci yang hati menjadi alasan Luka yang beri menumpulkan tawa Rindu yang seakan tak akan hilang..." Ini...