Intro

384 28 7
                                    

"Tuan, pemakaman akan segera dilaksanan." Panggil seorang bawahan kepada pria yang sedang duduk dan menatap kosong kearah jendela. Pria itu sedikit menoleh dan menganggukan kepala.

"Tunggu saya sebentar lagi."

Bawahan itupun mengangguk hormat, lalu segera pergi meninggalkan sosok pria yang masih setia memandangi jendela dengan padangan yang kosong.
Selang beberapa menit setelah itu, akhir nya sang pria perlahan bangkit dari duduk nya, lalu memasang jas bewarna hitam berkain beludru untuk dipakaikan kedalam tubuh nya yang tegap dan sedikit atletis.
Pria itu menghela napas panjang saat melihat dirinya dari pantulan cermin. Matanya sedikit sembap, bibirnya pun kini memucat. Ia mengepalkan tangan nya erat, menahan air mata yang sedari tadi memberontak ingin terbebas, bermaksud ingin melintasi pipi indah nya yang sekarang telah ditumbuhi bulu bulu halus itu.

Kau terlihat seperti orang mati.

Lagi dan lagi.
Sesak masih terasa, hampa masih terasa, dan sakit hatipun seakan semakin menguasai dirinya.

Tolong jangan sekarang!

Sang pria mencoba tersenyum bermaksud terlihat kuat. Namun jika dipandangi, pria ini seolah hanya membohongi dirinya sendiri bahwa dia bisa menghadapi semuanya.

Sungguh menyedihkan

Si pria sedikit merapikan rambut hitam milik nya dan sekali tarikan nafas panjang, ia dengan cepat melangkahkan kaki panjang nya keluar dari ruangan sepi itu.

——————————

"Ingatlah, ya Tuhan, Allah dari roh-roh dan segala badan, mereka yang kami ingat maupun mereka yang tidak kami ingat, orang-orang dari iman sejati, dari Habel yang benar sampai dengan hari ini. Berilah mereka istirahat di negeri orang hidup, dalam kegembiraan Firdaus, dalam pangkuan Abraham, Ishak dan Yakub, para bapa suci kami, dari mana rasa sakit dan dukacita serta kelah kesah dilenyapkan, tempat cahaya wajah-Mu menghampiri mereka dan senantiasa bersinar atas mereka."

Pemakaman dilaksanakan di-iringi dengan isak tangis orang-orang yang berada ditempat itu. Pendeta memimpin doa-doa suci untuk orang yang telah mendapat peristirahatan terakhirnya. Suasana duka begitu menyelimuti, terutama bagi sesosok pria yang sedari tadi ikut berdoa mengikuti kata pendeta.

"AMEN."

"Amen."
"Amen."

Sang Pendeta mengakhiri pembacaan doa, lalu menyirami sedikit air diatas batu nisan yang beberapa waktu lalu baru dipasangkan.

"Dimohon kepada keluarga dan sahabat tercinta dari almarhumah, sekiranya berkenan untuk menyirami dan menaburkan bunga. Serta mendoakan jalan nya almarhumah, untuk segera bertemu Tuhan, Allah kita."

Satu persatu keluarga dan sahabat mendekat disekitar makam, menyirami dan menaburi serta mendoakan putri tidur yang telah berada dipangkuan sang pencipta. Tak henti-henti nya suara tangis terdengar, menangis pilu karena telah ditinggalkan.
Makam telah dipenuhi bunga sebagai tanda cinta untuk terakhir kali nya. Pemakaman pun telah usai, satu persatu orang meninggalkan makam setelah berpamit pulang kepada keluarga.

"Sekali lagi saya turut berduka cita, semoga almarhumah senantiasa berbahagia bersama Allah. Dan semoga keluarga bisa menerima dengan lapang dada."
Ucap sang pendeta menyalami satu persatu beberapa keluarga yang masih tersisa.

"Terima kasih pendeta, telah bersedia hadir di pemakaman istri saya."

"Oh iya tentu saja tuan, ini sudah menjadi tugas saya. Dan saya berharap tuan bisa menghadapi ini semua, jangan berlarut-larut dalam kesedihan karena bagaimanapun sudah ketentuan nya bahwa semua yang bernyawa di dunia ini, pasti akan dipanggil oleh sang pencipta."
Sang pendeta tersenyum tipis kepada pria yang ada dihadapan nya.
"Kalau begitu tuan, saya pamit untuk pulang. Karena tugas saya pun sudah selesai disini." Ucap pendeta kembali.

"Ah ya tentu saja. Terima kasih sekali lagi, dan sekiranya bapak pendeta bersedia jika supir saya yang akan mengantar kan anda untuk pulang." Balas pria itu sambil mengisyaratkan kepada sang supir agar menuntun pendeta menuju mobil yang sudah disiapkan.

Pria itu menunduk hormat kepada pendeta yang sudah berbalik meninggalkan nya bersama dengan beberapa orang yang masih tersisa. Dirinya kembali mendekat disekitar makam dan berdiri tepat disamping seorang wanita yang masih saja setia untuk menangis.

"Lai guanlin."

Pria yang bernama lai guanlin itu menoleh kearah sumber suara yang baru saja menyebutkan namanya.

"Ya?"

"Ayo kita pulang."

"Tidak kak, aku masih mau disini." Ucap guanlin kepada sang kakak yang umurnya terpaut tidak terlalu jauh darinya.

"Tapi anak mu menunggu dirumah." Balas sang kakak yang sedikit meninggikan suaranya.

"Tapi kak daniel! Aku masih mau disini. Tolong mengerti." Guanlin membalas dengan suara yang tidak kalah tingginya.

"Daniel! Guanlin! Tolong jangan sekarang. Kita masih dipemakaman, apa kalian tidak mengerti?." Bentak yuri kepada anak-anak nya. Wanita yang sedari tadi masih setia menangis adalah yuri. Sungguh dia amat sangat kehilangan menantu nya, baginya terlalu cepat perempuan manis dan sangat baik hati itu pergi meninggalkan suami dan anak tercintanya.

"Sekarang bukan waktu nya untuk bertengkar. Daniel, biarkan jika Guanlin masih ingin disini. Kita duluan saja pulang dan untuk Guanlin, jangan terlalu berlama-lama. Ingat, kamu masih memiliki anak yang sedang menunggu mu dirumah." Ucap yunho tegas kepada dua anak nya.

"Dengarkan kata ayah daniel. Kita pulang duluan saja ya." Kata istri daniel lembut sambil mengelus pelan punggung suaminya. Lelaki berpundak lebar itu mengatupkan bibirnya lalu mengangguk pelan menyetujui apa yang di ucapkan oleh istri tercinta nya. Karena memang, hanya istri nya lah yang bisa membuat daniel menjadi penurut.

"Yasudah ayo kita pulang." Kata yunho sambil menepuk pundak sang anak kedua, lalu berjalan menuju kearah mobil diikuti oleh yuri, daniel beserta kakak iparnya.

Sepeninggal ayah, ibu dan kakak nya. Sesosok pria yang dikenal sebagai Lai guanlin anak dari seorang pengusaha terkaya nomor tiga di negara nya kembali menatap makam sang istri yang telah basah akibat rintikan hujan yang mulai turun sedikit demi sedikit.
Ia berjongkok tepat disamping nisan sang istri, menatap nama indah istrinya yang tertulis diatas papan yang rapuh.

"Sayang."
"Sayang."

"Sayang?."

Guanlin sedikit tertawa menatap makam istrinya.

"Kenapa kamu tidak menjawabku hm?
Apa kamu benar-benar tidak bisa menjawabku? Ayolah, hanya sebuah panggilan sayangku. Kenapa itu terlalu sulit untuk dijawab?." Ucap guanlin dengan suara serak dan berat, seperti banyak sekali batu yang ia telan sehingga dirinya tidak mampu berbicara dengan normal.

"Bagaimana dengan ku dan anak kita? Aku tidak bisa mengurus nya sendiri!" Dia mulai menangis dan meremas tanah disekitar makam istrinya.

"Bagaimana aku bisa hidup tanpa adanya kamu? Siapa yang bakal urusin aku sama anak kita? Siapa yang bakal bikinin aku dan anak kita sarapan?. Apa kamu semarah itu? Padahal-padahal waktu itu kamu bilang sudah tidak marah lagi. Tapi kenapa kamu malah pergi malam itu." Ucapan yang keluar dari mulutnya terdengar sangat memilukan, penuh dengan keputus asaan, penuh dengan ketidakberdayaan. Namun lagi lagi sekuat apapun dia meminta dan memohon, wanita yang dicintai nya tidak akan pernah kembali.

——————————————

Hay guys, gua balik lagi dengan work baru hehe. Udah lama banget gak ngetik ya.

Maaf banget ya work lama gak aku kerjain eh malah muncul dengan work baru kayak gini. Ya tapi gimana ya pengen buat work baru aja ini soalnya emang ide muncul tiba tiba aja gitu emang.

Yaudah deh semoga kalian tertarik ya. Kalau iya aku bakal lanjut tapi aku gak jamin bisa cepet update nya soalnya lagi sibuk ngurus skripsi.

Dah :*

Father Complex  l.g.l & p.j.hWhere stories live. Discover now