Sahabat

18 4 3
                                    

Kirana Puspita, ya itulah namaku. Aku adalah salah satu gadis beruntung-menurutku-karena aku bisa bersekolah di SMU favorit di Kota Bandung yang semua anak pasti ingin bersekolah di sini. Tapi tak semua anak beruntung sepertiku, sekolah ini adalah sekolah elit bertaraf go internasional. Aku bersekolah di Senior High School Pertiwi 1. Tempat para siswa yang cerdas dan berkarakter, tapi ada sebagian siswa yang mengandalkan kekayaan mereka saja untuk masuk di sekolah ini. Tapi tenang, aku masuk di sini dengan kerja kerasku sendiri kok, aku masuk di sini dengan murni nilaiku. Aku memang tergolong siswa cerdas, aku di sini dibiayai oleh negara, jadi ibu tidak perlu resah atau khawatir terhadap semua biaya di sini.

Aku adalah anak kelas XI MIPA 2, sebentar lagi aku akan masuk ke kelas XII. Tinggal menunggu beberapa bulan lagi saja, dan aku sangat menantikan hal itu.

Disini aku punya satu teman yang sangat dekat denganku, namanya Melinda Sari. Kami berteman sejak duduk dibangku kelas X. Kebetulan saat itu kami juga sekelas  seperti sekarang.

“Kiran!, tunggu aku...!” dengan napas terengah-engah dia menghampiriku.

“Iya sudah jangan berlari seperti itu, aku juga pasti akan menunggumu kok. Ada apa sih?”

“Itu...,anu...”

“Apa?”, walaupun aku tahu maksudnya, tapi aku masih ingin tetap bertanya padanya  untuk basa-basi. Aku tahu bahwa sebenarnya pasti dia ingin meminjam PR ku, aku sudah hafal dengan sikapnya itu. Semalas malasnya aku, aku masih mau dan niat mengerjakan pekerjaan rumah, tidak seperti Linda yang kerjaannya  seperti  tidak niat bersekolah. PR dan tugas-tugasnya selalu aku yang mengerjakannya. Walaupun begitu dia tetap sahabatku dan aku harus menerima kekurangannya, begitu juga dia menerima kekuranganku dengan lapang dada.

“Aku ingin meminjam PR bahasa inggrismu, boleh ya. Please...”

“Kenapa kamu tidak mengerjakan sendiri tugasmu? Kamu lupa lagi ya?”

“He....he..., sebenarnya kemarin malam aku nonton film di bioskop sama kak Bimo.”

“Apa?!” “Jadi kamu malah kencan dan meninggalkan kewajibanmu sebagai pelajar demi kak Bimo?!”

“Bukan begitu Kir, aku cuma ditawari saja, tidak mungkinkan aku menolak tawaran yang langka seperti itu” sambil senyam-senyum tak jelas.

Menepuk jidatnya, “Ya ampun, terserah kau sajalah”. Kirana berjalan gontai menuju kelasnya dan meninggalkan Linda tanpa menghiraukan teriakan nyaring sobatnya itu.

*~*

Bel berbunyi nyaring tiga kali pertanda jam pelajaran telah usai. Kirana dan Linda segera keluar dari kelas menuju gerbang utama untuk pergi ke rumah masing-masing, namun langkah Kirana terhenti di salah satu benda yang terpajang di mading sekolah.

“Ada apa Kir?” tanya Linda penasaran dan langsung mengikuti Kirana yang telah mendekat ke benda yang menarik perhatiannya itu.

“Wow!, ada lomba cipta puisi yang diselenggarakan minggu depan lho Lin.” Seru Kirana bersemangat, namun dibalas Linda dengan ekspresi sebaliknya.

“Lalu?”

“Ih Lin, ya ini kesempatan bagus tau. Aku harus ikut lomba ini, meski hadiahnya tidak seberapa namun pasti bisa untuk membantu Ibuku.”

The Wound HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang