PENANTIAN #Keduabelas

29 0 0
                                    

Tiga hari telah berlalu semenjak Bu Risma masuk rumah sakit. Anak-anak Bu Risma tetap tak bisa tenang walaupun Bu Risma telah dimasukan ke IGD dan mendapatkan pelayanan paling baik. Bu Risma mengidap Tuberkulosis yang parah.

Karena keadaan Rumah Sakit yang hanya memperbolehkan seorang saja yang jaga di ruang rawat IGD, sudah tiga hari ini Oca menginap di rumah Om Surya dan Tante Sinta, Nisa tak tega jika harus membiarkannya tidur sendiri dirumahnya, di Bantaran.

Oca, terlihat lebih tenang ketimbang Ica. Ica yang selama ini menemani Ibunya di rumah sakit, tak hentinya menangis kalau Nisa pergok. Oca, masih bisa bercerita dan sedikit tertawa-tawa jika Nisa mendongeng atau sekedar saling bercerita.

"Oca kangen Bapak, Kak!", kata Oca, dengan manja.

"Kangen Bapak? Sama dong! Kak Nisa juga kangen terus nih sama Bunda Ayahnya Kakak di Bogor..", ujar Nisa mengobrol dengan Oca selepas Shalat Isya di kamar berukuran 5x4 meter itu.

"Emangnya, Bapaknya Oca kemana?", tanya Nisa dengan ramah. "Kata Teh Ica, Bapak punya mama balu.."

Nisa diam beberapa detik. "Mama baru?", lanjutnya dengan ragu.

Oca hanya mengangguk. Wajahnya jadi diselimuti pilu kesedihan. "Kalau ada Bapak..

Ibu pasti seneng..", napas Oca terdengar seperti akan menangis.

Lalu, Oca memandang Nisa polos, dengan mata yang berkaca-kaca. Tanpa berbicara apa-apa lagi, Oca larut dalam tangisan. Nisa memeluknya, menutup laptop yang selama mengobrol tadi ia gunakan juga untuk mengirim paper email ke salah satu Universitas di Australia.

Penuh haru.

Sekitar 30 menit Oca dalam pelukan Nisa, Oca lantas tidur. Nisa masih tak menyangka dengan apa yang beberapa waktu lalu Oca ceritakan. Tapi, Nisa masih penasaran. Apa yang ia dengar dari Oca, hanyalah sebatas kerinduannya pada sosok Bapak.

Nisa menyelimuti Oca, mengusap-ngusap rambut Oca yang tipis menghalangi pipi tembemnya. Oca semakin menggemaskan jika dilihat saat tertidur.

Diambilnya handphone yang seharian ini tergeletak diatas meja tualet Nisa. Nisa hendak menghubungi Kak Saliha untuk memastikan apa yang terjadi dengan keadaan keluarga Oca. Nisa rasa, Nisa sudah terlalu sayang pada Oca dan keluarganya. Sehingga ia memutuskan untuk tahu lebih jauh lagi.

"Assalamu'alaikum, Kak?", mulainya. "Ya Nisa? Kenapa?", jawab Kak Saliha dari

seberang telfon dengan ciri khas suaranya yang lembut.

"Kakak dimana? Kok agak bising?", tanya Nisa sebelum masuk ke maksud pembicaraannya. "Saya baru aja sampe ke Rumah Sakit, kasian Ica.. Kayaknya dia belum makan.."

Kak Saliha memang guru Ica yang sangat baik dan perhatian. Kak Saliha, sama halnya dengan Nisa, sudah terlalu dekat dengan Ica dan keluarga. Katanya, Kak Saliha sudah sejak tiga tahun lalu semenjak Ica masuk SMP mulai sering berkunjung ke rumah Ica.

Kak Saliha pernah bercerita, bahwa Ica yang pertama kali membawanya ke Bantaran. Katanya anak-anak disana pintar-pintar, hanya tak mampu untuk sekolah. Jiwa seorang guru dan keibuan seorang Kak Saliha terenyuh pada saat itu.

"Kak, Nisa mau tanya soal keluarga Oca..",

"Kenapa Nis? Soal apa?" jawab Kak Saliha tak mengerti. "Bu Risma memang sudah menjanda ya, Kak? Maaf Nisa bertanya ini..", ujar Nisa dengan nada prihatin.

"Oh.. Suaminya mendadak pergi, Nis. Pas Ica masuk SMP. Yaa berarti sekitar dua atau tiga tahun yang lalu lah. Kurang jelas juga perginya kemana dan kenapa.. Semuanya tiba-tiba..", jawab Kak Saliha dengan fasih. "Oca cerita sama kamu?", lanjutnya dengan pertanyaan.

"Iya Kak.. Katanya juga, Bapaknya Oca udah menikah lagi ya?", tanya Nisa ragu-ragu lagi.

"Hmm.. Gatau sih udah nikah lagi apa belum.. Yang jelas, Bu Risma sama anak-anak sempet mergokin gitu di puskesmas daerah manaaa saya lupa, masih di Bandung juga tapi.. Keluar-keluar dari puskesmas, sama perempuan dan bayinya. Seperti sehabis lahiran..", jawabnya.

"Pantes.. Oca keliatan sediiih banget Kak, pas cerita tentang Bapaknya itu..", Nisa berujar dengan prihatin lagi.

"Kita doakan aja Nisa, semoga.. Kalau memang benar sudah menikah lagi, keluarganya penuh berkah dan perlindungan dari Allah. Kalau belum, kita doakan supaya beliau mendapat rahmat dan hidayah untuk pulang lagi aja.. Membangun kebersamaan lagi dengan Bu Risma sama anak-anak..", kata Kak Saliha dengan kelembutannya.

"Aamiin, Kak..", jawab Nisa penuh haru. "Yaudah Nis, saya mulai mau masuk IGD. Rasanya engga enak kalau masih nelfon.. Saya tutup dulu yaa?", pamit Kak Saliha.

Nisa mempersilahkan lantas sangat berterimakasih. Kemudian menutup telfonnya, lalu kembali menyimpannya di meja tualet.. Agak melamun.

Artinya, masih umur 2 atau 3 tahun, Ayahnya meninggalkan Oca. Mungkin ini adalah hal yang paling menyedihkan bagi Oca, bocah yang kira-kira masih berumur menuju 5 tahun ini. Oca selama ini terlihat penuh kesabaran dengan sifatnya yang agak pendiam. Mungkin itu cara Oca menutupi kesedihannya dan kerinduannya pada Ayahnya.

Nisa menjadi merasa malu pada dirinya sendiri. Kesedihan yang ia rasakan kemarin, belum seberapa dibandingkan Oca yang sudah kehilangan kasih sayang dari ayahnya dalam usia yang sangat kecil. Mendapati Ayahnya berkhianat pada Ibunya sendiri.

Nisa merasa malu lagi, ketika ia harus menunjukkan kesedihannya pada waktu lalu, hanya karena ia merasa terkhianati oleh Akbar, lelaki yang baru dikenalnya dalam waktu yang sangat singkat.

Nisa merenung lantas menangis, beristighfar sebanyak-banyaknya.

"Yaa Allah.. Fabi ayyi 'aalaa i rabbi kumaa tukadzibaan.. Nikmat Engkau yang mana Yaa Allah yang sering aku dustakan?", lirihnya dengan pelan. Sedih. Hatinya gaduh dengan kekecewaan pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba, handphone Nisa berbunyi tanda ada pesan masuk. Deringnya sedikit membuat Oca terganggu dari tidurnya.

'Nis, Bu Risma koma dan udah amat lemah. Kamu kesini ya! ' – Kak Saliha.

Hati Nisa menjadi sangat berdebar lagi. Jantungnya berdetak tak karuan, berdebar dengan sangat cepat. Sesak dan penuh ketakutan.

Dilihatnya Oca sedang tertidur pulas, tak mungkin Nisa membangunkannya. Apalagi dengan memberitahu keadaan Ibunya sekarang, dengan kondisi hatinya yang sedang rindu Ayahnya, pasti Oca akan semakin kacau.

'Aku tau kamu mau ke RS sekarang. Bareng aku ya, Nis! Demi Bu Risma, segera.'

Akbar Geraldi Hermawan.

Pesan itu membuat Nisa semakin tak karuan lagi. Sejujurnya Nisa sangat ingin menolak pergi bersama laki-laki yang sedang ia lupakan itu. Tapi dilihatnya, jam sudah menunjukan hampir pukul 9 malam. Dirinya sendiri sangat kebingungan akan naik apa dia pergi dan segera sampai ke Rumah Sakit. Tapi, hatinya yakin bahwa Kak Saliha dan Ica, pasti membutuhkan kehadiran orang-orang untuk menemani mereka di Rumah Sakit.

Nisa beristighfaar lagi, dan dengan keadaan seperti ini, terpaksa Nisa harus menjawab,

'Aku tunggu, Bar. Sekarang.'

Dengan hatinya yang kini tak bisa ia kendalikan, sekarang Nisa hanya bisa berdoa untuk keselamatan Bu Risma dalam dzikirnya.

***

Nah! Aku mau tanya nih, ada yang sebel gak kenapa Akbar sama Nisa harus saling ketemu lagi? :( Coba kita lihat di penantian selanjutnya ya!

Ruang PenantianWhere stories live. Discover now