Di atas jembatan, pernah kualami perpisahan ironis.
Di bawah rintik hujan, kuharap senja menghadiahiku pertemuan yang manis.
.
.
Aroma hujan itu masih sama, tapi hubungan yang kami miliki tak lagi sama.
Kehangatan yang tersisa kini amat menyesakkan.
Entah karena hujan, karena lama tak bertemu atau apa, aura Soraru tadi terasa berbeda bagi Mafu.
"Rasanya ... dingin."
Mafu menggigit bibir. Ia pikirkan lagi keputusan yang hendak ia ambil.
"Kalau aku tetap diam di sini ... apa akan ada yang berubah ?"
Berbagai pertanyaan retoris memenuhi benak. Tak butuh jawaban, biarlah tindakan yang membuktikan.
Apa aku bisa bertemu Soraru-san lagi ?
Apa aku bisa bernyanyi bersamanya lagi ?
Apa ia baik-baik saja selama ini ?
"Semoga aku belum terlambat !"
Menerjang gerimis, Mafu berlari sekuat tenaga menuju arah yang dilalui Soraru saat meninggalkannya tadi.
Ini adalah peruntungan terakhir. Kalau Soraru-san sudah pergi jauh, aku takkan lagi berharap.
Mafu teringat wawancara Soraru di televisi yang mengabarkan bahwa bulan depan ia akan kembali pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan.
Kegelisahan Mafu semakin membuncah. Tak henti-hentinya ia berharap agar Soraru belum terlalu jauh.
Ini kesempatan terakhirku.
Payung merahnya ia tinggalkan di jembatan begitu saja, penuh harap ia mengejar sang mantan partner. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari sang pemilik senyum hangat yang dirindukannya itu.
Harapannya bertaut dengan didapatinya Soraru yang sudah hendak meninggalkan taman yang sepi itu.
"Soraru-san !" panggilnya kencang sambil terus berlari.
"D-doushitano ? Kau baik-baik saja ?" Soraru heran melihat Mafu sampai terengah-engah begitu.
Mafu tertunduk untuk beberapa saat, membuat Soraru semakin sulit mengerti situasi.
"Hidoii ... Soraru-san hidoii ! Dasar tidak peka ! Kirai ! Daikirai !"
"E-eh ?" Menerima bertubi pernyataan Mafu secara mendadak, tentu saja ia kebingungan.
Mafu menatap lekat Soraru di hadapannya, sejuta rasa yang tak dapat diungkapkan oleh kata terpancar bersamaan rintik membasahi keduanya.
"Saat itu aku sangat kesal ... tapi semakin lama ... aku ... aku kehabisan alasan untuk membencimu, Soraru-san."
Ketika merindukan bukanlah suatu keharusan, namun menghabiskan waktu bersama Soraru telah menjadi sumber kebahagiaan.
Mafu tak sanggup lagi membendung luapan emosionalnya. Kalau bisa, ia ingin memeluk Soraru saat itu juga bersama hembus angin sore yang semakin dingin menyelimuti.
"Maaf ... Maafkan aku...."
Bersama gerimis, setetes air mata lolos dari pelupuk mata Mafu.
Bersama tersaputnya matahari oleh mendung, permintaan maaf itu terlontar.
"Maafkan aku yang egois saat itu ... dan bertindak seenaknya. Aku tidak ingin hubungan kita jadi seperti ini !"
Tangis Mafu pecah, liquid bening itu membasahi pipinya, berkawan dengan bekas tetesan air hujan di sana.
"Aku ingin kembali bernyanyi di sisimu ... dan merasakan lagi semua saat indah itu. Aku sangat ingin kita berbaikan, Aku ... sangat merindukan Soraru-san." ujar Mafu lirih. Ia berjongkok di hadapan Soraru, mencoba menyembunyikan wajah dan air matanya.
"Kumohon ... jangan membenciku."
Permohonan Mafu pun terucap. Matanya terpejam cemas akan balasan dari Soraru.
"Aku juga minta maaf, telah membuatmu sedih selama itu."
Ia mendongak, menyadari Soraru yang melingkarkan sebuah syal berwarna biru di leher Mafu. Meski sedikit, kehangatan menyentuhnya yang tengah berlinang air mata.
"Kau bisa sakit kalau hujan-hujanan, tahu. Kau pikir selama ini aku tak mengkhawatirkanmu ?"
Senyuman lembut Soraru terulas sembari jemarinya mengusap air mata di pipi Mafu.
Bibir yang semula gemetar dan terisak itu tak kuasa menahan senyuman haru. Kedua tangannya memeluk leher Soraru yang sempat tersentak kaget. Perlahan Soraru balas memeluk dan mengusap-usap kepala Mafu dengan gestur menenangkan.
"Aku tidak pernah membencimu, Mafu."
Mafu tak lagi sanggup mengucap apapun, bibir dan matannya sibuk menahan diri agar tak kembali menangis.
"Gawat kalau kita berdua sakit. Ayo, kita pergi. Kuantar kau pulang," ucap Soraru yang dibalas anggukan dalam diam.
Si pemilik surai hitam kebiruan menggenggam tangan Mafu dan menariknya berdiri.
Dari kejauhan, Mafu memandang jembatan tempat mereka sempat berpisah tadi, lalu diam-diam tersenyum tipis.
Perjalanan pulang tak lagi terasa sepi. Perasaan bahagia kala hujan semakin deras dan Soraru masih menggandeng tangannya ketika mereka berlari mencari tempat berteduh.
Untuk kesekian kali, suasana hujan membangkitkan perasaan nostalgia.
Terimakasih sudah mengejar dan menyadarkanku yang egois ini.
Rambut ataupun pakaian yang basah tak menghalangi perasaan sukacita.
Terimakasih karena tak pergi terlalu jauh dan telah menerimaku kembali.
Hujan sore itu mempertemukan kedua insan yang sempat berselisih jalan, namun dipersatukan kembali berkat tekad juga rasa rindu.
Kalau jarak dan waktu kembali memisahkan, rindukan aku, sesempatmu saja.
.
.
.
-Dalam sekejap senyummu memadamkan api rindu.
Menerjang dinginnya hujan beriring canda tawa bukan lagi harapan semu-
-OWARI-
Ichika's note :
Terimakasih yang sudah mampir, comment dan menikmati cerita sampai akhir ・ᴗ・)♡Ichika
13.11.18
KAMU SEDANG MEMBACA
Farewell Bridge - Soramafu✅
Fanfic[COMPLETED] Di bawah hujan musim gugur kala itu, haruskah aku pergi ? Haruskah kurelakan semua memori indah di musim gugur yang telah berlalu ? Bolehkah aku menjadi egois karena tak ingin kau pergi kali ini ? Art in the cover isn't mine. Cover edit...