Rasanya begitu lama menunggu bus terakhir. Tidak seperti yang lain, aku mengikis waktu dengan membaca sebuah kisah seorang lelaki yang cintanya menyatu dengan semesta. Lembar berikutnya ku buka, demi mengetahui akhir kisah cinta lelaki tersebut.
Air perlahan mulai menjatuhkan diri ketika aku menunggu bus sore itu. Harum petrichor menyeruak melalui nasal. Lantas hilang dengan semakin banyaknya air hujan itu turun. Aku menahan rasa ingin tahu mengenai kisah cinta yang ku baca, memasukkan buku itu ke dalam ransel sekolah lalu mengeratkan jaket.Lantas aku mengedarkan pandangan.
Dari seberang sana beberapa orang juga sedang menunggu bus. Netraku terarah pada seorang yang sedang tergesa. Seperti takut air- air itu membasahi tubuhnya yang tertutupi hoodie hitam. Pandangku terlepas dari depan sana ketika dengan tiba-tiba kamu sudah duduk di sebelahku -menunggu bus terakhir datang-.
Perihal hati, tak usah disangka gugup melanda berbunga iya.
Perihal waktu, tanpa sadar meminta agar sedikit bertahan lama.
Perihal jarak, sudah cukup membuatku tersenyum diam-diam.
Perihal petrichor, hal yang pasti 'kan ku suka.
Perihal keinginan, semesta yang paling mengerti.
Perihal semua, biar waktu yang menjawab.
Setidaknya semesta tahu, siapa kamu yang ku maksud terlebih mengenai makna akan dirimu.