Part 2 - hug

427 66 6
                                    

Aku sontak berdiri. Berjalan mundur menjauhkan diriku pada Sehun.
Terdiamnya Sehun seolah memberi penjelasan mengenai apa yang sedang terjadi pada kita, dengan keluarganya, dengan dirinya.

Sehun ikut berdiri memanggil namaku tapi tidak mendekat padaku.
Aku memberi perintah padanya agar tak mendekatiku.
Aku menyisir rambutku frustasi. Menahan segala perasaan campur adukku.

Aku kesal. Marah. Kecewa. Menyesal. Sakit hati.

Aku tidak tahu harus mengatakan apa padanya. Tingkah laku Sehun tidak bisa membuatku berpikir jernih.

Aku ingin menangis. Rasa sesak dalam dadaku tak bisa aku tahan lagi.

Aku ingin sendirian.

"Aku ingin sendiri," kataku menunduk tidak melihat Sehun.

"Kau bahkan belum mendengar perkataanku."

"Aku lelah. Nanti saja kita bicara lagi."

"Nanti kapan?" Tanyanya seperti memaksa.

"Jangan bertanya pada orang yang sedang sakit hati," kataku menahan suaraku agar tidak berteriak.

Aku tidak tahu apa yang sedang Sehun lakukan, tapi aku merasa jika Sehun sedang memperhatikanku.
Aku masih menunduk. Sangat ingin meneteskan air mata.

Untuk beberapa saat kita sama sama terdiam. Seperti sedang bertanding pertahanan diri.

Tiba-tiba aku merasakan pelukan hangat Sehun. Sangat erat. Membuatku tidak dapat menahan air mataku lagi. Aku meneteskan air mata, menangis tanpa suara dalam dekapannya. Ia mengecup puncuk kepalaku lalu mengelus kepalaku lembut.

Malam ini. Dengan tanpa suara. Kita melewatinya dengan pelukan hangat dan erat. Dengan air mata.

*****

Satu minggu berlalu.
Hubunganku dengan Sehun masih berjalan seperti biasa. Kejadian hari itu seolah tidak pernah terjadi, walaupun kita sama-sama tahu bahwa kita masih mengingatnya dengan jelas.

Aku sampai di depan apartemenku. Memasukkan pin rumahku yang baru.

Ya. Aku mendengarkan Sehun. Keesokannya begitu Sehun pulang hari itu aku langsung mengganti pin rumahku. Walaupun hanya mengacak angka yang sebelumnya.

Aku membuang nafasku keras. Merasa lelah dengan entah apapun itu. Keluar dari gedung tempatku bekerja. Aku adalah kekasih seorang pria dari keluarga Oh yang begitu menjunjung tinggi nilai budaya tradisional negara ini.

Aku masih memikirkan apakah aku harus berlatih atau sekedar membaca sejarah mengenai budaya negaraku lagi agar saat bertemu dengan keluarga Oh aku tidak terlalu terlihat bodoh.
Tapi Sehun mengatakan padaku hal itu akan sia-sia karena saat bertemu dengan keluarganya nanti yang akan berada di ujung tanjuk bukan diriku. Melainkan hubungan kami.

Beberapa hari yang lalu Sehun memintaku untuk ikut bertemu dengan keluarganya hari Minggu pekan ini.
Sehun bilang mereka akan melanjutkan pertemuan mereka Minggu lalu. Tapi kali ini Sehun membutuhkan aku sebagai "bukti".

Tak perlu banyak bertanya, dalam pikiranku sudah terdapat gambaran apa yang telah dan akan terjadi di pertemuan keluarga Oh ini.

Walaupun mungkin tidak jelas tapi gambaran singkatnya seperti ini.
Minggu lalu Sehun pergi ke Daegu, kediaman orang tua ayahnya. Mereka melakukan pertemuan keluarga besar Oh mengenai pewaris perusahaan mereka.

Sebagai seorang cucu laki-laki yang paling besar dari cucu-cucu lainnya,  Sehun terpilih sebagai pewaris kelima perusahaan Oh. Dengan syarat, Sehun harus telah memiliki istri. Maka dengan itu, pemilik perusahaan Oh sekaligus Kakek Sehun, telah menyiapkan perjodohan Sehun dengan seorang wanita dari perusahaan yang juga menjunjung tinggi nilai budaya tradisional Korea juga.

[Happy] Ending!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang