Aku terbangun dari tidurku yang begitu panjang. Mungkin karena kelelahan akibat aktivitas kemarin yang menguras banyak tenaga. Aku menoleh ke arah jam dan jarum jam menunjukkan pukul satu siang. Tetapi mengapa siang ini hawanya dingin ya?
Aku segera menuju kamar mandi, ingin merendam diri ke dalam bathtub berisikan air hangat. Cukup lama pula aku berendam karena saat ini hawa sedang begitu dingin. Namun kehangatan saat ini tidak sehangat pelukannya.
“Apakah hari ini turun salju? Hahaha tidak mungkin negara ini turun salju.” Gumamku. Selepas berendam, aku menggunakan baju handuk mandi dan menuju dapur untuk membuat susu hangat. Entah mengapa aku tidak ingin makan karena perutku tidak menginginkannya. Seluruh tubuhku hanya ingin kehangatan.
Aku kembali ke kamar membawa secangkir susu hangat dan beberapa buah cookies, menaruhnya di atas meja di sebelah ranjang tidurku. Lalu aku membuka horden jendela di kamarku, menampakkan pemandangan dari luar jendela. Tidak seindah yang aku bayangkan sebelumnya, hanya pemandangan kota kelabu, bangunan kelabu, dan jalanan kelabu akibat awan yang menyelimuti langit siang ini.
Tak lama kemudian, rintikan hujan mulai mengetuk jendela kamarku. Ketukan rintik hujan itu tidak hanya mengetuk jendela kamarku saja, namun mengetuk hatiku pula. Aku jadi tergerak untuk membuka ponselku dan mencari pesan dari seseorang.
“Ayo main. Aku tunggu di tempat biasanya.” Aku membaca pesan itu berulang kali, namun dadaku merasa sesak. Aku menggenggam erat ponselku dengan kedua tanganku di depan dada. Tanpa ku sadari air mata satu persatu mulai berjatuhan di pipiku.
Aku beralih menarik bangku untuk diletakkan di dekat jendela dan aku duduk di kursi itu sambil menikmati pemandangan kelabu siang itu. Hujan turun semakin deras, membasahi semua yang ada di luar sana. Sesekali suara gemuruh terdengar.
Kian lama dadaku mulai merasa lega seperti sedia kala. Sembari aku menyeruput susu hangat yang aku buat, aku memutar sebuah musik Andante yang kalem nan indah. Alunan musik Andante sangat menyentuh hati sehingga siapapun yang mendengarnya pasti akan terbawa suasana dari musiknya sendiri. Alasan mengapa aku suka mendengarkan Andante.
Tiba-tiba memori otakku memutar sesuatu yang pernah direkam. Menampilkan sebuah kenangan indah yang tidak mungkin aku lupakan sepanjang hidupku. Mungkin kenangan indah ini kelak aku ceritakan kepada anak cucuku nanti agar mereka terhibur.
Baru membayangkannya saja aku merasakan bisa tersenyum tipis, mengingat saat ini aku hanya hidup seorang diri tanpa orang tua dan saudara kandung, bahkan sahabat.
“Dasar albino. Albino… Albino…”
“Diam! Pergi kalian jika hanya ingin mengejek!”
“Awas, kakak itu galak!”
“Heuh… Kamu tidak apa-apa kan? Apakah ada yang sakit? Mari aku tolong.”
“T-terima kasih. Aku tidak apa-apa kok.”
Perempuan berkulit putih, bersurai pirang, tidak terlalu tinggi dan kurus. Itulah kesan pertamaku terhadapnya. Meskipun ia sangat cantik, tetapi mengapa masih ada saja orang yang berani mengejeknya? Aku tidak paham lagi mengapa orang tua mereka tidak mengajari sopan santun kepada anaknya?
“Keanne.”
“Alice.”
“Salam kenal ya.”
Perempuan itu yang bernama Alice hanya mengangguk saja. Pasalnya, sedari tadi dia hanya diam seribu bahasa. Entah hal apa yang sedang menghantui pikirannya yang membuat ia menjadi seperti itu. Mungkinkah karena ejekan anak-anak nakal tadi? Aku jadi merasa kasihan dengannya.
“Maukah kamu menjadi sahabatku?”
Kini, aku yang terdiam seribu bahasa. Aku terkejut karena Alice mengucapkan kalimat yang jarang sekali ku dengar. Seumur hidup, baru pertama ini aku mendengar kalimat itu. Ya, karena aku tidak perrnah memiliki sahabat. Jangankan sahabat, bahkan teman saja tidak. Hampir saja aku menangis.
“Tentu saja aku mau.” Jawabanku membuat Alice langsung melompat untuk memelukku erat.
Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Apakah aku membuat sebuah kesalahan? Tetapi aku merasakan pundaknya bergetar hebat dan aku pula mendengar sebuah isak tangis. Tanganku tergerak begitu saja untuk mengelus surai pirangnya.
“Mengapa kamu menangis, Alice?”
“Hiks… Hiks…” Tidak ada jawaban pasti darinya, melainkan hanya sebuah isak tangis yang semakin deras. Dan saat itu juga, Alice adalah teman sekaligus sahabat pertamaku di hidupku.
◆◇◆◇◆
NEXT???
KAMU SEDANG MEMBACA
Andante with Rain
Teen FictionKeanne Qanshana, seorang gadis yang dikenal jutek akibat sikap dinginnya terhadap orang lain yang belum ia kenal. Namun, ia menyimpan banyak kekayaan di hatinya. "Hancurkan esnya dan kau akan mendapatkan berlian." Alice Mayumi, seorang gadis pendiam...