Misi Keempat Naina...
Mundur selangkah, merasa ngeri membayangkan jika sampai jatuh ke dalam sana lagi. Naina hanya berdiri di tepi bersandar ke dinding kolam.
Reigha hanya tersenyum tipis menatap Naina yang berdiri di tepi menatap ke kolam renang. "Karena semakin dalam, semakin tenang. Di bawah sana, tidak ada suara. Tidak ada gangguan. Hanya ada diriku dan air."
Naina menatapnya dengan heran. "Itu kedengarannya… agak menyeramkan."
Dia mengangkat bahu. "Mungkin. Tapi bukankah hidup juga begitu? Kadang kau butuh tenggelam sebentar untuk benar-benar memahami ketenangan."
Ucapan itu membuat Naina merinding. Ada sesuatu di balik kata-katanya yang terasa lebih dalam dari sekadar hobi berenang.
"Kau tidak takut tenggelam?" tanya Naina pelan.
Reigha menatap, dan kali ini senyumnya sedikit lebih lebar, tapi entah kenapa terlihat menyedihkan. "Takut? Aku sudah terlalu sering tenggelam, jadi aku sudah terbiasa."
Naina terdiam. Untuk pertama kalinya, dia merasa ada sesuatu yang lebih gelap dari yang dia bayangkan di balik sosok Reigha yang misterius ini.
Di berjalan mendekat, matanya tajam menatap Naina. "Kalau kau bisa bertahan di kolam sedalam ini, kau pasti bisa bertahan dari apa pun."
Naina mendengus. "Omong kosong. Kalau aku tenggelam, aku mati!"
Dia hanya tersenyum, lalu berbisik, "Tidak kalau aku ada di sana."
Jantung Naina berdebar. Entah karena kata-katanya, tatapannya, atau karena dia sadar kalau Reigha benar-benar sedikit gila.
“Kau terlalu berlebihan,” katanya sambil menyeringai, seolah menikmati reaksi Naina yang panik.
“Kau pikir aku tidak tahu, kau selalu salah tingkah tiap aku bertingkah seperti ini?” lanjutnya, menyandarkan tubuh ke dinding kolam.
Gadis itu berusaha tetap tenang, tapi rasanya wajahnya sudah panas. “Bukan urusanmu!” jawab Naina cepat, tetap menatap ke arah lain.
Dia hanya tertawa pelan. “Lalu, kenapa kau tetap datang lagi."
Pertanyaannya membuat Naina terdiam. Dia datang karena taruhan dan belajar, tapi sekarang suasananya berubah menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat jantung Naina berdebar lebih cepat dari biasanya.
Air dingin langsung menyelimuti tubuhnya dan panik, menggapai-gapai dalam kegelapan kolam yang terasa lebih dalam dari seharusnya.
Reigha perlahan memegang tangannya erat, mencegah Naina naik ke permukaan. Matanya menatap tajam di dalam air, seolah ingin mengatakan sesuatu.
Naina semakin memberontak, gelembung udara keluar dari mulutnya saat panik. Tapi sebelum dia kehabisan napas, Reigha menarik tubuhnya lebih dekat, lalu dengan satu gerakan cepat, dia membawa Naina naik ke permukaan.
Dia terbatuk-batuk, meneguk air, sementara Reigha tetap tenang, masih memeganginya agar tidak tenggelam.
"Kau terlalu panik," katanya santai. "Aku sudah bilang, aku tidak akan membiarkanmu tenggelam."

KAMU SEDANG MEMBACA
Reighaard
Teen FictionNaina sudah lelah jadi bulan-bulanan para pembully di sekolah. Hingga suatu hari, Reigha, siswa baru yang misterius dan dikenal suka berkelahi, muncul bak pahlawan dalam diam-menyelamatkannya dari perundungan yang hampir membuatnya menyerah. Dingin...