an old sad story

11 1 0
                                    

“Meja nomor tiga membutuhkan serbet.” Poppy berteriak dari ujung ruangan, orang yang paling dekat dengan meja kasir sekarang adalah Zoey.

Setelah ia meletakkan makanan yang dipesan diatas meja tamu, ia bergerak menuju meja kasir dengan sedikit menggerutu, tidak bisakah perempuan itu mengambilnya sendiri.

Tepat sesampainya didepan meja kasir yang entah mengapa tidak orang, sebuah tangan besar terulur dengan beberapa serbet baru didalam genggamannya.

Mengenali tangan itu, Zoey mematung sesaat namun segera kembali seperti menunjukkan wajah tidak peduli ketika wajah pemilik tangan itu ikut menjulur keluar menatapnya sambil tersenyum lebar.

“Kamu butuh inikan?” Shane bertanya riang.

Tapi pertanyaannya tidak dijawab seriang nada bicaranya, yang ia dapatkan malahan sambutan dingin dan senyum tipis dari gadis dihadapannya.

“Thanks” dan Zoey berbalik setelah mengambil serbet yang diulurkan tanpa berkata apa-apa lagi.

Mendapat perlakuan seperti itu, Shane hanya bisa menghela nafas, sudah sebulan lebih disini tapi Zoey  masih memperlakukannya seolah ia orang asing, bahkan terkesan lebih dingin.

“Kau disini? Sedang apa kau?” Shane mengangkat wajah dan menemukan Gerald sedang berdiri menjulang disampingnya dengan tatapan aneh.

“Well, tamu meja nomor tiga membutuhkan serbet tadi.”

“Ku kira kau mau pergi ke toilet tadi.” Gerald menaikkan sebelah alisnya, dan Shane tidak bisa menjawabnya, karena ia memang tidak jadi ke toilet begitu mendapat kesempatan untuk bisa berbicara dengan gadis yang melihatnya seperti virus mematikan.

Shane menaikkan bahunya dan berdiri lalu berjalan menuju ruangannya.

Shane merasakan seseorang menahan pintu yang baru saja ingin ditutupnya.
“Apa” tanyanya kemudian pada Gerald.

“Kita ada rapat yang tertunda di dapur tadi, kau ingat?”

Shane menggumamkan kata ‘really?’ namun tetap mengizinkan Gerald masuk.

“Kukira tadi kita sudah sepakat untuk menu specialnya besok.” jawabnya kemudian.

“Oh ini soal masalah lain.”
Shane menyatukan kedua alis tebalnya. “Ada yang lain yang perlu kita bahas soal café?”

Menjawab pertanyaannya, Gerald menggeleng. “Ini soal dua orang karyawan kita.”

“Dan siapa yang kau maksud?”

“Kau dan Zoey.” Ruangan menjadi hening seketika.

“Mungkin ini bukan urusanku, tapi aku tidak bisa berdiam diri kalau melihat gadis itu semakin murung dari hari ke hari.”

“Bagaimana kau bisa tau?”

“You can say it had happened once before.”

“What?”

“Okay, kembali ke topik. Seperti yang barusan kukatakan, Kau dan Zoey. Yang ingin ku tau, ada masalah apa diantara kalian berdua?” Gerald memberikan Shane tatapan tajam, mata birunya yang biasanya ramah berubah menjadi sedikit mengitimidasi.

Shane tidak menyukainya. Menatap kembali pria besar dihadapannya, Shane bersandar pada kursi dan melipat kedua tangannya. “Maaf kalau terlalu kasar. Tapi apa hubungannya denganmu?”

Meskipun merasa terintimidasi, tapi rasa tidak suka bahwa ada orang lain yang ingin melindungi Zoey dibandingkan dirinya membuatnya mengembalikan tatapan tajam itu.

Dibandingkan dengan pria berumur empat puluh tahunan, ia lebih cocok untuk gadis itu bukan.

Gerald merasakan apa yang dirasakan Shane kepadanya dan itu membuatnya tertawa keras.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang