Hari ketiga.
Tiap orang memiliki dosa, lalu bagaimana para pendosa menebus kesalahan mereka.
Willy Lewis, paling tidak itulah nama yang tertulis dalam akte kelahirannya, dalam permainan ini ia memiliki Codename Envy.
Bukan kilauan kemenangan, tapi kobaran api penyucian yang ingin Willy lihat.
Cerutu terapit di antara bibir Willy, tangan itu tidak bisa berhenti memainkan stik golf yang baru Willy pungut dari toko peralatan olahraga." Ini benar-benar diluar dugaanku, aku kira hari-hari penebusan dosaku akan dipenuhi rumput dan pohon, ternyata pulau kecil ini juga memiliki peradaban," ocehnya.
"Ini lebih mirip dengan liburan dari pada pertempuran," ucap Willy sambil memasuki minimarket.
Walau ini kompetisi hidup dan mati, tapi para staf memanjakan peserta dengan sebuah pulau berperadaban tanpa penduduk, setiap peserta bebas melakukan apa saja terhadap segala properti di pulau ini baik untuk bertarung atau tidak.
Walau begitu, Willy adalah peserta paling tenang dari enam partisipan lainnya, mungkin karena tujuan utamanya untuk menebus dosa, jadi dia tidak perlu menyiapkan apapun. Tapi apa benar itu alasannya?.
Willy keluar dari minimarket sambil membawa sekantung penuh camilan, tampak disebrang seorang pendeta duduk pada bangku halte dengan memangku dua buah tombak.
"Yahhh..... mungkin ini saatnya aku disucikan," teriak Willy sembari tangannya menggerayangi kantung plastik.
Whusss..... dengan cepat pendeta melempar satu tombak ke arah Willy.
Kantung pelastik yang tadinya ia genggam kini tergeletak, beberapa makanan ringan berhamburan keluar.
"Tapi aku juga memilah orang yang ingin menyucikanku," kata Willy dengan satu tangan memegang tombak pendeta.
Willy membuang tombak dan meludahkan cerutunya bersamaan.
Alasan kenapa dia tidak menyiapkan apapun adalah karena berandalan seperti Willy tidak perlu persiapan untuk bertarung, mereka adalah predator alami.
Dia berjalan cepat ke arah pendeta itu sambil memutar-mutar stik golf miliknya, pada saat yang sama, sang pendeta berdiri dan mengacungkan tombak pada Willy.
Atmosfer sekeliling mereka mulai berubah, angin berhenti berhembus, pertarungan antara keduanya telah di deklarasikan.
Pertarungan diawali dengan ayunan senjata dari kedua belah pihak, tabrakan senjata itu menciptakan dengungan yang memekakan telinga, hal seperti ini terulang belasan kali dan ritme gerakan mereka semakin cepat tiap detik.
Walau kekuatan yang dihasilkan sama, namun gerakan mereka sangat berbeda.
Gerakan pendeta itu begitu berirama dan tenang, setiap serangan tercipta dari perhitungan juga pengamatan, tidak diragukan lagi bahwa orang adalah profesional.
Sangat berbeda dengan berandalan itu. Willy hanya mengerakan stik golf semaunya, meski begitu insting liarnya mampu menyamai sang pendeta.
Tidak, rasanya Willy mendominasi pertarungan.
Wajah pendeta tergurat kejenuhan, kedua kakinya mundur secara berlahan, sudut siku-siku terbentuk di lutut sebelah kanan.
Sejenak ia mengumpulkan tenaga, beberapa detik kemudian, mata tombak menghunus tepat di wajah sang berandalan.
Cukup cepat, namun terlalu lama jeda yang ia ambil.
Dia berhasil membaca gerakan pendeta dan menghindar. Layaknya atlet golf profesional, Willy memukul pergelangan kaki kiri pendeta sambil berteriak,"Hole in one."