CHAPTER 2

63 1 0
                                    

Di lorong rumah sakit

Dengan air mata yang terus berurai, Levita terus berlari menuju ruangan sang ayah. Ia tak memperdulikan tatapan heran orang - orang di sekitarnya. Serta rasa sakit di tubuhnya karna sering menabrak orang - orang yang menghalangi jalannya.

Selang beberapa menit kemudian, levita pun sampai di ruangan sang ayah. Ia langsung mendorong pintu ruangan dengan kasar.

Brakk

Betapa terkejutnya Levita. Melihat sang ayah yang sudah terbujur kaku di atas ranjang. Ditemani oleh ibunya yang sedang terisak.

Dengan perlahan, Levita melangkah menghampiri ranjang sang ayah.

" Yah.... " panggil Levita menahan isak tangisnya.

" Yah bangun yah......!
Ayah bangunn.....!!! "

" Ini Kencana yah..... Hiks... Ini Kencana.... Ayah banguun yah....! "

" Jangan tinggalin kencana yah...!"

" Kencana minta maaf yah.... Kencana janji akan turutin semua perintah ayah... Hiks.... Kencana janji gak akan nakal lagi yah... Hiks.... Kencana gak akan pergi ke klub lagi....!!!" sesal Levita.

" Tapi kencana mohon ayah banguunn... Jangan tinggalin kencana... Kencana mohon...!!! "

" Ayah boleh tampar kencana... Hiks... Ayah boleh marahin kencana... Ayah boleh caci maki kencana... Tapi tolong bangun yaah... Toloong....!"

Sang ayah masih tetap diam. Tidak merespon ucapan kencana. Melihat keterdiaman sang ayah, tangis kencan pun semakin menjadi. Segera ia mengguncang tubuh sang ayah sambil berteriak - teriak memanggil nama sang ayah.

" AYAH... BANGUN YAH...!!"

" UDAH BECANDA NYA....!! KENCANA MOHON BANGUN YAHH...!!" teriak levita.

Melihat keterguncangan Levita, sang bunda langsung memeluk dan menenangkan Kencana.

" Sayang sudah.... Ayah sudah meninggal... Kamu yang sabar yaa " ucap bunda Levita.

" Enggak buun.... Ayah nggak meninggal.... Hiks.... Ayah gak mungkin tinggalin kencana... Ayah nggak mungkinn.... Ayah "
Isak Levita di pelukan sang bunda.

" Ssstt... Udah jangan nangis lagi... Ayah udah pergi... Kamu ikhlaskan kepergian ayah yaa "

Levita kembali histeris setelah mendengar ucapan sang bunda.

" ENGGAK...!! BUNDA BOHONG...!!
AYAH GAK PERGI NINGGALIN KENCANA..!! BUNDA BOHONG....!!!" berontak Levita dalam pelukan bundanya.
Ia segera berlari meninggalkan rungan tersebut dengan perasaan yang kalut.

*****

Dan disini lah levita sekarang. Di atap sebuah Rumah Sakit. Menangis seorang diri, merutuki penyesalan yang tak kunjung berhenti. Ia merasa semua ini terjadi karna dirinya. Andai saja ia tidak melawan ayahnya.... Andai saja ia menuruti semua perintah ayahnya... Semua ini tidak akan terjadi... Ayahnya tidak akan meninggalkannya.
Dan sekarang menyesal... Amat sangat menyesal... Ia berharap waktu dapat diputar kembali. Namun semua itu mustahil.

Sekarang Sendiri....
Ya... Kini ia sendiri... Pelindungnya kini telah pergi...

"AAARRG...." teriak levita.

" Kenapa tuhaan....? Kenapa harus ayah....? Kenapa tidak aku saja....? Aku yang salah tuhan... Aku yang salahhh...." Raung levita penuh frustasi.

Di tengah rasa frustasinya, tiba - tiba ide gila pun muncul di kepalanya. Dengan perlahan ia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju palang pembatas gedung.

Detik berikutnya ia sudah berdiri diatas palang pembatas. Di ingat semua kenangan memori bersama sang ayah. Membuat senyuman indah di sertai air mata tersungging di bibirnya.

Perlahan ia merentangkan kedua tangannya. Menikmati detik - detik terakhir waktunya sebelum ia bertemu dengan sang ayah.

" Ayah yang tenang ya yah...
Ayah gak akan sendirian lagi...
Kencana akan susul ayah... Kencana ikut dengan ayah..
Tunggu kencana...!"

Dan....

Bruugg...

Levita yakin saat ini tubuhnya sudah mendarat di tanah.

Terbukti dengan suhu dingin lantai yang terasa di kulitnya.
Namun anehnya, ia tidak merasakan sakit sama sekali.
Seharusnya sekarang ia sudah tidak sadarkan diri atau minimal merasakan sakit di tubuhnya. Yaa minimal karna patah tulang mungkin?

Namun, ia tidak merasakan sakit
Sama sekali. Justru ia hanya merasakan pelukan seseorang di pundaknya.

Tunggu....

Pelukan....???

Sesaat kemudian Levita pun langsung membuka matanya. Ia tersentak saat ia melihat seorang memeluknya dengan erat dan melindunginya dari benturan lantai.

'Pantas saja tubuhnya tidak merasakan sakit. Ternyata ada seseorang yang melindunginya.' Batin Levita.

Levita pun langsung mendorong tubuh orang tersebut. Lalu bangkit dari posisinya.

" Ngapain lo peluk - peluk gue?? " sentak Levita pada orang yang menolongnya. Dan ternyata orang tersebut adalah seorang pria.

" Maaf... Saya hanya ingin menolong kamu. " jawab pria itu.

" Gue gak butuh pertolongan lo...!
Harusnya tuh lo gak usah tolongin gue.!
GUE MAU MATI...!!! Gue mau ketemu sama ayah gue...!! " bentak Levita.

" Emang kalo kamu bunuh diri, ayah kamu bakalan seneng...? " tanya pria itu.

Levita terdiam. Ia memikirkan omongan pria tersebut.

" Semua permasalahan itu pasti ada solusinya. Cukup bersabar dan serahkan semuanya kepada tuhan. Bunuh diri bukanlah suatu jalan keluar. " lanjut pria tersebut.

Levita masih terdiam. Apa yang diucapkan pria tersebut bukan lah jalan yang benar. Tak terasa ia pun kembali menangis sambil terisak.

" Kenapa...? "
" kenapa lo ngelakuin ini...? Kenapa lo nolong gue....? Seharusnya lo tuh jijik sama gue "
" Gue yang udah bunuh ayah gue. Ayah meninggal gara - gara gue...!! " kata Levita dengan terisak.

" Rezeki, jodoh, maut itu tuhan yang ngatur. Itu sudah menjadi takdir ayah kamu. Jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri. " nasihat pria tersebut.

Levita terus memikirkan ucapan pria tetsebut. Hingga kesadarannya menghilang.

Semua pun menjadi gelap.








Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pantaskah Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang