Riuh Rindu Menjelma

9 0 0
                                    

“Hai Bocah! Bangun dong masa kalah sama rambo ayamnya Tok Dalang.” Teriakku berusaha membangunkannya. Dia mengerang, menandakan terusik tidur siangnya.

“Apa sih Ca!!” Katanya sambil menatapku dengan sorot mata merahnya yang nampak terlihat.

Aku tertawa melihatnya, segera ku berlari meninggalkan kelasnya berharap singa yang bangun dari tidurnya tak menyerangapku.

Sedikit mengenang tepatnya di pojok ruang. Aku berbalut rindu mengusik kalbu yang menyatu dengan pena menorehkan aksara bersajak kerinduan. Gemercik air mulai turun menandakan bumi turut merasakan kepiluan. Hatiku tak kunjung pulih, tak begitu baik baik saja. Isak tangis menemani hujan yang meradang sunyi menyapa.

Bertahun sudah kujamah dunia ini tanpa sosoknya. Tak henti doa sepertiga malam mengalun menjadi saksi bisu. 
Penuh harap mendongak kepada Rabb ku..
“Tuhan pertemukanlah, diri ini sudah lelah sendirian.”
Kenangan mengusik jiwa melukiskan betapa merindunya raga ini.

“Woi!!”
Aku terkejut, betapa tidak suaranya nyaring tepat di samping telingaku. Tanpa melihatnya Aku sudah tau siapa dia, apa jenisnya, dan apa makanan kesukaannya.  Salah seorang temanku yang urat malunya udah putus sejak lahir.

"Uh Bara, ngagetin aja.” Ucapku seraya memutar mata acuh dengan mendengus kesal.

"Menurut kitab yang pernah aku baca, ada beberapa kemungkinan yang membuat seseorang melamun. Yang pertama keinget kenangan. Yang kedua keinget kenangan. Dan yang ketiga keinget kena..”
         
“Gak ada bedanya bolot.” Celotehku memotong bualan si Bar Bar.

Matanya yang tajam serta alis yang garang menyatu. Tawa memancar dari bibirnya. Kumis tipisnya bergerak sesuai tawanya berbaur. Dia tetap saja berceloteh ria, segala hal yang bahkan tak penting ia ceritakan. Suaranya mendominasi pendengaranku, tapi sayang di jiwaku sedang berkelana mengingat kehadiranya.

"Bar,pernah gak sih kamu sayang sama seseorang?” Tanyaku memotong celotehan Bara.

Tak ada sahutan spontan yang keluar dari mulutnya. Aku menoleh padanya yang entah bagaimana bisa, ia juga menatapku lurus. Lima detik kami berpandang tanpa ada yang memulai pembicaraaan.

"Bukan pernah, tapi tengah.” Ucapnya dengan nada serius. Aku jarang mendengar Bara seserius ini.

"Kalau misal dia tiba-tiba ninggalin kamu, apa yang akan kamu lakukan?” Ujarku pada Bara. Sebenarnya aku ingin bertanya, siapa gerangan gadis yang disayang oleh orang sehumoris Bara. Sungguh beruntungnya gadis itu.

"Kamu.” Jawabnya dengan serius seakan bisa membaca pikiranku.

"Haa? Aku? Kamu kok gak nyambung sih? Aku tanya apa yang akan kamu lakukan kalau orang yang kamu sa....” Ucapanku terpotong dengan suaranya.

"Kamu orang yang aku sayang.” Ucapnya dengan mantap.
Aku bungkam akan penyataannya, Bara pun demikian. Suara hujan pun meredam segala asa yang mungkin mulai tercipta akibat pernyataan  sederhana yang Bara lontarkan.

"Bar..” Untuk kesekian kalinya ucapanku terpotong.

"Aku tau kamu masih suka teringat akan dia yang bahkan aku tak tau itu siapa. Kamu sayang dia, rindu dia, aku tau akan hal itu. Maka dari itu, aku ada di sini bukan untuk menggantikan sosok dia tetapi aku hanya ingin membantumu melewati fase sulit ini dan mengurangi rasa rindu yang kian mendayu. Aku sayang kamu..”
Ungkapan itu terasa begitu sesak memenuhi dadaku. Aku tak tau harus merespon apa padanya, akan bagaimana aku memperlakukannya. Aku terlalu lemah untuk seorang Bara. Tak pantas aku dapatkan seseorang seperti Bara. Aku masih tidak percaya akan hal ini, mencoba untuk ku tanyakan lagi agar bisa ku pastikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan cerita oneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang