Awal

15K 1.1K 165
                                    


Juli 2010,

Mimpi boleh. Sadar diri harus.

Mustafa Hanafi, murid laki-laki kelas XII SMA Harapan Bunda sibuk tertawa-tawa melihat tingkah murid baru yang masih berseragam SMP. Dia dan teman-temannya mulai mencari mangsa baru yang sekiranya cocok untuk dijadikan pacar atau sekedar teman yang bisa dibawa ke mana saja.

Apalagi hubungan antara kakak kelas dan adik kelas sudah menjadi hal yang biasa dikalangan anak sekolahan.

Bagi murid perempuan yang cantik, bukan tidak mungkin akan banyak kakak kelas laki-laki yang mendekatinya. Seperti yang sedang Hanafi lakukan bersama keempat sahabatnya. Akan tetapi bagi murid perempuan yang memiliki paras wajah yang biasa-biasa saja, harus menyimpan stok sabar lebih tinggi. Karena golongan murid perempuan yang kurang cantik, kurang kaya, kurang pintar, kurang terkenal, hanya bisa menjadi pengagum rahasia kepada sosok kakak kelas yang disuka.

"Woy, arah jam 3."

Semua kompak menengok ke arah yang disebutkan. Termasuk Hanafi. Dia tersenyum melihat murid baru itu. Batinnya berteriak cantik. Dan pastinya akan menjadi rebutan oleh semua kakak kelas laki-laki. Termasuk dirinya.

"Udah gue tandai dia. Jangan macem-macem lo pada," teriak Bagas. Seorang teman Hanafi yang memiliki tubuh tambun.

Spontan Hanafi terkikik geli, "Gas, emangnya dia mau sama lo. Main lo tandai aja. Mendingan lo lempar buat kita-kita. Ketahuan pasti dipilih sama dia."

Bagas mencibir melihat Hanafi bertos ria dengan Iwan, anggota terkurus jika dibandingkan teman-temannya.

Bagas, Hanafi, Iwan, Bas atau Basuki, dan Hakim adalah senior di sekolah ini. Bagas dan Iwan kebetulan satu kelas di XII IPS 4, begitupula Hanafi dan Bas berada di kelas XII IPS 1. Sedangkan hanya Hakim sendiri yang berhasil masuk ke kelas XII IPA 5.

Awalnya mereka semua tidak percaya jika Hakim berhasil masuk kelas IPA. Apalagi saat tes jurusan waktu itu, hanya Hakim yang terlihat sangat santai. Tapi hebatnya dia yang paling beruntung dibandingkan keempat sahabatnya.

Memang begitulah takdir, kadang yang pintar akan kalah dari yang beruntung. Itulah yang dirasakan Hakim.

Selain dikenal karena mereka adalah senior, ada lagi satu hal yang membuat mereka cukup dikenal semua murid. Yaitu mereka berlima katanya tergabung dalam sebuah geng, SEMPAT alias sekumpulan murid nekat ini memang bukan geng hebat. Bahkan semua anggotanya memiliki kekurangan yang luar biasa banyak. Sekalinya tidak banyak, atau mungkin hanya satu, tapi sayangnya kekurangan itu sangat terlihat oleh mata.

Seperti kekurangan dalam fisik. Gendut misalnya.

"Cinta nggak pandang fisik, bro," ucap Bagas menenangkan hatinya.

Hanafi setuju. Dia menepuk-nepuk bahu Bagas cukup kencang. "Kali ini gue setuju sama lo, cinta emang nggak pandang fisik," ulangnya.

Mendengar kata-kata Bagas dan Hanafi, kompak semuanya menengok pada kekurangan diri masing-masing. Bukan hanya fisik yang jauh dari kata sempurna, tapi karakter mereka pun sama buruknya.

Namun meski begitu, SEMPAT alias sekumpulan murid nekat, akan tetap percaya pada kehebatan diri masing-masing. Sekalipun mereka mempunyai banyak kekurangan, pasti ada satu hal yang bisa menjadi kelebihan mereka.

"Loh, itu murid baru juga atau orang tua murid?" tunjuk Hanafi saat pandangannya terusik oleh sosok perempuan di depan ruang guru.

Jika dibilang perempuan itu adalah orang tua murid, rasanya tidak mungkin. Karena dia masih memakai rok panjang abu-abu. Tapi jika diduga perempuan itu murid, rasanya Hanafi selama 2 tahun sekolah di sini belum pernah melihat sosok perempuan seperti itu.

Dia berkerudung sampai melewati bagian pantatnya? Batin Hanafi.

"Orang tua murid kali?"

"Masa sih?" sahut Iwan ikut menyelidik.

Lama mereka menunggu hasil dari tebakan-tebakan yang mereka lakukan, namun sayangnya hanya bagian belakang kerudung panjang perempuan itu saja yang dapat mereka lihat.

"Terus siapa dia kalau bukan orang tua murid?"

"Mungkin murid baru," celetuk Bas asal.

Bas, Bagas, Iwan dan Hakim perlahan-lahan merubah arah pandangan mereka menuju Hanafi yang terkikik-kikik geli di tengah-tengah mereka semua.

"Fi, lo kenapa? Jangan bilang lo... "

"Boleh kan kalau dia gue tandai?"

"HAHAHAHAHAA... " semuanya kompak tertawa. Memegang perut masing-masing yang terasa keram setelah mendengar jawaban Hanafi yang terkesan sedang melucu di depan para sahabatnya.

"Kenapa lo semua ketawa?"

"Ya jelaslah kita ketawa, lo asal ngomong aja!! Mana mau cewek kayak gitu sama lo. Jangankan bisa sholat, kita aja curiga lo belum sunat. Katanya, kakek lo China. Bukannya rata-rata orang China nggak sunat?"

"Woyyyy... Rasis banget lo semua!!!! Perkara sunat aja pakai bawa-bawa ras segala."

"Loh kenapa? Benar kan kita. Lo tuh keturunan China, Fi. Tapi anehnya nama lo itu Arab banget. MUSTAFA HANAFI. Itu Bokap lo nggak ngigo kan waktu kasih nama?"

Dengan bangganya, Hanafi menaik-naikkan kerah baju seragamnya. "Gue gitu loh. Wajah unyu-unyu plus kulit mulus karena keturunan China. Karakter kalem karena lahir di tanah Jawa. Dan nama gue ke Arab-araban, mewakili kejantanan gue."

"Bubar... Bubar... Bosen gue dengar kalimat itu terus dari lo," seru teman-teman Hanafi kompak.

Continue..
Tes.. Tes..
Bawa teenfiction nih..
Kalau nggak suka, nanti aku tarik lagi. Abis nggak yakin kalau nulis teenfiction mah.. Whakaka

 Whakaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sahabat HidupkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang