Setiap orang memiliki cara tersendiri untuk menyenangkan diri. Seperti apa yang dilakukan oleh seorang gadis beranama Kinandira Laira Mael itu misalnya, tapat tengah malam dengan pakaian serba hitam gadis itu berdiri diatas rooftop sebuah gedung tua tanpa rasa takut. Matanya terpejam rapat, kedua tangannya direntangkan untuk menyambut setiap desir angin yang berhambur memeluknya.
Jam 12 malam, berdiri seorang diri di rooftop gedung kosong tanpa penghuni. Mungkin tidak sedikit orang yang menganggap sesuatu yang di lakukannya itu gila. bagaimana bisa seorang gadis keluyuran tengah malam hanya untuk berdiri di ujung pembatas besi dari sebuah rooftop gedung yang bahkan terkenal angker dan berhantu? Laira tau dia aneh, dia tidak akan menyangkalnya. Karena memang dia akan selalu terdengar aneh dan gila.
Berada ditempat ini, dan menikmati keheningan malam seorang diri adalah kesenangan tersendiri baginya. hanya dengan begini dia akan merasa bebas. Bebas menghirup udara sebanyak yang dia mau, bebas menapak pada tempat mana pun yang dia inginkan. Ini adalah caranya untuk bahagia, kebahagiaan yang sebenarnya terlalu sederhana, tapi sangat sulit untuk dia dapatkan.
Brakh!
Suara dobrakan pintu itu terdengar bergema. Laira memutar badannya, matanya menatap lurus pada seorang cowok berpenampilan berantakan yang saat ini sedang menyeret kakinya tertatih untuk berjalan kearahnya. Laira merogoh sebuah ponsel dari saku celana panjangnya, menyalakan senter dan mengarahkan cahayanya lurus kearah cowok itu. Seorang cowok yang berusaha susah payah hanya untuk bisa terus melangkah mendekat.
"Hai?" Laira ikut melangkah mendekat supaya mereka dapat bertemu ditengah-tengah. Cahaya dari ponselnya masih menyorot wajah cowok itu, membuat luka-luka diwajahnya terlihat semakin jelas.
Saat tubuh mereka sudah saling berhadapan, Laira mematikan cahaya ponselnya, kemudian meletakannya kembali ke dalam saku celana. Tangan kurus Laira menggapai lengan cowok dihadapannya, meraihnya kedalam pelukan. Laira menepuk-nepuk pelan bahu bergetar cowok itu. "Selamat datang di rumah"
Tangan Region bergetar, balas untuk memeluk Laira. Semua rasa sakitnya seakan perlahan menguap entah kemana "Makasih"
🍁
Laira duduk berhadapan di mini market dengan seorang cowok yang memiliki banyak memar kebiruan di wajahnya. Ada bekas darah yang sudah mengering di pelipis dan sudut bibirnya. Cowok itu adalah Region, orang yang Laira temui sekitar sebulan yang lalu di depan sebuah gedung tua dengan keadaan serupa seperti saat ini. Ini adalah ketiga kalinya mereka bertemu secara tidak sengaja."Lo ini hobby berkelahi atau apa sih?" Laira menyodorkan dua botol air mineral kehadapan Region. "Minum dulu, habis itu basuh wajah lo pakai air ini"
Region menurut, cowok itu meminum air yang Laira berikan padanya. Membawa satu botol lainnya untuk digunakan membasuh wajahnya yang penuh luka. Setelah Region kembali duduk dihadapannya, Laira membuka plester luka yang sempat dia beli tadi, menempelkannya pada pelipis Region "Gion, wajah lo itu sebenarnya ganteng kalau gak bonyok gini" Laira membuka satu plester luka lagi untuk ditempelkan di hidung Region yang tergores "lain kali kalau kita ketemu dengan keadaan wajah lo yang gak hancur gini, gue pasti jatuh cinta sama lo"
Region berdecak, tapi tidak menjawab. Membuat Laira terkeh "Suara lo juga bagus, seandainya lo gak sependiam ini gue pasti sudah jatuh cinta sama lo"
"Berisik" Region berkata dengan wajah memberengut lucu. Astaga, bagaimana bisa seorang cowok yang hobby memamerkan wajah penuh memar setiap kali mereka bertemu bisa semanis ini?
Laira menopang dagu diatas meja bundar mini market, menatap lekat cowok yang sedang merintih tanpa suara didepannya. Wajahnya yang putih pucat memiliki banyak memar dan dua plester yang tertempel di pelipis dan hidungnya. Rambut kecoklatannya berantakan. "Gion, lo gak mau cerita?"
"Laira kan nama lo?" Region menatap Laira dingin "Ini udah jam berapa? Cewek baik-baik gak akan berkeliaran dini hari kayak begini"
Laira cemberut mendengar perkataan menusuk Region. Sekalinya bicara banyak malah sekejam itu "Jahat banget sih lo kalau sampai gak inget nama gue!" Laira menatap balik Region dengan mata berapi-api "Gue udah ngobatin luka lo tiga kali! Kita juga udah pernah pelukan! Masa lo bisa-bisanya sih seolah gak terlalu inget siapa nama gue?"
Laira yang semula menopang dagu menjadi duduk dengan tubuh tegak dikursinya "Nama gue Kinandira Laira Mael. Ingat baik-baik, karena nama gue bukan nama pasaran"
Region diam, tidak satupun kata yang keluar dari bibirnya, seolah dia sangat menikmati kemarahan Laira.
"Dan iya, gue emang bukan cewek baik-baik" Laira berkata dengan suara rendah.
Mendengar kalimat terakhir Laira membuat Region merasa bersalah. Laira itu perempuan, bagaimana bisa dia melukai hati seorang perempuan dengan perkataan semacam itu. Region bangkit dari duduknya, merapikan jaket abu-abu yang dia kenakan, dan mengulurkan tangannya pada Laira "Ayo, gue antar pulang"
Bukannya menyambut uluran tangan Region, Laira malah menjadi diam, tanpa berkedip memandang bingung tangan Region yang masih terulur di depan wajahnya.
"Ayo, Laira"
"Tuh kan, gue udah jatuh cinta Gion" Laira menyambut uluran tangan Region "Suara lo bagus sih"
Region hanya mendengus, cowok itu memilih tidak membalas perkataan Laira. Tiga kali pertemuan mereka, Region sudah merasa sangat hafal dengan sifat Laira. Gadis itu memang suka bercanda, ceria, dan banyak bicara.
Kehadiran Laira yang selalu tiba-tiba.
Entah bagaimana gadis itu selalu menampakan diri di waktu yang tepat..
Di saat Region memang membutuhkannya sebagai penyembuh luka.
Hari itu, saat pertama kali mereka bertemu di depan gedung tua kosong, Laira berjalan sendirian dengan penerangan cahaya dari ponselnya memasuki area gedung. Region waktu itu sempat berpikir untuk apa seorang gadis sepertinya ke tempat seperti itu tengah malam? Tapi sekarang Region tau alasannya. Sepertinya mereka memiliki banyak kesamaan.
Saat menemukan Region yang saat itu sedang duduk lemas dengan wajah penuh memar, Laira bukannya takut, gadis itu malah mendekatinya. Berjongkok dihadapannya, dengan menopang dagu "Lo kenapa disini?" Laira bertanya dengan wajah kelewat polos, matanya sibuk meneliti wajah Region.
Saat itu Region tidak menjawab, dia hanya diam, dan terus memegangi perutnya yang terasa nyeri. Tanpa terduga Laira malah menyentuh wajah Region "Lo perlu di obatin, ini parah"
Seperti kejadian hari ini, hari itu juga Laira membawa Region ke mini market dan mengobati lukanya. Padahal mereka tidak saling mengenal, tapi Laira selalu memperlakukannya seperti seorang teman. Bahkan Region juga tidak merasa risih dengan kehadiran Laira yang sok akrab dengannya. Region juga tidak merasa asing dengan kehadiran gadis itu yang selalu tiba-tiba.
"Gion?"
"Hm?" Region menunduk sedikit untuk menatap wajah Laira yang berjalan di sampingnya. Tubuh Laira memang lebih pendek dari Region.
"Jangan ngelamun, nanti kesambet"
"Lucu" Region menjawab datar.
"Hehe, Gue masuk lewat tembok bata tinggi di ujung jalan itu buat masuk ke rumah" Laira menunjuk tembok bata dari rumah besar yang berada di ujung jalan.
Region mengernyit "itu bukanya tembok belakang?"
Laira mengangguk mengiyakan "Memang, gue ini kan sedang dalam keadaan kabur"
"Terus lo sekarang mau manjat tembok gitu buat masuk ke rumah?"
"Iya" Laira menjawab dengan cengiran lebarnya.
"Kayak maling" Region menghela napas, kemudian menarik tangan Laira agar berjalan lebih cepat "gue bantuin"
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinagion
Teen FictionTentang Laira yang merasa tidak punya tempat untuk bisa dia sebut rumah. Dia merasa tidak ada tempat baginya untuk pulang.. Suatu hari seseorang yang tidak pernah Laira duga datang padanya dan berkata bahwa dia ingin menjadi rumah untuk Laira. Bahw...